25
July

 

(Voinews) Pemerintah India membantah studi terbaru yang menyebut jutaan orang telah meninggal di negara itu akibat COVID-19, beberapa kali lipat dari jumlah resmi hampir 420.000 kematian. Seperti diberitakan kantor berita AFP, Jumat (23/7/2021), pada hari Selasa (20/7) waktu setempat, sebuah studi oleh kelompok riset Amerika Serikat, Center for Global Development, menyebut antara 3,4 juta hingga 4,7 juta orang telah meninggal di India karena infeksi virus Corona, antara delapan dan 11 kali lipat dari jumlah resmi. Angka tersebut menjadikan India sebagai negara dengan jumlah kematian tertinggi di dunia. Saat ini jumlah korban resmi kematian karena Corona di India sebanyak 419.000 kematian. Namun, pemerintah India mengatakan pada hari Kamis (22/7) waktu setempat membantah studi tersebut dan menyebutnya sebagai asumsi yang berani, bahwa kemungkinan setiap orang yang terinfeksi meninggal adalah sama di seluruh negara. Pemerintah India menyebut studi itu mengabaikan "faktor-faktor diantaranya ras, etnis, dan konstitusi genomik suatu populasi, tingkat paparan sebelumnya terhadap penyakit lain.DETIK

24
July

 

(Voinews) Aksi protes pendukung mendiang Presiden Haiti Jovenel Moise mengguncang kampung halaman pemimpin yang terbunuh itu dalam dua hari terakhir, ketika para pekerja yang menyiapkan pemakamannya pada Jumat. Mereka bekerja hingga malam agar dapat tepat waktu menyelesaikan auditorium darurat untuk pemakaman Moise. Moise ditembak mati di rumahnya di Port-au-Prince pada awal Juli, dan peristiwa pembunuhan itu memicu krisis politik di negara Karibia tersebut yang sedang berjuang mengatasi kemiskinan dan pelanggaran hukum. Di atas tanah milik keluarga, di mana Moise pernah tinggal saat masih anak-anak, makam presiden Haiti yang tewas dibunuh itu dibangun, sebagian berada di bawah naungan pohon buah-buahan. Letaknya hanya beberapa langkah dari makam ayah Moise yang wafat tahun lalu.REUTERS/ANTARA

24
July

 

(Voinews) Kasus infeksi virus Corona varian Delta tengah melonjak di seluruh Amerika Serikat. Melihat lonjakan tersebut, semakin banyak pejabat dan anggota parlemen Partai Republik ikut menyerukan warga untuk melakukan vaksinasi. Kematian karena COVID-19 dan tingkat rawat inap meningkat secara nasional, dengan sebagian besar kematian baru dan kasus serius tercatat di antara yang tidak divaksinasi. Seperti diberitakan kantor berita AFP, Jumat (23/7/2021), ini terjadi di tengah perpecahan politik atas respons pandemi dan maraknya hoaks ataupun disinformasi yang membuat jutaan warga Amerika enggan untuk divaksin. Selama berbulan-bulan kaum konservatif yang curiga terhadap pemerintah dan bersikeras mempertahankan kebebasan pribadi telah mengadakan protes anti-vaksinasi di New Hampshire, California, dan di tempat-tempat lain. Namun, dengan keragu-raguan akan vaksin Corona yang sangat tinggi di negara-negara bagian seperti Arkansas, Florida, dan Missouri, telah memicu penularan virus Corona. Para pemimpin Republik kini meningkatkan upaya untuk membujuk mereka yang skeptis, agar mau divaksin.DETIK

23
July

VOI NEWS Pemerintah Jerman memperkirakan 158 orang masih hilang akibat banjir bandang yang melanda melanda Eropa barat pekan lalu. Banjir itu menghancurkan Jerman, Belgia dan Belanda. Para pejabat Jerman khawatir ratusan orang yang masih hilang itu tidak bisa ditemukan lagi. Korban meninggal akibat banjir terus bertambah menjadi 205 jiwa di seluruh Eropa, sementara total yang terhitung setidaknya ada 176 orang.

 Wakil presiden badan federal Jerman untuk bantuan teknis, Sabine Lackner, mengatakan kepada CNN, pada Kamis, kecil kemungkinan petugas darurat dapat menemukan lagi korban selamat. Sementara itu di Belanda tidak ada korban jiwa. Sistem pengelolaan air dan kesiapan para pejabat di negara itu mampu menangani banjir jauh lebih baik daripada tetangganya Jerman dan Belgia. Namun, puluhan ribu orang harus dievakuasi dari Belanda. (cnnindonesia)