(voinews.id)Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan penerimaan pajak telah mencapai Rp679,99 triliun per 26 Mei 2022 atau 53,04 persen dari target APBN tahun ini Rp1.265 triliun.
“Ini menjadi jaminan betapa ekonomi kita membaik,” kata Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Yon menjelaskan target Rp1.265 triliun ini akan dicapai melalui pajak penghasilan Rp680,9 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp18,4 triliun, PPN dan PPnBM Rp554,4 triliun serta pajak lainnya Rp11,4 triliun.
Sementara penerimaan yang hingga 26 Mei 2022 mencapai Rp679,99 triliun meliputi PPh Non Migas Rp416,48 triliun, PPh Migas Rp36,03 triliun, PPN dan PPnBM Rp224,27 triliun serta PBB dan pajak lainnya Rp3,21 triliun.p
Selanjutnya Yon merinci perkembangan penerimaan pajak per bulan tahun ini meliputi Rp109,1 triliun pada Januari, Rp90,3 triliun pada Februari, Rp123 triliun pada Maret, Rp245,2 triliun pada April dan Rp112,39 triliun pada Mei.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan DJP Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengaku optimis penerimaan pajak tahun ini akan tumbuh double digitatau mencapai Rp1.450 triliun sampai Rp1.485 triliun dari target dalam APBN sebesar Rp1.265 triliun.
“Kita optimis tahun ini bisa tumbuh double digit,” tegasnya.
Beberapa strategi dilakukan oleh DJP untuk mencapai perkiraan penerimaan tersebut seperti pengawasan pembayaran masa, pengujian kepatuhan material maupun penyempurnaan mulai dari regulasi, proses bisnis dan sumber daya manusia.
antara
(Voinews.id)Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Amina J. Mohammed berharap Indonesia selaku ketua G20 tahun ini dapat mendorong negara-negara anggota berinvestasi lebih banyak di sektor manajemen risiko bencana.
Alasannya, berbagai program dan aksi mengurangi risiko bencana di tingkat nasional, kawasan, dan dunia membutuhkan pembiayaan yang berkelanjutan.
“Kami menyadari Indonesia sebagai ketua G20 dapat meneruskan pesan mengenai pentingnya meningkatkan investasi di program dan aksi yang bertujuan mengurangi risiko bencana,” kata Amina menjawab pertanyaan ANTARA saat ditemui usai menghadiri pembukaan Sesi Ke-7 Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (GPDRR) di BNDCC Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.
Menurut dia, pesan itu penting untuk digaungkan oleh Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang bakal digelar di Bali pada Oktober—November 2022.
“Investasi di bidang itu dapat memperkuat upaya membangun resiliensi (ketahanan) masyarakat yaitu untuk bangkit setelah menghadapi bencana,” kata dia.
Ia lanjut menyampaikan tujuan lain meningkatkan investasi di program dan aksi pengurangan risiko bencana juga dapat membantu pencapaian SDGs (Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan) sebagai agenda pembangunan dunia yang ditargetkan selesai pada 2030.
Oleh karena itu, ia berharap hasil pertemuan pada GPDRR Ke-7 pada 25–28 Mei 2022 dapat menjadi bekal bagi Indonesia saat memimpin KTT G20, terutama terkait misi mengajak negara-negara anggota terlibat dalam upaya bersama mengurangi risiko bencana di tingkat nasional, regional, dan dunia.
Amina, pada kesempatan yang sama, menilai Indonesia memiliki pengalaman yang cukup lengkap dalam aksi kesiapsiagaan bencana.
“Kami menyadari Indonesia telah memiliki pusat komando kebencanaan, yang salah satunya ada di 91 Command Center ITDC Bali. Ada banyak data (kebencanaan) yang dihimpun di sana, dan berbagai kebijakan yang melibatkan masyarakat, sekolah, juga telah dilakukan,” kata Wakil Sekjen PBB itu.
Ia pun memuji berbagai program dan aksi kesiapsiagaan bencana yang telah dilakukan oleh Indonesia.
“Meskipun ada 3.000 bencana yang terjadi di Indonesia tahun lalu, tetapi jumlah korban jiwa relatif rendah. Indonesia terbukti mampu memimpin dalam isu-isu kebencanaan,” kata Amina kepada media usai acara pembukaan GPDRR.
antara
(voinews.id)Anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Kepulauan Riau Indrawan berpendapat bahwa kampanye yang dilakukan peserta pemilu dan peserta pilkada serentak tahun 2024 di media sosial rawan konflik.
"Konflik terjadi lantaran perbedaan kepentingan politik sehingga menimbulkan persoalan-persoalan lain, seperti ketersinggungan hingga gesekan antarkelompok pendukung," kata Indrawan di Tanjungpinang, Kamis.
Penggunaan kalimat yang tidak baik, saling mengejek atau menghina pribadi peserta pemilu maupun pendukungnya, menyinggung SARA, dan hal-hal negatif lainnya potensial mengubah konflik di dunia maya menuju dunia nyata. Padahal kondisi seperti itu tidak perlu terjadi jika seluruh peserta pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 dapat menahan diri dan saling menghormati.
Perdebatan di grup media sosial seperti whatsApp dan Facebook, menurut dia, cenderung memanas lantaran salah satu pihak atau masing-masing pihak mempertahankan argumen atau persepsi. Belum lagi persoalan yang muncul akibat akun bodong, yang ikut dalam perdebatan itu, dan cenderung provokatif.
"Itu pengalaman hasil pengawasan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020," ujarnya.
Indrawan mengemukakan media sosial dan media siber potensial menjadi sarana utama yang dimanfaatkan peserta Pemilu 2024 untuk kampanye karena pelaksanaan tahapan kampanye pada Pemilu 2024 diperkirakan lebih singkat dibanding pemilu sebelumnya.
Masa kampanye Pemilu 2024 diperkirakan hanya 75 hari, sementara pada Pemilu 2019 mencapai 90 hari. Tahapan pemungutan suara dilaksanakan pada 14 Februari 2024 sehingga tahapan kampanye berakhir pada 10 Februari 2024 atau sebelum memasuki masa tenang.
"Artinya, tahapan kampanye mulai diselenggarakan pada Desember 2023," ucapnya.
Masa kampanye yang relatif singkat itu, katanya, kemungkinan dimanfaatkan peserta kampanye dengan menyosialisasikan diri dan program melalui media sosial dan media siber.
"Karena media sosial dan media siber dianggap memiliki jangkauan yang lebih luas dan lebih efisien," ucapnya.
Menurut dia, persoalan potensial muncul bila sistem pengawasan tidak dibangun dengan baik. Peraturan dalam kampanye melalui media sosial dan media siber, termasuk sistem pengawasannya, kata mengingatkan, perlu dibangun agar peserta pemilu mematuhinya.
"Upaya pencegahan perlu dilakukan jajaran Bawaslu dan seluruh pihak yang berwenang," katanya.
antara
(voinews.id)Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan pembiayaan yang memadai dapat meningkatkan ketahanan kesehatan global yang dapat dicapai dengan teknologi.
"Di bidang teknologi, ada kebutuhan mendesak untuk mendorong kolaborasi yang lebih kuat antara sektor publik dan swasta untuk melipatgandakan investasi dalam R&D vaksin dan pusat manufaktur vaksin," kata Airlangga dalam workshop bertema “Equitable Global Vaccine Manufacturing” di pertemuan tahunan WEF sebagaimana dikutip dari keterangan resmi, Kamis. Pengembangan vaksin juga harus mempertimbangkan karakteristik khusus suatu negara, misalnya vaksin berbasis mRNA akan lebih murah jika diproduksi di negara dengan bahan baku yang melimpah dan mudah didapat seperti Indonesia.
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga berbicara mengenai pentingnya SDM kesehatan dunia. Menurutnya saat ini negara maju sulit meregenerasi talenta kesehatan karena penurunan pertumbuhan penduduk dan fenomena silver economy.
Sementara itu sekolah kedokteran di negara berkembang masih mahal, distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, dan kekurangan pelatihan berbasis kompetensi. Terakhir, Menko Airlangga menggarisbawahi biaya perawatan kesehatan yang terus meningkat secara global, hingga pemangku kepentingan harus didorong untuk menerapkan pembagian biaya dan perbedaan biaya.
“Kita juga perlu bersiap menghadapi pandemi di masa depan. Oleh karena itu, melalui Joint Finance and Health Task Force, G20 sepakat untuk tidak mengabaikan kesenjangan pembiayaan dalam kesiapsiagaan dan respons pandemi (pandemic preparedness and response) dan menjajaki pembentukan mekanisme pembiayaan baru,” pungkas Menko Airlangga.
antara