Alat musik kolintang (Foto : Google)
Gua Liang Bua berada di Dusun Golo Manuk, Desa Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ungkrung Ulat Jati Gunungkidul. (Tokopedia)
Kapal melintasi tak jauh dari pulau Siden, perairan kecamatan Lamno, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, Sabtu (1/8). Pulau Siden yang berdampingi dengan pulau Keluang di perairan Hindia, kabupaten Aceh Jaya itu, memiliki potensi wisata dengan keindahan pasir putih dan juga terumbu karang serta terdapat banyak ikan, ACEH.ANTARANEWS.COM/Ampelsa/15
Kerake jajanan khas dari Kelayu, Lombok Timur. Foto: Yunia/RRI
Panorama venue cabang triathlon Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 yang berlangsung di Danau Lut Tawar, Takengon, Aceh Besar, Rabu (11/09/2024). (ANTARA/FAJAR SATRIYO)
VOInews, Jakarta: Di tengah arus perkembangan teknologi dan hiburan modern, permainan tradisional seringkali terlupakan. Namun, salah satu permainan dari provinsi Jawa Barat, Paciwit-Ciwit Lutung, masih menyimpan daya tarik dan memiliki nilai budaya yang kental. Permainan ini, yang berasal dari masyarakat Sunda, bukan hanya menyenangkan tetapi juga mengandung pelajaran hidup yang berharga.
Nama Paciwit-Ciwit Lutung terdiri dari dua kata: ciwit yang berarti mencubit dan lutung yang merujuk pada sejenis primata dengan ekor panjang, yang dalam permainan ini menjadi simbol gerakan lincah dan cepat. Permainan ini dimainkan dengan cara yang sederhana namun penuh keceriaan. Sejumlah pemain, biasanya dua orang atau lebih, akan saling mencubit punggung tangan satu sama lain sambil menyanyikan lagu yang riang:
"Paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung, paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung."
Lagu ini mengiringi setiap gerakan, seolah-olah menggambarkan si lutung yang bergerak lincah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Permainan ini diawali dengan dua pemain yang meletakkan tangan mereka dalam posisi telungkup. Pemain pertama akan mencubit punggung tangan pemain kedua, kemudian pemain kedua mencubit tangan pemain pertama, dan begitu seterusnya. Proses ini berulang sampai semua tangan yang ada dalam permainan tertumpuk satu sama lain, saling mencubit secara bergantian. Yang menarik, tidak ada pemenang atau kekalahan dalam permainan ini. Semua pemain terlibat dalam suasana penuh tawa dan kebersamaan, dan permainan berlanjut hingga pemain yang berada di posisi paling bawah tidak lagi kuat menahan cubitan dari pemain lainnya.
Tidak hanya seru, Paciwit-Ciwit Lutung juga memiliki manfaat yang dalam. Meskipun terdengar sederhana, permainan ini mengajarkan banyak hal. Misalnya, bagaimana anak-anak bisa belajar tentang empati dengan merasakan "penderitaan" atau ketidaknyamanan yang dialami oleh pemain lain. Hal ini juga mengajarkan pentingnya bersikap baik dan perhatian terhadap orang lain, karena dalam permainan ini, setiap perbuatan akan berbalik kepada diri kita sendiri. Pemain yang terlalu keras mencubit, misalnya, akan merasakan konsekuensinya saat giliran mereka tiba. Dengan begitu, permainan ini secara tidak langsung mengajarkan tentang keadilan, keseimbangan, dan sikap saling menghargai.
Paciwit-Ciwit Lutung dulunya adalah permainan yang sangat populer di kalangan anak-anak di berbagai daerah di Jawa Barat. Tak membutuhkan alat atau ruang yang luas, permainan ini dapat dilakukan di mana saja, baik di halaman rumah maupun di ruang terbuka lainnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan teknologi, permainan tradisional ini semakin jarang dimainkan. Anak-anak lebih memilih bermain game digital atau menonton televisi, sementara permainan yang mengandung nilai-nilai sosial ini mulai terlupakan.
Namun, ada harapan agar permainan seperti Paciwit-Ciwit Lutung dapat kembali dikenal dan dilestarikan. Selain menyenangkan, permainan ini memiliki potensi besar untuk mempererat hubungan antar anak-anak, memperkenalkan mereka pada budaya tradisional, dan mengajarkan mereka untuk lebih peka terhadap sesama. Di dunia yang semakin sibuk dan terhubung melalui teknologi, kembali kepada permainan sederhana seperti ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dan empati.
Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Paciwit-Ciwit Lutung bukan hanya sekadar permainan. Ia adalah bagian dari identitas budaya Sunda yang mengajarkan kita untuk menghargai setiap tindakan dan interaksi, sambil menikmati kebersamaan dalam tawa. Jadi, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk kembali memainkan permainan ini, tidak hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk mengajarkan generasi muda tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.