Sekretaris Jederal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengencam keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menghentikan bantuan dana kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tengah Pandemi virus corona (COVID-19). Dikutip dari CNNIndonesia yang melansir AFP, Kamis (16/4), Guterres menegaskan, sekarang bukan saatnya untuk mengurangi sumber daya untuk kegiatan WHO atau lembaga kemanusiaan lainnya yang tengah berjuang menghadapi virus.
Bahkan salah satu orang terkaya di dunia sekaligus pendiri Microsoft, Bill Gates menyatakan keputusan Trump untuk menghentikan sumbangan dana untuk WHO sangat berbahaya. Trump beralasan jika penghentian sementara pendanaan untuk WHO karena ia menuduh jika WHO keliru dalam mengambil kebijakan dan menutupi penyebaran virus corona. (rri)
Pemerintah Federal Australia, Kamis, mendorong para pemimpin negara-negara bagian untuk kembali membuka sekolah sebagai langkah awal untuk melonggarkan kebijakan pembatasan sosial yang telah membantu mengurangi penyebaran virus corona di negara itu. Sejauh ini, Australia relatif dapat menekan angka kasus COVID-19 dibandingkan sejumlah negara lain di seluruh dunia.
Menurut catatan situs worldometers.info, Australia mempunyai rasio sebesar 253 kasus infeksi per satu juta populasi, dan 2 kasus kematian dengan perbandingan yang sama. Persentase kasus baru harian konsisten di satu digit, sementara beberapa pekan lalu mencapai 25%. Australia mengambil kebijakan menutup restoran, bar, dan toko yang dianggap tidak utama, serta mengancam dengan denda dan penjara untuk mencegah berkumpulnya lebih dari dua orang di tempat umum. (antara)
Di tengah pandemi Covid-19, penjara menjadi tempat berisiko. Banyak penjara di berbagai negara, termasuk Indonesia dinilai tak layak huni karena kelebihan kapasitas. Kelebihan kapasitas ini membuat tahanan dan para staf rentan terhadap Covid-19. Apalagi, para tahanan kerap ditempatkan dalam kondisi lingkungan kotor dan fasilitas kesehatan tak memadai.
Kebijakan jaga jarak alias ‘Social Distancing’ mustahil diterapkan dalam kondisi penjara dengan kelebihan kapasitas. Perserikatan Bangsa-Bangsa –PBB telah mendesak pemerintah untuk membebaskan narapidana berisiko rendah.
Sesuai peringatan PBB, banyak negara telah melepaskan para narapidana. Di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan dan membebaskan 36.554 narapidana dewasa dan anak di seluruh Indonesia melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan Covid-19. Asimilasi adalah pembinaan narapidana dewasa dan anak dengan membiarkan mereka hidup berbaur di lingkungan masyarakat. Sedangkan, integrasi adalah pembebasan narapidana yang telah memenuhi syarat untuk bebas bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang pembebasan.
Keputusan tersebut menjadi polemik di masyarakat setelah informasi hoax ramai beredar di masyarakat. Kabar menyebut banyaknya mantan narapidana yang kembali melakukan tindak kriminal, setelah dibebaskan di lingkungan masyarakat.
Masyarakat diminta untuk tidak percaya informasi palsu atau hoak. Karena berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia, sampai saat ini, tercatat 12 narapidana yang kembali melakukan tindak kriminal dari sekitar 36.554 yang sudah dibebaskan.
Masyarakat tidak perlu kawatir berlebihan jika ada segelintir residivis yang kembali melakukan tindak kriminal. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah menginstruksikan bahwa narapidana yang kembali melakukan tindak kejahatan setelah bebas akan diberi sanksi berat.
Menurut Kriminolog Leopold Sudaryono, fenomena orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan serupa merupakan hal umum yang sering terjadi di beberapa negara. Dia juga menjelaskan bahwa berdasarkan data selama 2020, angka kejahatan residivis adalah 0.05%. Angka ini turun jika dibadingkan tahun sebelumnya.
Masyarakat perlu mendukung pembebasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan Covid-19 dengan cara menerima mereka kembali di tengah masyarakat.
Masyarakat perlu memahami bahwa pembebasan narapidana menjadi pilihan terakhir untuk meminimalisir terjadinya penyebaran Covid-19 di dalam penjara.
Pandemi COVID 19 menjadi topik bahasan para pemimpin Perhimpunan Negara Negara Asia Tenggara ( ASEAN ) pada KTT yang berlangsung kemarin Selasa (14/4). Dampak meluas di berbagai kehidupan bangsa, menjadi keprihatinan mendalam para pemimpin Asean.
Berbeda dengan yang berlangsung sebelumnya, Konferensi para pemimpin ASEAN ini tidak dilaksanakan secara tatap muka melainkan dilaksanakan online melalui video conference. Ini dilakukan sehubungan merebaknya COVID 19 di seluruh negara anggota Asean.
Ketika membuka KTT melalui Video Conference, dari Hanoi, Selasa 14 April, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc memuji komitmen para pemimpin ASEAN dalam memerangi pandemi yang disebabkan virus Convid 19. Vietnam yang sedang menjabat sebagai ketua ASEAN mengungkapkan keprihatinan atas dampak yang ditimbulkan terhadap sosial ekonomi dan kehidupan masyarakat.
Untuk mengatasi itu Perdana Menteri Vietnam mengemukakan pentingnya upaya mengalokasikan dana khusus untuk mengatasi krisis akibat pandemi yang disebabkan virus Corona. Dalam pidatonya Perdana Menteri Vietnam menyerukan dibukanya kembali jalur perdagangan guna menjaga ketersediaan bahan pangan dan mencegah terjadinya peningkatan pengangguran.
Negara negara ASEAN khususnya yang mengandalkan kunjungan wisatawan asing sebagai pemasukannya sangat terpukul akibat pandemik Covid 19. Secara ekonomis, Thailand yang merupakan anggota ASEAN, mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Padahal Thailand sebelumnya menempati urutan kedua dalam pertumbuhan ekonomi di antara anggota ASEAN. Dari sisi perkembangan pandemi Convid 19, Vietnam dikabarkan memiliki jumlah yang terinfeksi cukup rendah. Vietnam mencatat keberhasilan dalam menahan laju infeksi Corona berkat diberlakukannya karantina secara intensif dan social distancing yang ketat.
Seruan Perdana Menteri Vietnam dalam pembukaan KTT online itu mendapat sambutan positif para pemimpin ASEAN. Walaupun tingkat penambahan orang yang terinfeksi di masing masing negara berbeda, semua anggota ASEAN memiliki keprihatinan yang sama. Pemerintah setiap negara berusaha sekuat tenaga memerangi Convid 19. Keprihatinan bersama para pemimpin ASEAN ini pun membangkitkan komitmen bersama dalam melindungi rakyat dari bahaya Convid 19.