VOInews.id, jakarta:Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menilai, pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) di kuartal II 2024 yang tercatat sebesar 4,93 persen secara tahunan (yoy) masih sesuai sasaran. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2023 dan 2022 yang masing-masing sebesar 5,22 persen (yoy) dan 5,52 persen (yoy). “Itu (kuartal II 2024) masih lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal II 2023 gitu, jadi overall kalau kita melihat dari situasi konsumsi masyarakat itu masih cukup bagus,” kata Ferry di Jakarta, Minggu.
Diketahui, secara kuartalan komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga pada kuartal II 2024 tercatat sebesar 3,12 persen (qtq), sementara pada kuartal I 2024 sebesar 0,64 persen (qtq). Untuk kuartal II tahun ini, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang mencakup lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu sebesar 54,53 persen. Ia memaparkan bahwa pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga yang mencapai 4,93 persen itu disebabkan karena hari besar keagamaan yang mencakup bulan Ramadhan hingga Hari Raya Idul Fitri sebagai momentum pendorong konsumsi masyarakat tahun ini terbagi di kuartal I dan kuartal II. Berbeda dengan tahun 2023 di mana bulan Ramadhan beserta Hari Raya Idul Fitri tercatat pada bulan April di mana telah memasuki kuartal II 2023.
“Sementara di tahun sekarang, lebaran tanggal 9 April 2024, orang semua persiapan dua minggu gitu kan, dari April, jadi sebagian fenomena tadi itu bergeser dicatatnya di kuartal I (2024) termasuk THR,” jelasnya Oleh karena itu, ia menilai kinerja pertumbuhan konsumsi masyarakat di kuartal II tahun ini masih wajar. Lebih lanjut, Ferry menyampaikan bahwa Pemerintah akan terus mengawasi serta mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat, salah satunya dengan memberikan tambahan likuiditas. Bank Indonesia (BI) sebagian bank sentral menerapkan insentif kepada beberapa bank melalui insentif likuiditas makroprudensial (KLM).
Dalam kebijakan tersebut, BI memberikan insentif Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank yang rajin menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas. Insentif tersebut berupa potongan kewajiban setoran GWM hingga 4 persen dari yang semula 9 persen. BI akan memberikan insentif ini jika bank berhasil memenuhi ambang batas minimal penyaluran kredit ke sektor-sektor tersebut. “Jadi yang untuk stabilisasi GWM standar itu, tapi di sisi lain untuk stimulus KMP (Kebijakan Makroprudensial) yang dari total 9 persen, 4 persen itu untuk sektor-sektor yang memang kita anggap memberikan kontribusi pada ekonomi kita. Ada otomotif, properti dan lain sebagainya,” ucap Ferry.
Antara