Pertama memastikan AI bermanfaat bagi kesejahteraan umum umat manusia. Kedua, memastikan keamanan penggunaan sehingga AI selalu berada di bawah kendali manusia. Ketiga, memastikan pembentukan badan tata kelola internasional untuk AI di bawah kerangka PBB yang memungkinkan semua negara untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat yang sama dari pengembangan AI.
Usulan Menlu Tiongkok ini menambah deretan tokoh-tokoh yang menyerukan terbentuknya badan internasional yang mengatur soal kecerdasan buatan.
Sebelumnya, pada tanggal 26 Oktober 2023, Badan Penasihat AI Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteres telah meluncurkan Laporan Interimnya tentang Mengatur AI untuk Kemanusiaan. Laporan tersebut menyerukan keselarasan yang lebih erat antara norma-norma internasional dan bagaimana AI dikembangkan dan diterapkan. Bagian utama dari laporan ini adalah proposal untuk memperkuat tata kelola AI secara internasional dengan menjalankan berbagai fungsi penting seperti pemindaian risiko dan mendukung kolaborasi internasional di bidang data, serta kapasitas dan bakat komputasi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Hal ini juga mencakup rekomendasi untuk meningkatkan akuntabilitas dan memastikan suara yang adil bagi semua negara.
Usulan untuk membentuk badan resmi mengatur AI muncul, mengingat AI berkembang sangat cepat. Tanpa pengawasan, perkembangan yang terlalu pesat ini menimbulkan kekhawatiran soal dampaknya bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, usulan yang telah disuarakan banyak pihak ini perlu direspons dengan serius. Badan internasional yang mengatur soal kecerdasan buatan sangat penting dan perlu segera dibentuk. Tentu saja pembentukan tersebut tidak mudah. Dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi erat antar pemangku kebijakan di seluruh dunia untuk mewujudkan pembentukan badan tersebut. Namun, mengingat dampak yang mungkin timbul, badan resmi di bawah PBB terkait kecerdasan buatan memang sudah saatnya dibentuk.
Baca juga: [KOMENTAR] Indonesia dan Uni Eropa Menyusun Pedoman Kecerdasan Buatan