Jakarta (VOI News) - La Sirène, proyek seni kolaboratif internasional pertama dari koreografer Junadry Leocaria dan seniman Richard Kofi dari Belanda, menghubungkan berbagai budaya dalam menghadapi masa lalu, masa kini, dan membentuk masa depan. Pameran ini akan dibuka dengan pertunjukan tari di Erasmus Huis pada 8 Februari 2023, yang menampilkan 8 penari Indonesia dari berbagai disiplin ilmu tari. Pameran ini melibatkan 5 seniman asal Indonesia dan akan berlangsung hingga 13 Mei 2023.
Judul La Sirène sendiri mengacu pada roh Karibia yang bermanifestasi sebagai perempuan berbadan separuh ikan. Sebagai penjaga kearifan laut yang tersembunyi, La Sirène mendiami perbatasan antara kenyataan yang kita ketahui dan kebenarannya yang gaib. Di bawah bimbingan kreatif Leocaria dan Kofi, 13 seniman yang berbasis di Indonesia (lima seniman visual dan delapan penari) mengeksplorasi bagaimana cerita rakyat dan mitologi warisan sejarah, cerita rakyat, dan mitologi dari Indonesia, Afrika Barat, Karibia, dan Belanda memberdayakan dan menginspirasi mereka.
“Dalam proyek yang menarik ini, seniman dari berbagai latar belakang, budaya, dan keahlian, bekerja sama untuk menciptakan sebuah karya pertunjukan dan pameran seni. Melalui seni mereka menemukan hubungan yang sesungguhnya di luar perbedaan mereka. Inilah tujuan kami di Erasmus Huis!” kata Direktur Erasmus Huis Yolande Melsert.
Lebih dari 40 seniman mendaftarkan diri untuk mengikuti open call dari project ini, dan 13 di antaranya terpilih sebagai partisipan project oleh Kofi dan Leocaria. Selama residensi mereka yang berlangsung selama empat minggu di Salihara Arts center, mereka mengembangkan ide, berbagi keahlian, dan bekerja sama untuk membuat proyek seni lintas disiplin ini.
“Juna dan saya sangat bersyukur melihat begitu banyak seniman di Indonesia yang mendaftar untuk open call kami. Untuk proyek kolaborasi ini, kami memilih penari dan seniman yang memiliki semangat tinggi, dari semua lapisan masyarakat di seluruh Indonesia, dan yang mengejutkan bagi kami, dalam waktu singkat kami menjadi sebuah komunitas seni, hampir seperti keluarga. Kami sangat senang bagaimana semua bidang keahlian kami menjadi satu,” ujar Kofi. (Rilis Erasmus Huis)