Saturday, 30 March 2024 06:36

Indroyono: Pelaku Usaha Wajib Berperan Aktif dalam Upaya Penanggulangan Bencana di Indonesia.

Written by 
Rate this item
(1 Vote)

 

VOInews, Jakarta: Pelaku usaha wajib berperan aktif dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia. Untuk itu, diperlukan kemauan untuk menginvestasikan sebagian sumber daya perusahaan untuk dapat menjamin keberlanjutan bisnis.

 
Penekanan tersebut disampaikan Prof. Indroyono Soesilo dari CTIS (Center for Technology and Innovation Studies) saat menjadi pembicara dalam acara bertajuk “NGOPI Bareng BNPB” yang mengambil tema “Industri Berbasis Mitigasi Bencana dengan Sentuhan Teknologi” yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Kamis (28/03/2024). 
 
“Indonesia yang dianugerahi kekayaan sumber daya alam karena letak geografis dan geologinya harus menghadapi kenyataan sebagai negara yang lengkap bencananya. Kondisi ini tentu juga berpengaruh terhadap perkembangan dunia industri,” kata Indroyono.
 
Dalam keterangan yang diterima Voice of Indonesia di Jakarta, Sabtu (30/03/2024), Indroyono mengingatkan tentang kondisi geologi Indonesia yang merupakan bagian dari Ring of Fire, yaitu wilayah di sekeliling Samudra Pasifik yang memiliki banyak aktivitas kegempaan dan vulkanisme. Hal ini menyebabkan indonesia rawan terhadap bencana, namun sekaligus dilimpahi kekayaan minyak dan gas alam serta berbagai mineral ekonomis.
 
Demikian pula kondisi geografis Indonesia, lanjutnya, menyebabkan negara ini terpengaruh oleh anomali iklim ENSO (El Niño-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) yang membuat musim kemarau menjadi lebih panjang. 
 
Dampaknya, Indonesia lebih rawan mengalami bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. Pada saat yang sama, tambahnya, anomali iklim tersebut membuat kawasan laut Indonesia berlimpah ikan. 
 
“Dua sisi yang selalu berdampingan antara bencana dan anugerah ini menuntut kita untuk mampu menjalankan pemanfaatan sumber daya alam dan memperkuat resiliensi terhadap bencana secara beriringan,” tuturnya.
 
Penggunaan teknologi, misalnya berupa buoy cuaca yang telah terpasang di lautan Indonesia merupakan salah satu wujud upaya tersebut. 
 
“Dengan sistem pemantauan cuaca saat ini, potensi kemarau panjang akibat anomali iklim telah bisa dilihat sejak 12 bulan sebelumnya,” kata Indroyono.
 
Head CFOM (Corporate Fire Operation Management) Asia Pulp & Paper (APP) Sinarmas Sujica W Lusaka mengatakan data cuaca ini pula yang menjadi satu pertimbangan penting untuk perusahaannya dalam memitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan.
 
Kebakaran hutan, lanjutnya, dapat menyebabkan perusahaan kekurangan kayu sebagai bahan baku dan asapnya dapat merusak tisu yang diproduksi. Hal ini mendorong APP Sinarmas untuk menyusun program yang komprehensif untuk menanggulangi kebakaran hutan.
 
“APP Sinarmas menjalankan empat pilar penanggulangan kebakaran hutan yang kami sebut dengan Integrated Fire Management. Empat pilar itu adalah Prevention, Preparation, Early Warning, dan Rapid Response,” jelas Sujica.
 
Indroyono menilai bahwa manajemen kebakaran hutan APP Sinarmas merupakan contoh praktik baik yang perlu direplikasi oleh pelaku lain di sektor swasta. Tidak hanya dalam hal mitigasi bencana, namun juga untuk mencegah kerusakan lingkungan. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terbukti tidak semata menjadi beban anggaran, namun juga merupakan investasi yang berdampak baik bagi keberlanjutan bisnis.
 
Menurut dia, peran aktif pihak swasta adalah hal krusial dalam membangun resiliensi terhadap bencana sebab pihak swasta memiliki kepentingan untuk terhindar dari bencana, serta memiliki sumber daya untuk menerapkan teknologi kebencanaan dan memberdayakan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.
 
“Ketangguhan bencana di Indonesia mutlak hasil kolaborasi dan inklusi lintas sektor termasuk pihak swasta,” pungkas Indoryono. 
Read 322 times Last modified on Monday, 01 April 2024 14:57