Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus memacu perluasan tujuan ekspor ke negara baru atau yang disebut sebagai pasar nontradisional. Langkah ini disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiarto Lukita kepada publik dalam kunjungannya ke Shanghai China, Senin kemarin. Dijelaskan bahwa intensifikasi dan ekstensifikasi perdagangan indonesia perlu dilakukan untuk menutup defisit neraca perdagangan Indonesia. Intensifikasi dilakukan untuk produk yang ada, sementara ekstensifikasi pasar dilakukan dengan membuka pasar-pasar baru. Hingga 2020, pemerintah terus berupaya merampungkan perluasan pasar.
Sedikit merunut ke belakang, kondisi neraca perdagangan Indonesia pada bulan April 2019 diterpa defisit sebesar 2,5 miliar dolar AS. Catatan Defisit ini adalah yang terburuk sejak tahun 2013. Hal tersebut disebabkan nilai ekspor yang jatuh hingga 10,8 persen karena pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Walaupun sempat naik kembali hingga mencapai surplus 540 juta dolar AS pada Maret 2019, hingga kini Pemerintah masih terus mencari cara mengatasi defisit neraca perdagangan. Termasuk di dalamnya menggencarkan perluasan perjanjian dagang ke pasar non tradisional.
Sebenarnya, sejak awal tahun 2019, Pemerintah Indonesia telah terus berusaha memperluas akses pasar ekspor, khususnya untuk nonmigas, ke negara-negara non-tradisional. Antara lain melalui misi dagang, promosi ekspor maupun pembentukan perjanjian bilateral. Beberapa upaya dilakukan, misalnya menggelar misi dagang, promosi dagang, hingga kerja sama penugasan khusus pembiayaan ekspor ke negara-negara di kawasan Afrika, Asia Selatan dan Timur Tengah, Selandia Baru, dan Turki. Dalam jangka pendek, kebijakan peningkatan ekspor dilakukan melalui pemilihan komoditas ekspor unggulan, mengurangi biaya dan simplifikasi prosedural ekspor, serta diplomasi ekonomi dan peningkatan akses pasar.
Namun, beberapa hal kiranya perlu menjadi catatan terkait langkah perjanjian dagang dengan negara non tradisional ini. Misalnya Para eksportir kecil dan pemula Indonesia masih kesulitan untuk memanfaatkan potensi pasar di negara mitranya, terutama negara nontradisional, karena terbatasnya informasi yang diterima. Hal ini menjadi salah satu kendala bagi para eksportir meningkatkan ekspornya. Padahal, informasi mengenai potensi dan peluang pasar tersebut merupakan ujung tombak pengembangan ekspor nasional.
Tantangan lainnya adalah, upaya perluasan pasar ke negara nontradisional ini merupakan solusi bersifat jangka pendek. Sebab, Indonesia akan mengalami persaingan ketat ketika negara lain memiliki pemikiran serupa, yakni penetrasi ekspor ke negara-negara baru tersebut. Khususnya ke Afrika yang kini sedang mengalami pertumbuhan penduduk relatif cepat, sehingga kebutuhan terhadap produk tertentu diprediksi meningkat.
Dengan kondisi tersebut, tentu kita berharap langkah perjanjian dagang ke pasar non tradisional ini bisa dilakukan secara komprehensif dan terukur, sehingga capaiannya nanti akan sesuai dengan yang diharapkan: bisa menutupi neraca perdagangan yang defisit.