Wakil Presiden Jusuf Kalla bertolak menuju Kota Jenewa, Swiss untuk menghadiri Forum Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana atau "Global Platform for Disaster Risk Reduction". Direncanakan, Jusuf Kalla akan memberikan pernyataan resmi terkait upaya Indonesia dalam meminimalisasi risiko bencana, pada Kamis mendatang. Kemarin, Wapres mengungkapkan Indonesia dianggap memiliki pengalaman dalam penyelesaian berbagai kebencanaan, mulai dari tsunami hingga gempa bumi, karena posisinya yang merupakan bagian dari 'ring of fire'.
Indonesia memang memiliki alam dengan kerawanan bencana sangat tinggi. Kondisi ini berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Indonesia saat ini menduduki peringat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor dan gunung api. Potensi bencana alam dimiliki oleh Indonesia dengan segala variannya seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan. Karena variasi bencana yang terjadi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana – BNPB bahkan menyebut Indonesia adalah laboratorium bencana terbaik di dunia meski tentunya tidak menguntungkan . Julukan ini betapapun, tidak bisa dinafikan.
BNPB mencatat ada ebih dari 1.000 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia sejak Januari hingga Maret 2019. Dari data tersebut, sekitar 280 orang meninggal, lebih dari 1.300 orang terluka, dan 96 orang hilang. Diharapkan, ke depan Indonesia bisa meminimalisasi korban dan resiko yang diderita karena bencana alam.
Beragam upaya terus dilakukan oleh berbagai pihak. Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana yang jatuh setiap tanggal 26 April. Melalui peringatan hari Kesiapsiaagaan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendorong individu, keluarga maupun komunitas untuk siap menghadapi bencana. Slogan yang dipilih adalah “Siap Untuk Selamat” . Gerakan ini tentunya harus disadari oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya menjadi slogan, tetapi menjadi gerakan nyata.
Tak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan. Termasuk perubahan perilaku untuk membangun kesiapsiagaan diri, keluarga dan komunitas. Pemerintah daerah-daerah yang rawan bencana harus lebih giat mensosialisasikan upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkecil jumlah korban yang mungkin terdampak.
Masyarakat Indonesia perlu mengubah pola pikir menjadi masyarakat yang tangguh dalam menghadapi bencana. Kesadaran untuk mengidentifikasi potensi bencana di sekitar, harus lebih ditingkatkan, dan memahami dan tahu langkah awal yang harus dilakukan sebelum bencana terjadi, ketika, dan setelah bencana terjadi. Karena itu berpeluang besar membantu penyelamatan dan perlindungan diri.
Masyarakat Indonesia harus menjadi masyarakat yang tangguh menghadapi bencana. Harapannya, ke depan julukan yang diberikan ke Indonesia adalah laboratorium terbaik dalam meminimalisasi resiko bencana.