Pada edisi kali ini, akan memperkenalkan Pulau Lingayan di Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah. Propinsi Sulawesi Tengah memiliki 3 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan perairan Malaysia dan Philipina yaitu Lingayan, Salando dan Dolangan. Dari ke-3 pulau tersebut hanya Lingayan yang memiliki penghuni. Pulau Lingian atau disebut juga dengan nama Pulau Lingayan terletak di Desa Ogotua, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Untuk bisa kepulau ini kita dapat menaiki perahu motor dari desa Ogotua dengan waktu tempuh 15 menit.
Terletak di antara Laut Sulawesi dan Selat Makassar, pulau ini tercatat sebagai salah satu dari 92 pulau terluar di Indonesia. Deretan pohon bakau menyambut setiap pengunjung yang menginjakkan kaki di Pulau Lingayan. Selain pulau yang berpasir putih dan panorama indah, perairan sekitar Pulau Lingayan juga kaya akan pemandangan bawah laut yang indah. Ini karena letak Lingayan yang berada di pertemuan Selat Makassar dan Laut Sulawesi.Pulau Lingayan juga memiliki keindahan bawah laut yang indah. Di ini juga hidup habitat penyu sisik yang pada bulan - bulan tertentu naik ke pantai untuk bertelur. Pemerintah akan menjadikan wilayah di sekitar Pulau Lingayan ini menjadi pusat pelestarian Dugong dan padang lamun sebagai habitat mamalia laut yang dilindungi itu karena populasinya makin terancam.
Keindahan pulau berbentuk lonjong ini kian tampak saat berkeliling menggunakan perahu. Pasir putih dan batu-batu karang indah dan besar terhampar di sepanjang lingkaran pesisir pulau. Di bagian lain, terdapat bagian dalam yang cocok untuk memancing maupun menyelam. Jejeran batu karang besar berbentuk bulat maupun lonjong dengan berbagai ukuran dengan tumbuhan di atasnya, terhampar di perairan sekitar pulau, menyerupai batu atau tumbuhan terapung. Jika ingin melihat lebih dekat, perahu bisa lewat di antaranya. Gerombolan ikan kecil yang berloncatan di sekitar perahu menambah pesona Lingayan.Sejumlah pulau di tengah birunya air perairan Selat Makassar akan menjadi bagian pemandangan yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan. Dari Desa Ogotua, banyak perahu yang bisa digunakan untuk menyeberang. Umumnya perahu kecil bermesin hingga 2,5 tenaga kuda ini berkapasitas empat–lima orang. Jarak tempuh berperahu yang hanya sekitar 15 menit dengan air laut yang tenang, membuat perahu kecil lebih nyaman dan cepat.
Bagi Anda pecinta kuliner Indonesia khususnya kuliner Aceh, jangan lewatkan event yang sangat menarik yaitu Aceh Culinary Festival (Festival Kuliner Aceh) 2018. Festival yang mengusung tema “New traditional: look good, taste good” ini adalah salah satu unggulan dalam 100 even wisata wonderful Indonesia yang diluncurkan Kementerian Pariwisata. Festival Kuliner Aceh digelar selama 3 hari mulai tanggal 4 - 6 Mei 2018 di Lapangan Blangpadang, Kota Banda Aceh. Perhelatan festival kuliner ini sebagai salah satu langkah dan komitmen Pemerintah Aceh dalam mendukung pengembangan Aceh sebagai Daerah Tujuan Wisata Halal.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh menyebutkan, lebih dari 100 pelaku usaha kuliner, pengamat, serta komunitas penikmat dan hobi, berpartisipasi dalam kegiatan tahunan guna melestarikan budaya kuliner Aceh. Para peserta akan menciptakan berbagai menu inovasi yang menggabungkan cita rasa Aceh dengan berbagai unsur kuliner dunia. Sederet chef ternama akan unjuk kebolehan inovasi dan kreasinya dalam mengolah kuliner khas Aceh menjadi sajian yang memiliki tampilan yang lebih premium dengan konsep fine dining.
Selain menu-menu tradisional Aceh, festival kali ini juga memberikan perhatian khusus pada fusion food atau perkawinan citarasa Aceh dengan berbagai jenis kuliner dari seluruh dunia. Tercatat 36 tenant yang akan menawarkan inovasi menu Aceh di zona Fusion Food Market, zona dengan daya tampung terbesar di Aceh Culinary Festival tahun ini. Di zona ini, para pengunjung bisa menikmati ragam inovasi rasa seperti leughok keju, pie asoe kaya, kimbap sunti, roti canai kuah pliek U, nasi goreng, kopi, smoothie bowl pisang thok, sushi engkot tumeh, klapertart boh nipah, serta beragam kelezatan kuliner lainnya.
Selain itu, terdapat 30 tenant khas Aceh di Zona Aceh Traditional Market, 12 tenant menyajikan penganan khas nusantara di Zona Nusantara Delight, 12 tenant kopi, coklat dan minuman segar, 10 tenant jajanan kekinian, serta 12 tenant asosiasi komunitas hobi dan pemerhati kuliner.
Festival yang digelar selama tiga hari ini akan semakin meriah dengan penampilan berbagai pertunjukan seni budaya Aceh, para penyanyi dan penulis lagu berbakat Indonesia, hingga kelompok musik Fusion Ethnic yang kiprahnya telah sampai ke panggung Java Jazz.
Festival Kuliner Aceh 2018 diharapkan dapat menjadi katalisator dalam industri kuliner di Aceh, sehingga kekayaan cita rasa lokal bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Hal ini mengacu pada pesatnya perkembangan tren kuliner yang didominasi makanan internasional.
Edisi kali ini, akan menghadirkan lagu-lagu dari daerah Palalawan, Provinsi Riau.
Mengawali Pelangi Nada kali ini, mari kita dengarkan sebuah lagu berjudul “Palalawan”, dibawakan oleh Maharani.
itulah sebuah lagu yang dibawakan oleh Maharani, berjudul “Palalawan”. Kabupaten Palalawan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, daerah pemekaran kabupaten Kampar yang dibentuk pada Tahun 1999.
Lagu yang diciptakan oleh Tengku Azmun Jaafar ini bercerita tentang daerah “Palalawan” sebagai negeri yang dicintai masyarakatnya, dimana mereka lahir dan dibesarkan oleh ayah dan bunda. Lagu ini juga bercerita tentang keindahan Palalawan yang dibelah oleh sungai Kampar yang indah berliku hingga ke samudra. Tanahnya yang masih subur serta budayanya yang masih murni terjaga. Melalui syairnya, lagu Palalawan juga mengajak putra-putri yang berada di rantau agar pulang dan bersama-sama membangun negeri.
berikut kita dengar sebuah lagu berjudul “Khatulistiwa” dibawakan oleh Tengku Zakir.
Demikianlah sebuah lagu berjudul “Khatulistiwa”. Lagu dengan nuansa musik melayu yang cukup kental ini diciptakan oleh Eryk S. Bukan hanya iringan musiknya saja, nuansa syair melayu juga terlihat jelas dalam lagu ini, misalnya pengulangan penggalan ungkapan atau kalimat tertentu. Lagu ini menceritakan tentang sebuah tugu megah yang berdiri di daerah Pangkalan Lesung, Palalawan. Tugu khatulistiwa yang menjadi kebanggaan masyarakat Palalawan. Pada bagian lagu ini ditulis : Pangkalan lesung namanya negeri tempat berdiri tugu yang megah diberi nama, diberi nama khatulistiwa...
lagu ini dibawakan dengan baik oleh Tengku Zakir. Karakter vokalnya sangat cocok membawakan lagu bernuansa melayu.
Untuk mengakhiri Pelangi Nada kali ini, mari kita dengarkan 2 buah lagu daerah Palalawan berjudul “ Alam Sejati” dibawakan oleh Maharani dan “Bujang Lapuk” dibawakan oleh Tengku Zakir dan Maharani.
Edisi kali ini, akan memperkenalkan Kampung Djowo Sekatul di Kendal Jawa Tengah.
Nuansa pedesaan , penerangan hanya obor , tak ada Televisi , tapi bisa akses internet. Petani, lenguhan kerbau dan ayunan pacul di persawahan, kicau burung, menambah suasana di pagi hari. Suasana itu akan didapat di Kampung Djowo yang berada di Dukuh Sekatul, Desa Margosari , kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Kampung Djowo merupakan objek wisata dengan luas sekitar 12 hektar dan teletak tepat di kaki gunung Ungaran. Objek wisata ini meiliki panorama alam yang indah dengan perbukitan Medini yang berhawa sejuk serta hamparan kebun teh mengelilingi Kampung Djowo Sekatul.
Untuk menuju Kampung Djowo Sekatul ini bisa ditempuh 30 menit dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum kira-kira 60 menit,baik dari kota Semarang maupun Ungaran, ibukota kabupaten Semarang. Dari Kendal, objek ini bisa diakses melalui Kaliwungu dengan waktu tempuh yang tak jauh berbeda dari kota Semarang atau Ungaran. Dengan tarif masuk hanya Rp. 2000 (pelajar) dan Rp. 3000 (umum) pengunjung bisa melihat rumah 6 (enam) joglo besar berikut isinya yang antik. Mulai dari pernak-pernik , hiasan, ornamen, ukiran hingga furnitur khas Jawa klasik yang masih terawat rapih. Nuansa pedesaan Jawa akan terasa sangat kental , jika Anda bermalam di Kampung Djowo ini. Tidak ada gemerlap lampu merkuri dan sejenak lupakan televisi. Namun, tersedia beberapa tempat hot spot untuk mengakses internet.
Tak sekedar menawarkan keunikan bangunan klasik dan semua yang berbau Jawa, Kampung Djowo Sekatul juga menawarkan wisata Agro bernuansa pedesaan yang tak kalah menarik. Hamparan sawah , budidaya tanaman obat, bunga hias, perkebunan vanili dan strawberi segar yang bisa dipetik langsung, budidaya buah-buahan serta arena pemancingan bisa anda temukan di obyek wisata ini. Untuk wisata edukasi ditawarkan paket pembuatan gula Jawa serta tahu dan tempe. Kampung Djowo Sekatul juga dilengkapi fasilitas area perkemahan serta fasilitas pesta kebun. Kampung Sekatul bukan sekedar menyuguhkan Joglo Klasik yang unik dan masih terpelihara keasliannya. Keberadaan Kampung Djowo juga merupakan bukti kesetiaan pemilik ,KPH Herry Djojonegoro, pada sejarah sekaligus upaya untuk melestarika kebudayaan Jawa.