Thursday, 15 February 2018 14:13

Budidaya Jamur Morel Rinjani Taman Nasional Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melakukan riset jamur morel di Taman Nasional Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (P3H) Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr Maman Turjaman, di Mataram, Senin (6/2), mengatakan riset tersebut bertujuan untuk memperoleh teknik budi daya jamur morel Rinjani, baik secara in situ dan ex situ.

Maman Turjaman mengatakan, mereka akan melakukan uji coba budi daya di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, dengan lokasi tertentu yang memenuhi syarat untuk jamur bisa tumbuh. Ada 1.000 media tanam yang sudah disiapkan. Ia mengatakan jamur morel yang akan diuji coba untuk dibudidayakan adalah jenis morel Rinjani (morchella crassipes). Penamaan salah satu flora Gunung Rinjani tersebut berdasarkan hasil riset dan pengecekan base jamur morchella di National Center For Biotechnology (NCBI).

Jamur tersebut merupakan hasil temuan dari tim Budi daya Taman Nasional Gunung Rinjani - BTNGR ketika melakukan pemantauan rutin di dalam kawasan pada 2009. Temuan tersebut kemudian dilaporkan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan P3H Bogor, untuk diteliti lebih lanjut.

Dikatakannya, Morel adalah jenis jamur termahal kedua di dunia, setelah jamur truffles. Oleh karena itu mereka termotivasi untuk melakukan riset, meskipun pelaksanaannya pada 2017.

Peneliti Madya P3H Bogor Asep Hidayat, menambahkan jamur morel sudah dibudidayakan secara massal di Eropa, sejak seratusan tahun silam. Namun para peneliti terlebih dahulu melakukan riset sebelum menyebarkan teknologi budi daya kepada masyarakat luas.


Selain di Eropa, lanjut dia, para peneliti jamur di Tiongkok, juga melakukan riset tentang flora yang hanya bisa tumbuh di daerah tropis tersebut sejak 1980. Kemudian pada 1992, para peneliti menemukan formula untuk budi daya, namun baru pada 2012 dilakukan budi daya untuk komersial.

Maman Turjaman mengatakan, untuk 'morel' Rinjani, pihaknya memulai eksplorasi lapangan hingga uji laboratorium pada 2017 hanya dalam waktu 10 bulan. Sekarang akan mencoba teknologi budi dayanya. Jika hasilnya bagus, akan dibudidayakan secara massal.

Sementara itu, Kepala Subbagian Tata Usaha Budi daya Taman Nasional Gunung Rinjani BTNGR Dwi Pangestu, berharap uji coba budidaya jamur "morel" Rinjani di dalam kawasan konservasi bisa membuahkan hasil yang positif.

Dengan begitu, flora tersebut bisa menjadi salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bisa dimanfaatkan dan dibudidayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Gunung Rinjani. Selain Jamur morel Rinjani, kawasan tersebut juga menghasilkan pakis, rumput, tanaman obat, madu, dan buah rotan

Read 1672 times Last modified on Thursday, 15 February 2018 14:21