Kebijakan Parlemen Uni Eropa terkait dengan penghapusan komoditas kelapa sawit sebagai salah satu bahan baku produk biofuel pada tahun 2021 mendatang akan merugikan negara produsen kelapa sawit, termasuk Indonesia. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Rabu (7/2) mengatakan, kebijakan tersebut masih dalam tahap pembahasan parlemen Uni Eropa dan belum secara resmi disahkan atau diimplementasikan oleh Uni Eropa. Karena itu, hingga saat ini Indonesia masih terus mengupayakan kepada negara – negara Uni Eropa untuk tidak mengikuti atau menyetujui kebijakan tersebut.
“Baru–baru ini kan parlemen Uni Eropa kan mengeluarkan kebijakan yang mengatakan, untuk melakukan yang mendrop kelapa sawit sebagai salah satu biofuel yang ramah lingkungan. Ini kan tentunya akan merugikan banyak produsen kelapa sawit, termasuk Indonesia. Walaupun pada saat ini baru merupakan tahap di parlemen dan bukan kebijakan dari Uni Eropa sendiri. Oleh karena itu kita meminta negara – negara Uni Eropa yang berada di dalam Komisi Uni Eropa untuk tidak mengikuti, sehingga tidak dijadikan suatu kebijakan.”
Arrmanatha Nasir menambahkan, dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Italia, Angelino Alfano, Menteri Luar Negeri RI juga menyampaikan permasalahan terkait kelapa sawit tersebut. Retno Marsudi menyampaikan, Indonesia kembali menekankan pentingnya kelapa sawit bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia 17 juta orang yang sebagian besar adalah petani kecil, sangat mengandalkan komoditas ini. Meski masih ada beberapa praktik sawit yang tidak mementingkan aspek lingkungan, Menteri Retno mengatakan, Indonesia bersama negara produsen sawit lainnya terus berupaya memaksimalkan upaya produksi berkelanjutan. Rezha