Kemlu kembali menyerahterimakan seorang sandera, Usman Yunus, yang dibebaskan dari Filipina Selatan. Serahterima dilakukan oleh Wakil Menteri Luar Negeri kepada wakil keluarga yang didatangkan dari Polewali, Mandar, Sulawesi Barat. Kepulangan Usman ke tanah air didampingi langsung oleh Duta Besar RI Manila, Sonny Sarundajang.
"Pemerintah menggunakan seluruh asetnya dalam rangka membebaskan para sandera. Tapi situasi di Filipina Selatan akibat darurat militer, membuat upaya harus dilakukan secara sangat hati-hati guna memastikan keselamatan sandera", ujar Wamenlu, A.M. Fachir, kepada keluarga yang menerima Usman.
Usman Yunus dibebaskan pada tanggal 7 Desember 2018. Setelah dibebaskan, Usman menjalani proses pemeriksaan kesehatan di RS Angkatan Bersenjata di Jolo, Sulu, Filipina Selatan. Selanjutnya Usman dibawa ke Manila guna menyelesaikan administrasi keimigrasian untuk pemulangannya ke tanah air.
"Terima kasih Bapak Presiden dan Bu Menlu, saya hampir putus asa. Alhamdulillah suami saya bebas", ujar istri Usman, Julianti, kepada Wamenlu saat dipertemukan dengan Usman.
Usman Yunus bersama dengan 1 (satu) orang WNI/ABK lainnya diculik oleh kelompok bersenjata di perairan dekat Pulau Gaya, Samporna, Sabah, pada 11 September 2018. Usman berada dalam penyanderaan selama 2 bulan 26 hari.
"Atas arahan Menlu, saya berkomunikasi langsung dengan Presiden Duterte untuk mengupayakan pembebasan. Karena itu semua pihak di Filipina mendukung upaya yang kita lakukan", terang Duta Besar Sonny Sarundajang.
Sejak 2016 hingga November 2018 sebanyak 34 WNI disandera di Filipina Selatan. 33 diantaranya sudah berhasil dibebaskan. Pemerintah Indonesia akan terus mengupayakan pembebasan WNI yang masih disandera. Pada saat yang sama, KJRI Kota Kinabalu dan KRI Tawau terus menghimbau agar WNI yang bekerja sebagai nelayan di wilayah Sabah untuk tidak melaut hingga adanya jaminan keamanan dari otoritas Malaysia.(Kemlu)
Menteri Luar Negeri menekankan pentingnya peran diplomat-diplomat Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri saat membuka Seminar Internasional dalam Rangka 61 Tahun Deklarasi Djuanda di Universitas Pancasila dengan tema “The Implementation of UNCLOS 1982: ASEAN Perspective".
Utamanya, saat memperjuangkan status sebagai Negara Kepulauan, yang dimulai dari Deklarasi Djuanda dan terus berlanjut hingga diplomasi maritim dewasa ini.
Para pembicara pada Seminar Internasional ini antara lain H.E. Amb. Pham Vinh Quang (Duta Besar Vietnam untuk Indonesia), Dr. iur. Damos Dumoli Agusman, S.H., M.A. (Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia), H.E. Amb. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A. (Ketua Jurusan Hukum Internasional Universitas Pancasila), dan Laksamana Pertama Dr. Kresno Buntoro, S.H., LL.M. (Kepala Dinas Hukum Angkatan Laut Republik Indonesia).
Hal-hal yang dikemukakan para pembicara dalam Seminar Internasional ini secara garis besar adalah praktek negara-negara ASEAN dalam menjalankan ketentuan UNCLOS 1982. Negara-negara ASEAN yang menjadi pihak dari UNCLOS 1982 telah menunjukan upayanya dalam menerapkan UNCLOS 1982. Dijelaskan pula pengaturan-pengaturan dan mekanisme penarikan garis delimitasi maritim di dalam UNCLOS 1982. Selain itu, salah satu pembicara juga menguraikan tentang kejahatan maritim transnasional dan penegakan hukum dalam konteks/perspektif hukum internasional. (kemlu)
Radio Republik Indonesia ajak generasi millenial menjadi pemilih aktif melalui kegiatan Talk Show Memilih itu Juara Pemilih Berdaulat Negra Kuat yang digelar di Auditorium UNNES, Kamis (13/12/2018) Dewan Pengawas LPP RRI, Tantri Relatami mengatakan sebagai insan media RRI merasa perlu mengajak generasi muda untuk tidak apatis dan sebaliknya harus optimis
“Pemilih pemula banyak yang tidak paham, ada ketalkutan ada kecemasan, dan kita mencba agar mereka tidak apatis. Nah tugas dari RRI memberikan pengetahuan pengetahuan apa apa saja yang harus dilakukan pemilih pemula. Jadi mereka sangatWelcome” terangnya
Kepala Kantor Kementrian Pertahanan Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah Marsekal Pertama TNI Latif Ainul Yaqin dalam kegiatan tersebut mengatakan satu suara millenial akan menentukan nasib bangsa ini//. Untuk itu ia mengingatkan agar sebelum memilih kalangan millenial patut mengetahui sosok yang dipilih beserta visi misinya.
“Buang jauh- jauh untuk golput, jika adik- adik (Mahasiswa) berniat golput berarti adik- adik tidak ingin menunjukan eksistensi kedaulatan yang dimiliki saat ini”
Dalam kesempatan yang sama Komisioner KPU Jawa Tengah, Putnawati menekankan agar mahasiswa memastikan namanya telah terdaftar dalam Daftar Pemilih tetap/ yang telah ditetapkan KPU
“Bagaimana menjadi juara? Tentu harus mengecek nama terdaftar di DPT, setelah terdaftar tentu generasi millenial perlu tau tata cara mencoblos agar yang dicoblos surat suaranya sah. Yang selanjutnya adalah tau siapa calon yang akan dicoblos,” jelasnya
Adapun untuk mendukung peran millenial, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UNNES DR Abdulrahman, akan beri konpensasasi libur hingga 3 hari pada 36 ribu mahasiswa UNNES dari berbagai penjuru Indonesia untuk memilih pada gelaran pemilu serentak 2019
“Upaya ini diperuntukan agar para mahasiswa memilih dan yang kampung halamannya jauh dapat pulang untuk menyalurkan hak suaranya,” imbuhnya
Sementara itu, dalam Talk Show yang digelar RRI ini diikuti oleh 3 ribu lebih mahasiswa bidik misi UNNES, sebagian kecil diantaranya taruna Polimarin Semarang, Mahasiswa Farming Semarang, UNIKA dan UPGRIS Semarang.rri.co.id
Indonesia sejak pemerintahan presiden pertama Soekarno, merupakan negara yang aktif menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara luar. Termasuk, dengan negara-negara yang berada di benua Afrika. Senegal, yang merupakan negara diwilaya Afrika Barat, juga tidak luput dari keseriusan Indonesia dalam menjalin hubungan bilateral dengan negara di kawasan Afrika tersebut.
Salah satu institut manajemen dan bahasa di kota Dakar, Institute Superior Management (ISM), sejak 2013 bahkan menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang diperkenalkan kepada para mahasiswa. Para jurnalis media nasional yang diundang oleh kementerian luar negeri RI bagi program Journalist Visit Program (JVP), berkesempatan melihat langsung antusiame mahasiswa Senegal belajar bahasa Indonesia.
Kepala hubungan internasional ISM, Youssupha Simeon, mengatakan, pembelajaran bahasa Indonesia di ISM, merupakan pengenalan dan eksplorasi bagi mereka yang berminat, dengan durasi pembelajaran selama 1 tahun. "Satu tahun untuk menggali mengenai Indonesia dan hal itu adalah untuk belajar mengenai kebudayaan dan tentunya bahasa Indonesia itu sendiri. Program itu memang bukan termasuk dalam mata pelajaran wajib perkuliahan, namun lebih kepada sebagai upaya untuk menggali lebih dalam mengenai Indonesia selama setahun,"ungkap Youssupha Simeon di Dakar, Selasa (11/12/2018).
Yahya, mengatakan, ia tertarik untuk belajar bahasa Indonesia dan mengenal kebudayaan Indonesia, pada tahun ajaran baru nantinya. "Saya sangat senang dengan Indonesia dan masyarakat, apalagi Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dunia. Saat ini memang saya belum belajar langsung mengenai bahasa Indonesia, tapi saya akan menekuninya dan itu akan menjadi salah satu modal bagi saya dalam mempraktekkan ilmu manajemen saya setelah lulus nantinya,"ujar Yahya.
Bahkan, Fatou yang perah menempuh pendidikan S2 di universitas Airlangga, Surabaya itupun, menyebut, jika dipelajari dengan tekun, maka dalam jangka waktu 3 bulan orang asing akan dengan lancar berbahasa Indonesia. "Dan, bahasa Indonesia itukan tidak konjungsinya. Jadi, itu gampang dengan bahasa Indonesia dan 3 bulan bisa lancar,"tambah perempuan pecinta rendang ini. Sebagai negara yang merupakan jajahan Perancis, bahasa Perancispun menjadi bahasa utama di Senegal. Meski demikian, terbukanya akses bagi masyarakat setempat untuk mengenal bahasa asing, saat ini terbuka lebar. Seperti melalui ISM, yang juga membuka kursus bahasa Asia selain Indonesia, Seperti, Jepang, Korea, serta China. (KBRN)