Dalam sambutannya di hadapan peserta Musyawarah Besar Pemuka Agama di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Sabtu (10/2/2018), Presiden Joko Widodo menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pemuka agama dan tokoh masyarakat. Mereka dinilai telah memperkuat kerukunan bangsa, dan berkomitmen dalam memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Dasar Negara Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Indonesia adalah Negara majemuk yang memiliki penduduk dengan latarbelakang suku dan agama yang berbeda. Namun kemajemukan itu tidaklah menjadikan Negara Indonesia terpecah belah. Justru kemajemukan itulah yang menyatukan bangsa Indonesia.
Isu agama dan keberagaman sering menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sosial masyarakat. Terdapatnya sekelompokorang yang fanatik terhadap suatu agama tertentu, mengakibatkan timbulnya berbagai ketegangan, konflik, kekerasan, bahkanpembunuhan atas nama agama. Selain itu, isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) terkadang begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan masyarakat, sehingga tercipta suasana konflik yang cukup berbahaya dalam kehidupan bangsa. Eskalasi pertentangan yang dilapisi isu SARA seringkali menciptakan konflik kekerasan yang menegangkan dan meresahkan.
Indonesia bukannya tidak pernah mengalami konflik yang mengatasnamakan agama. Sejak era reformasi bergulir di tahun 1998, ketika bangsa Indonesia menghirup era kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat, telah terjadi beberapa konflik yang mengatasnamakan agama. Sebut saja konflik yang terjadi di Poso di Sulawesi Tengah pada 1998-2000; konflik Ambon, Maluku, pada 1999; dan di Lampung Selatan tahun 2015.
Konflik agama yang pernah terjadi di sebagian kecil wilayah Indonesia, menjadi lembaran hitam sejarah bagi bangsa dan Negara ini. Seolah menjadi bukti bahwa Indonesia masih sangat rentan terhadap konflik akibat perbedaan keyakinan. Di sinilah peran pemuka agama dalam meredam konflik dan memperkokoh persatuan bangsa.
Dalam meredam konflik yang dibalut isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), peran pemuka agama sangatlah besar. Apalagi di tahun 2018 ini, beberapa wilayah di Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Sedangkan di tahun 2019 akan berlangsung Pemilihan Umu di seluruh negeri. Kedua peristiwa tersebut sangat rentan terhadap perpecahan dan konflik, terutama jika ada yang mengkait-kaitkan dengan isu SARA.
Pada dasarnya konflik terjadi bukan karena adanya perbedaan pandangan akan keyakinan. Namun, lebih kepada aksi individu atau kelompok yang menyulut kemarahan satu kelompok lainnya.. Tentu saja hal ini harus segera diredam, terutama oleh para pemuka agama. Karena jika tidak segera diatasi, maka dampaknya tidak hanya merugikan mereka yang berkonflik, namun juga bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).