Tawaran resolusi ini kemudian ditolak oleh Rusia dan Tiongkok melalui mekanisme veto. Rusia beranggapan resolusi AS tidak menekankan apapun untuk mengekang Israel dan memberikan peluang bagi impunitas Israel atas kekejamannya di Palestina.
Sementara Tiongkok beranggapan bahwa draft AS tersebut menghindari isu paling sentral yaitu gencatan senjata, melalui bahasa yang ambigu. Resolusi itu juga dianggap tidak memberikan jawaban terhadap realisasi gencatan senjata dalam jangka pendek.
Rusia, Tiongkok dan Aljazair akan mengajukan draf resolusi yang lebih keras. Draft itu semula rencananya akan dibahas pada Sabtu (23/3/2024) namun ditunda hingga Senin (25/3/2024).
Jumlah korban akibat konflik Israel Palestina hingga saat ini sudah mencapai lebih dari 32.000 korban jiwa. Angka ini terus merangkak naik seiring dengan tidak tercapainya resolusi damai antara Israel dan Palestina oleh Dewan Keamanan PBB.
Sejumlah perundingan pun sudah dilakukan dengan difasilitasi oleh Mesir dan Qatar namun hingga saat ini belum juga tercapai titik terang yang menghasilkan perdamaian dan gencatan senjata di Palestina.
Gagalnya Dewan Keamanan PBB menghasilkan resolusi perdamaian bagi Palestina kembali memunculkan pertanyaan akan kredibilitas lembaga tersebut.
Reformasi Dewan Keamanan pun menjadi salah satu hal yang kembali perlu didorong mengingat gagalnya Dewan Keamanan PBB menghasilkan kesepakatan perdamaian untuk Palestina dan Israel.
DK PBB, adalah Lembaga yang didirikan untuk menjamin perdamaian dan keamanan internasional. Anggotanya terdiri dari negara-negara Sekutu yang menang Perang Dunia II, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, dan Tiongkok dan kemudian ditambah enam anggota tidak tetap yang dipilih oleh majelis umum. Namun sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga kini dunia sudah banyak berubah, sehingga perlu ada penyesuaian atau reformasi.
Isu reformasi Dewan Keamanan PBB sudah kerap dimunculkan oleh berbagai pihak termasuk Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Dewan Keamanan PBB harus berisikan negara-negara yang memiliki komitmen tinggi terhadap perdamaian dunia dan mampu menggunakan kekuasaannya untuk menciptakan hal itu. Lembaga ini tidak seharusnya diisi oleh negara-negara yang memiliki kepentingan ganda dan mengedepankan kepentingan sepihak.
Rakyat Palestina saat ini sangat menantikan keberhasilan usaha pencapaian perdamaian, agar mereka dapat bangkit dan pulih dari trauma akibat perang Israel-Palestina. Mereka membutuhkan bantuan secepatnya untuk menghadapi berbagai ancaman akibat perang, termasuk kelaparan dan kematian.