Senior Advisor World Health Organization -WHO, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, angka penderita influenza semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada seminar medis influenza dan pneumonia yang diselenggarakan di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Senin, 12 Februari, Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, pandemi atau kejadian luar biasa influenza bisa saja terjadi ke depannya. Menurutnya, virus influenza tidak dapat dianggap sepele karena dapat berdampak berat. Untuk itu, WHO menyarankan masyarakat kelompok rentan untuk mendapatkan vaksinasi.
"Kelompok resiko tinggi itu siapa, nomor satu tentu mereka yang punya penyakit kronik paru, jantung, daya tahan tubuh menurun, yang ke dua adalah wanita hamil, yang ke tiga adalah anak-anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, yang ke empat lebih dari 65 tahun. Ini yang dianjurkan untuk diberikan vaksinasi" jelasnya.
Tjandra Yoga lebih lanjut menjelaskan, virus influenza yang menyerang binatang seperti H7N9 atau Avian flu dan flu babi atau H5N1 dapat juga menyebar ke manusia yang berkontak langsung dengan binatang.Menurutnya, penanggulangan flu harus dilakukan terhadap manusia, binatang, dan lingkungan. Ketua ruang isolasi kasus pneumoni Rumah Sakit Persahabatan, dr Prasenohadi, mengatakan, pihaknya sudah menangani lebih dari 200 orang yang disebabkan oleh virus H5N1. Untuk itu, Rumah Sakit Persahabatan sebagai Rumah Sakit Pusat respirasi nasional menyelenggarakan seminar mengenai influenza untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Komite pencegahan dan pengendalian infeksi, RS Persahabatan, dr Cahyarini, menambahkan, Rumah Sakit Persahabatan sudah bisa melakukan screening terhadap virus influenza. Kewaspadaan transmisi dan isolasi harus siap. Kewaspadaan transmisi adalah perilaku untuk mencegah infeksi melalui batuk dan penggunaan masker/Sekar
Harga karet alam dunia menunjukkan tren kenaikan sebesar 5% selama bulan Januari 2018. Kenaikan ini merupakan hasil pembatasan ekspor melalui skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-5 oleh negara-negara yang tergabung dalam kelompok negara eksportir karet dunia atau International Tripartite Rubber Council (ITRC). Ketiga negara tersebut yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
“ITRC sepakat mengurangi volume ekspor karet alam sebesar 350.000 ton selama tiga bulan, yaitu Januari-Maret 2018. Keputusan tersebut diterapkan dalam skema AETS kelima yang disetujui pada 22 Desember 2017 di Bangkok, Thailand. Hasilnya, terjadi kenaikan harga karet alam sebesar 5%,” ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan, Jumat (9/2).
Oke menyampaikan, harga rata-rata karet alam menurut Daily Composite Price IRCo naik dari USD 1,46/kg pada 21 Desember 2017 ke USD 1,54/kg pada 31 Januari 2018. AETS kelima ini, seperti keputusan-keputusan penerapan AETS sebelumnya, adalah langkah bersama negara produsen karet alam untuk mendongkrak harga, terutama agar harga bergerak ke tingkat yang lebih menguntungkan petani.
“Pelaksanaan AETS di Indonesia didukung dengan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 67 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan AETS Kelima untuk Komoditas Karet Alam. Indonesia, bersama-sama Thailand dan Malaysia, berkomitmen menjalankan AETS sesuai kesepakatan dan regulasi di masing-masing negara,” kata Oke.
Kepmendag tersebut menyatakan penugasan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) sebagai pelaksana AETS. Ketua Umum Gapkindo Moenardji Soedargo menyatakan dukungannya dan keseriusan Gapkindo agar AETS memenuhi targetnya. “Kami telah menginformasikan kebijakan Pemerintah ini kepada seluruh anggota dan siap melakukan mandat yang diberikan kepada Gapkindo" kata Oke.
Nilai ekspor karet alam Indonesia ke dunia turun dengan tren 20,69% pada periode 2012-2016, sedangkan volume ekspornya tidak berubah signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor karet alam pada tahun 2012 mencapai USD 7,86 miliar dengan volume 2,44 juta ton. Pada 2013, nilai ekspor turun menjadi USD 6,90 miliar dengan volume ekspor naik menjadi 2,70 juta ton. Tahun 2014, nilai ekspor kembali turun ke USD 4,7 miliar dengan volume ekspor turun menjadi 2,62 juta ton.
Pada tahun 2015, nilai ekspor turun ke USD 3,69 miliar dengan volume ekspor naik sedikit ke 2,63 juta ton. Kemudian tahun 2016 nilai ekspor turun menjadi USD 3,37 miliar dengan volume ekspor turun ke 2,57 juta ton. Nilai ekspor membaik pada periode Januari-November 2017 menjadi USD 4,77 miliar dengan volume ekspor naik menjadi 2,77 juta ton./sekar/rilis biro pers Kemendag
Kementerian Perdagangan bersama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan segera melakukan serangkaian pertemuan untuk mengambil langkah dan keputusan mengenai penggunaan mata uang digital.
Pada Diskusi umum bertemakan ‘Sinergi Industri Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang, dan Pasar Lelang Komoditas di Era Perdagangan Digital dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional’ yang digelar di Jakarta, Rabu, 7 Februari, ia menjelaskan, cryptocurrency atau mata uang digital seperti bitcoin semakin banyak dan marak di Indonesia.
Oleh sebab itu, pemerintah tidak mungkin mendiamkan begitu saja dan akan mengambil sejumlah langkah. Namun Enggar dapat memastikan bahwa mata uang digital tidak dapat digunakan sebagai alat bayar di Indonesia.
"Tapi yang pasti sebagai alat bayar pasti tidak. Saya bisa sampaikan bahwa itu hampir pasti. Bahwa tidak ada underlinednya dan sebagainya. wujudnya atau orangnya kita tidak kenal. Ini begitu banyak sekarang dan begitu marak" jelasnya.
Menteri Enggartiasto lebih lanjut menjelaskan, beberapa pilihan sudah masuk di dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional -KEIN, Arif Budimanta bersyukur mata uang digital di Indonesia dilarang penggunaannya. Menurutnya, mata uang digital ini tanpa kejelasan dan bergerak atas dasar ekspektasi. /Sekar
Tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun politik di Indonesia. Pada tahun itu diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah serentak dan Pemilihan Presiden. Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional -KEIN, Arif Budimanta, mengatakan, berdasarkan Kajian Economist Intellegence Unit, tidak ada resiko politik yang relatif signifikan untuk meragukan kemampuan Indonesia dalam mengelola ekonomi dan pemerintahannya.
Pada Diskusi umum bertemakan ‘Sinergi Industri Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang, dan Pasar Lelang Komoditas di Era Perdagangan Digital dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional’ yang digelar di Jakarta, Rabu, (7/2) , ia menjelaskan, Economist Intellegence Unit memandang optimistis prospek Ekonomi Indonesia di Tahun 2018 dan 2019.
Kajian tersebut sejalan dengan roundtable and expert panel Komite Ekonomi dan Industri Nasional yang menyimpulkan bahwa dalam konteks politik, pemilihan kepala daerah tidak akan menyebabkan resiko ekonomi.
"Intinya, di tahun 2018 ini tidak perlu ada keraguan kericuhan politik di Indonesia. Walaupun menjelang pilpres akan sedikit menghangat, tapi itu biasanya dimana-mana terjadi, bukan hanya di Indonesia. Dalam konteks politik juga, dalam regional paling yang mendekati sama kita, mau menjelang masa pemilu adalah Malaysia. Tapi negara-negara utama seperti Amerika, Jerman, Cina, semua prosesnya udah selesai. Jadi politik regional maupun geopolitik secara global secara keseluruhan, di penggerak-penggerak perubahan utama dalam ketidakseimbangan geopolitik relatif sudah selesai" ungkapnya.
Arif Budimanta berharap, ke depannya tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Hingga kini tren menunjukkan hal yang positif.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita menegaskan, prospek dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun politik tidak perlu diragukan. Ia justru optimistis, di tahun politik, uang akan beredar lebih banyak dan konsumsi akan semakin meningkat. Menteri menjamin, pemerintah akan dengan ketat mengendalikan perekonomian di tahun politik/ Sekar