Akbar

Akbar

08
February

 

(voinews.id)- Tim penyelamat pada Selasa masih "berpacu dengan waktu" untuk menemukan korban di bawah reruntuhan bangunan ketika jumlah kematian akibat gempa di Turki dan Suriah melewati angka 5.000. Gempa dengan magnitudo 7,8 itu mengguncang pada Senin pagi dan diikuti sebuah gempa lain beberapa jam kemudian. Ribuan bangunan ambruk, gedung-gedung rumah sakit dan sekolah hancur, dan puluhan ribu orang terluka dan kehilangan tempat tinggal di beberapa kota di Turki dan Suriah.

Seorang pejabat PBB mengatakan ribuan anak kemungkinan termasuk di antara mereka yang kehilangan nyawa. Cuaca musim dingin menghambat upaya pencarian dan pengiriman bantuan, serta menambah penderitaan mereka yang kehilangan rumah.

Di beberapa kawasan, warga terpaksa hidup tanpa aliran listrik dan bahan bakar. Para pejabat bantuan mengkhawatirkan situasi di Suriah yang telah dilanda krisis kemanusiaan setelah hampir 12 tahun diamuk perang saudara.

Di Turki, angka kematian bertambah menjadi 3.419 orang pada Selasa pagi, kata Wakil Presiden Fuat Oktay. Menurut pemerintah Suriah, jumlah korban tewas di negara ini mencapai 1.600 lebih. Pihak berwenang di Turki mengatakan 13,5 juta orang terdampak oleh bencana itu di kawasan sepanjang 450 km dari Adana di barat hingga Diyarbakir di timur, dan 300 km dari Malatya di utara sampai Hatay di selatan. Otoritas Suriah menerima laporan korban tewas sampai sejauh Hama di selatan yang berada sekitar 100 km dari pusat gempa.

"Sekarang (kita) berpacu dengan waktu," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa. "Setiap menit, setiap jam yang berlalu, peluang menemukan penyintas yang masih hidup semakin kecil," katanya.

Para penyelamat berjuang siang dan malam untuk mencari korban selamat. Di sekitarnya, warga menunggu dalam duka dan berharap kerabat mereka yang hilang bisa ditemukan dalam keadaan hidup.

 

antara

08
February

 

(voinews.id)- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menegaskan pada Selasa bahwa Rusia akan terus membantu Mali untuk meningkatkan kemampuan militer mereka, sebuah kemitraan yang telah memicu kekhawatiran Barat. Lavrov berbicara selama kunjungan ke negara Afrika Barat itu, di mana kelompok militan yang terkait dengan Al Qaida dan ISIS telah melakukan pemberontakan selama satu dekade dan telah merembet ke negara-negara tetangga.

Pemerintah Barat mengkhawatirkan keterlibatan Wagner, tentara bayaran asal Rusia di Mali, yang juga berperang bersama tentara Rusia di Ukraina. Perserikatan Bangsa-Bangsa pekan lalu menyerukan penyelidikan independen atas kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh pasukan pemerintah Mali dan Wagner. Mali, yang pemerintahnya mengambil alih kekuasaan dalam kudeta militer pada 2021, sebelumnya mengatakan pasukan Rusia di sana bukanlah tentara bayaran, melainkan pelatih yang membantu pasukan lokal dengan peralatan yang dibeli dari Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tahun lalu bahwa pemerintah Rusia tidak ada hubungannya dengan tentara bayaran asal Rusia yang bekerja di Mali.

Dia menambahkan bahwa negara Afrika itu memiliki hak untuk bekerja dengan perusahaan swasta Rusia. Kantor berita Rusia RIA yang mengutip Lavrov mengatakan bahwa Moskow berharap untuk segera mulai mengirimkan gandum, pupuk, dan produk minyak ke Mali. Lavrov telah mengunjungi sejumlah negara Afrika baru-baru ini ketika Moskow, yang terkena sanksi Barat atas perangnya di Ukraina, berupaya mempererat hubungan perdagangan dan kemitraan strategis di kawasan lain.

 

Sumber: Reuters

08
February

 

(voinews.id)- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Selasa mengumumkan keadaan darurat selama tiga bulan yang mencakup 10 provinsi di bagian selatan Turki yang dilanda gempa bumi dahsyat, dan menyatakan sebagai zona bencana untuk meningkatkan upaya penyelamatan. Langkah itu dilakukan saat jumlah korban tewas dari dua gempa bumi besar pada Senin yang melanda Turki dan Suriah sudah melebihi angka 5.000. Tim penyelamat berpacu dengan waktu untuk menggali orang tertimbun puing-puing bangunan yang runtuh.

Mengumumkan keadaan darurat membuat presiden dan kabinet tidak perlu meminta persetujuan parlemen dalam memberlakukan undang-undang baru dan untuk membatasi atau menangguhkan hak dan kebebasan yang mereka anggap perlu. "Kami telah memutuskan untuk mengumumkan keadaan darurat guna memastikan operasi dilakukan dengan cepat," kata Erdogan dalam pidato keduanya sejak gempa pertama melanda Senin pagi.

Dia mengatakan keadaan darurat akan berlangsung selama tiga bulan yang artinya akan berakhir sesaat sebelum pemilihan presiden dan legislatif yang dijadwalkan pada 14 Mei. Keadaan darurat juga bisa diperpanjang. Erdogan sebelumnya pernah mengumumkan keadaan darurat nasional pada Juli 2016 setelah kudeta militer yang gagal. Erdogan juga mengatakan 70 negara telah menawarkan bantuan dalam operasi pencarian dan penyelamatan dan Turki berencana menjadikan hotel di pusat pariwisata Antalya untuk menampung orang-orang yang terkena dampak gempa.

 

Sumber: Reuters

08
February

 

(voinews.id)- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara masih mencari sejumlah WNI yang hilang kontak di Turki setelah kejadian gempa bumi Magnitudo (M) 7,8 yang mengguncang wilayah Turki dan Suriah pada Senin (6/2). Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal menuturkan bahwa KBRI Ankara telah mengidentifikasi 10 WNI yang mengalami luka-luka, empat di antaranya sudah mendapat perawatan di rumah sakit setempat, sedangkan enam lainnya harus dievakuasi ke Ankara.

"Di luar itu ada seorang ibu dengan dua anak yang sampai saat ini belum berhasil kami hubungi," ungkap Iqbal dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa. Selain itu, KBRI juga masih berusaha untuk mencari dua orang pekerja spa terapis di Dyarbakir, yang hingga saat ini belum memberikan respons saat dihubungi. KBRI, kata dia, terus berkoordinasi dengan otoritas setempat didukung dengan pencarian melalui simpul-simpul masyarakat Indonesia dan Satgas Perlindungan WNI setempat guna mencari keberadaan mereka.

Iqbal menambahkan bahwa pihaknya bersama tim KBRI sedang dalam perjalanan ke Gaziantep untuk memberikan bantuan kemanusiaan sekaligus mengevakuasi 104 WNI yang berada di lima wilayah terdampak gempa untuk kemudian dibawa ke Ankara. Sebanyak 104 WNI itu terdiri atas 40 orang dari Gaziantep, 40 orang dari Kahramanmaras, 14 dari Dyarbakir, 9 dari Hatay, serta 1 WNI dari Adana. Para WNI tersebut dievakuasi karena tempat tinggal maupun asrama mereka telah hancur, sementara penampungan yang disediakan otoritas setempat sudah melebihi kapasitas. Iqbal menyampaikan bahwa proses evakuasi WNI yang berada di Gaziantep, Kahramanmaras, dan Hatay ke Ankara kemungkinan bisa dilakukan pada Selasa malam ini.

"Kami sudah menyiapkan tempat di Wisma Duta di Ankara, di kediaman saya. Di sana sudah disediakan tempat yang dapat menampung 110 orang untuk bisa bertahan dalam jangka waktu yang cukup panjang," tuturnya. Gempa bumi dahsyat bermagnitudo 7,8 pada Senin (6/2) mengguncang daerah tengah dan tenggara Turki, serta bagian utara Suriah yang berbatasan dengan Turki. Menurut badan penanggulangan bencana dan kedaruratan Turki (AFAD), sudah lebih dari 200 gempa susulan mengguncang wilayah-wilayah selatan negara ini.

Laman harian Hurriyet mengungkapkan total 5.775 bangunan ambruk di 10 provinsi di Turki dan angka ini belum termasuk bangunan ambruk di Suriah. Daerah bencana terparah dengan jumlah korban jiwa terbanyak terletak di Pazarcık, Elbistan and Türkoglu, Provinsi Kahramanmaras. Wakil Presiden Turki Fuat Oktay pada Selasa mengatakan bahwa jumlah korban tewas akibat gempa bumi kini bertambah menjadi 3.419 orang. Adapun total korban yang tewas termasuk dengan korban yang ada di Suriah kini tercatat menjadi lebih dari 5.000 orang.

 

antara