Sunday, 03 June 2018 00:00

Melestarikan Jam Matahari

Written by 
Rate this item
(2 votes)

Pada masa lalu, arloji atau jam tangan masih menjadi aksesoris yang mewah dan hanya dimiliki oleh orang tertentu saja. Semasa kejayaan Keraton Kasunanan Surakarta, masyarakat muslim dapat mengetahui masuknya waktu sholat melalui alat bernama jam istiwa' atau jam matahari. Saat ini, jam istiwa’ tersebut masih dapat ditemui di halaman Masjid Agung Keraton Surakarta. Masjid peninggalan Raja Paku Buwono XI, yang dibangun pada 1733 dan menjadi kebanggaan kota Solo.

meskipun terletak di tempat terbuka, tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan jam istiwa’ ini. Letaknya berada di bagian kiri halaman masjid. Meski sudah berusia seratus tahun lebih, kondisinya masih kokoh, bersih, dan terawat. Jam istiwa' itu diletakkan di atas tembok kokoh dan ditutup dengan kaca bening terbuka. Masyarakat yang sedang melintas dapat dengan leluasa melihat jam kuno itu. Jam ini terbuat dari pelat tembaga ditekuk sampai berbentuk setengah lingkaran. Di permukaannya terdapat guratan garis-garis dan angka-angka penunjuk waktu. Sedangkan sebuah besi berbentuk paku dengan posisi horisontal mengarah ke utara dan selatan terpasang di atas cekungan. Abdul Basyir, takmir masjid mengatakan, jam matahari itu masih berfungsi optimal jika kondisi cuaca cerah. Seperti untuk sholat zuhur. Menurut Basyir, tingkat ketepatan jam istiwa' sebagai penentu waktu shalat bias dipercaya. Namun jika cuaca mendung, jam istiwa’ tidak dapat bekerja efektif.

Selain di Keraton Surakarta, jam istiwa’ masih dapat ditemukan dan digunakan di tempat lain, seperti di Pondok Pesantren Al Mina, Semarang, Jawa Tengah. Di pondok pesantren ini, jam istiwa’ masih dipertahankan sebagai penanda waktu shalat bagi penghuni ponpes dan warga sekitarnya. Dwi Sutoro salah satu pengurus mengatakan karena hal itu penting bagi pesantren untuk melestarikan jam ini. Saat ini jam Istiwa’ ditempatkan di halaman masjid Al Huda. Sebelumnya jam ini telah beberapa kali dipindahkan, karena posisi semula sudah tidak mendapat sinar matahari penuh karena terhalang bangunan serta bayangan pepohonan.Kini penanda waktu ini sudah berada pada posisi yang ideal untuk digunakan sebagai mana fungsinya. Menjelang bulan Ramadhan kemarin, para penghuni pesantren membersihkan kawasan masjid serta jam istiwa’. Perawatan harus dilakukan karena jam itu berada di ruang terbuka tanpa pelindung sama sekali. Sehingga mudah terpengaruh terik matahari atau guyuran hujan pada saat musim penghujan. Agar penanda waktu ini mudah dibaca harus dibersihkan dari debu, jamur dan kotoran lain yang dapat merusak material jam.

pengurus pondok pesantren yang menguasai ilmu falak biasanya juga memeriksa serta membersihkan bagian demi bagian jam istiwa’. Tidak hanya itu, pihak yayasan juga mendatangkan staf Kementerian Agama Kabupaten Semarang untuk menguji akurasi jam istiwa’ ini. Dengan demikian, penanda waktu berbahan kuningan tersebut tetap terawat dan dapat berfungsi secara optimal. Dwi menambahkan, mempertahankan dan melestarikan penggunaan jam istiwa ini bukan tanpa alasan. Selisih waktu masih mungkin terjadi pada jam analog, dalam hitungan menit. Penentuan waktu sholat dengan jam istiwa’ bisa lebih akurat.

Read 3042 times Last modified on Sunday, 03 June 2018 21:41