ranov

ranov

15
November

 

 

VOInews, Jakarta: Konsul Republik Polandia, Jacub Zachek, menyatakan optimisme terhadap potensi kolaborasi antara Polandia dan Indonesia dalam memajukan industri game. Dalam acara Special Roadshow Gaming Symposium di Jakarta pada Rabu (13/11/2024), Jacub menyoroti peran penting pendidikan dalam mendukung perkembangan sektor game di kedua negara.

 

Jacub menyebutkan bahwa Polandia, yang dikenal sebagai salah satu pusat industri game terbesar di Eropa, saat ini menawarkan berbagai beasiswa di bidang pengembangan dan desain game, terutama bagi pelajar Indonesia. Salah satu universitas yang menawarkan beasiswa tersebut terletak di kota Rzeszów, di bagian timur Polandia, yang telah menerima beberapa mahasiswa Indonesia untuk belajar di bidang pengembangan dan desain game.

 

“Ada banyak, banyak beasiswa yang ditawarkan oleh universitas-universitas Polandia saat ini dalam pengembangan dan desain game, terutama bagi warga negara Indonesia,” ujar Jacub. “Salah satunya adalah universitas di Rzeszów, sebuah kota besar di timur Polandia. Sudah ada warga Indonesia yang belajar pengembangan dan desain game di sana,” tambahnya.

 

Pemerintah Polandia, lanjut Jacub, telah mengakui potensi besar dari industri game dan menawarkan berbagai dukungan, termasuk melalui National Agency of Academic Exchange. Lembaga ini berperan dalam menyediakan beasiswa dan peluang bagi mahasiswa internasional, termasuk dari Indonesia, untuk mengejar studi di bidang game. Jacub menambahkan bahwa dukungan dari National Agency of Academic Exchange akan membantu para pelajar yang datang dari Indonesia ke Polandia untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam desain game.

 

Dengan kolaborasi yang lebih erat antara dua negara, Jacub berharap akan ada lebih banyak mahasiswa dan profesional dari Indonesia yang terlibat dalam pengembangan industri game, baik di Polandia maupun di tanah air.

14
November

 

KBRN, Jakarta:  Indonesia untuk pertama kalinya turut serta dalam pameran semikonduktor terbesar di Eropa, *Electronica 2024*, yang berlangsung di Munchen, Jerman, pada 12 hingga 15 November 2024. Dalam acara bergengsi ini, enam perusahaan Indonesia ikut berpartisipasi dan memperkenalkan produk unggulan mereka di bidang semikonduktor. Keikutsertaan Indonesia di pameran ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat posisi Indonesia dalam industri semikonduktor global.

 

Pameran Electronica 2024 diadakan di tengah meningkatnya persaingan dalam industri teknologi dan semikonduktor, yang menjadi sektor strategis dalam konteks geopolitik dunia. Dalam pembukaan gerai Indonesia, Duta Besar RI untuk Berlin, Arif Havas Oegroseno, menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin tertinggal dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara dalam bidang industri semikonduktor. "Industri semikonduktor sangat penting di tengah persaingan teknologi global, dan Indonesia ingin berperan aktif dalam pengembangan sektor ini," ujar Arif Havas Oegroseno.

 

Gerai Indonesia di Electronica 2024 merupakan hasil kolaborasi antara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Luar Negeri. Pada kesempatan tersebut, Indonesia memamerkan berbagai produk inovatif dari perusahaan-perusahaan lokal yang bergerak di sektor semikonduktor. Keikutsertaan Indonesia di pameran ini diharapkan dapat membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak internasional, serta memperkenalkan potensi besar Indonesia dalam industri semikonduktor.

 

Sebagai bagian dari delegasi Indonesia di Jerman, KBRI Berlin juga telah menjalin berbagai kemitraan strategis dengan sejumlah institusi di Jerman, termasuk Pusat Riset Mikroelektronika Jerman. Kolaborasi ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem semikonduktor Indonesia melalui pengembangan kualitas sumber daya manusia, teknologi, dan investasi.

 

"Kerja sama ini berfokus pada tiga pilar utama: pengembangan kualitas manusia, riset, dan pengembangan teknologi, serta investasi yang akan mendukung pertumbuhan industri semikonduktor Indonesia," ungkap Arif Havas Oegroseno.

 

Selain menampilkan produk unggulan, delegasi Indonesia juga mengadakan pertemuan strategis dengan berbagai pihak, termasuk institusi riset dan universitas terkemuka, guna memperkenalkan potensi Indonesia di pasar semikonduktor global. Pertemuan tersebut diharapkan dapat membuka jalan untuk kolaborasi lebih lanjut dalam bidang pelatihan, riset, dan pengembangan teknologi, yang dapat memperkuat daya saing Indonesia di industri semikonduktor dunia.

 

Electronica merupakan salah satu pameran dagang terbesar dan paling berpengaruh di dunia dalam bidang produk semikonduktor dan elektronika. Selama 60 tahun eksistensinya, pameran ini telah menjadi platform penting bagi para pelaku industri untuk memperkenalkan inovasi terbaru dan menjalin kemitraan internasional. Pada Electronica 2022, acara ini diikuti oleh 2.140 eksibitor dari 51 negara dan dikunjungi oleh 70.000 pengunjung dari 102 negara. Keikutsertaan Indonesia dalam pameran ini diharapkan dapat memperkuat posisi negara dalam ekosistem semikonduktor global dan memperkenalkan inovasi yang tengah dikembangkan oleh industri semikonduktor Indonesia.

14
November

 

 

VOInews, Jakarta: Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, permainan tradisional sering kali terpinggirkan. Namun, di salah satu daerah di Sulawesi Selatan, sebuah permainan yang kaya akan nilai budaya dan mitologi tetap hidup dan terus dilestarikan. Mattojang, sebuah permainan ayunan khas masyarakat Bugis, tidak hanya menawarkan keseruan, tetapi juga mengandung cerita dan makna mendalam yang telah diwariskan turun-temurun.

 

Nama Mattojang sendiri berasal dari kata Tojang, yang dalam bahasa Bugis berarti ayunan. Secara harfiah, Mattojang bisa diartikan sebagai permainan berayun, namun lebih dari itu, permainan ini memiliki akar yang kuat dalam mitologi dan tradisi adat Bugis. Dalam kepercayaan masyarakat Bugis, Mattojang diyakini merupakan representasi dari proses turunnya Batara Guru, sang dewa yang dianggap sebagai nenek moyang Sawerigading, tokoh penting dalam mitologi Bugis. Mitos ini menyebutkan bahwa Batara Guru turun dari kayangan (Botting Langi’) ke bumi menggunakan Tojang Pulaweng—ayunan emas yang melambangkan perjalanan spiritual dari langit ke bumi.

 

Pada zaman dahulu, permainan ini diadakan sebagai bagian dari perayaan pasca panen, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan sebagai upacara adat untuk menjaga keseimbangan antara alam dan manusia. Masyarakat Bugis percaya bahwa dengan memainkan Mattojang, mereka bisa menjaga hubungan baik dengan leluhur dan alam semesta. Mitos ini kemudian berkembang menjadi bagian dari prosesi adat yang melibatkan permainan rakyat, dan hingga kini masih sering dijadikan ajang silaturahim, khususnya bagi para petani setempat.

 

Untuk membuat Mattojang, dibutuhkan keterampilan dan persiapan yang matang. Minimal empat hingga enam batang pohon pinang atau bambu besar (bambu betung) diperlukan untuk membangun ayunan tradisional ini. Tiga batang pohon pinang ditanam pada kedua sisi ayunan dan diikat erat, membentuk pilar ayunan yang kokoh. Pilar-pilar ini dihubungkan dengan sebuah bentangan pohon pinang atau bambu di bagian atas, menciptakan struktur yang menyerupai segitiga. Tali ayunan yang digunakan umumnya terbuat dari kulit kerbau yang dianyam dengan cermat, meski seiring waktu, beberapa daerah kini menggunakan rantai besi karena sulitnya mendapatkan kulit kerbau yang berkualitas.

 

Di atas ayunan tersebut, dudukan yang disebut Tudangeng dibuat dari papan atau kayu kapuk. Tempat duduk ini berfungsi sebagai tempat pemain bermain ayunan. Pada bagian bawah dudukan, dipasang tali yang disebut Peppa, yang digunakan sebagai penarik ayunan. Untuk mengayunkan pemain hingga mencapai ketinggian, dibutuhkan minimal dua hingga empat orang yang menarik tali dengan kekuatan bersama. Hal ini menjadikan permainan Mattojang lebih dari sekadar hiburan; ia menjadi simbol kebersamaan dan kerjasama antara sesama.

 

Tradisi Mattojang juga mengharuskan pemain yang ingin menaiki ayunan untuk mengenakan baju bodo, pakaian adat khas Sulawesi yang merupakan simbol kehormatan dalam budaya Bugis. Selama permainan, dua orang yang bertugas menarik Peppa akan mengayunkan pemain dengan gerakan yang semakin tinggi, seiring dengan nyanyian dan sorak-sorai yang mengiringi suasana ceria. Sebagai bagian dari budaya Bugis, permainan ini bukan hanya tentang kegembiraan, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan alam, serta cara untuk mengikat hubungan antar-komunitas.

 

Saat ini, meskipun Mattojang sudah jarang diadakan dalam skala besar, permainan ini tetap menjadi bagian penting dari tradisi budaya Bugis. Tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai wadah untuk mempererat tali persaudaraan antar petani dan masyarakat setempat, yang berkumpul setelah musim panen untuk merayakan hasil bumi mereka. Seiring berjalannya waktu, Mattojang menjadi simbol kuat dari keberlanjutan budaya dan kebersamaan dalam masyarakat Bugis, serta sebagai cara untuk menjaga kelestarian tradisi yang penuh dengan makna dan filosofi hidup.

 

Dengan demikian, meskipun zaman terus berkembang, Mattojang tetap menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang budaya Bugis yang kaya akan sejarah, mitos, dan nilai-nilai yang mendalam. Sebuah permainan yang lebih dari sekadar ayunan—melainkan sebuah cara untuk merayakan kehidupan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap leluhur.

 

14
November

 

 

VOInews, Jakarta: Di tengah arus perkembangan teknologi dan hiburan modern, permainan tradisional seringkali terlupakan. Namun, salah satu permainan dari provinsi Jawa Barat, Paciwit-Ciwit Lutung, masih menyimpan daya tarik dan memiliki nilai budaya yang kental. Permainan ini, yang berasal dari masyarakat Sunda, bukan hanya menyenangkan tetapi juga mengandung pelajaran hidup yang berharga.

 

Nama Paciwit-Ciwit Lutung terdiri dari dua kata: ciwit yang berarti mencubit dan lutung yang merujuk pada sejenis primata dengan ekor panjang, yang dalam permainan ini menjadi simbol gerakan lincah dan cepat. Permainan ini dimainkan dengan cara yang sederhana namun penuh keceriaan. Sejumlah pemain, biasanya dua orang atau lebih, akan saling mencubit punggung tangan satu sama lain sambil menyanyikan lagu yang riang:


"Paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung, paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung."


Lagu ini mengiringi setiap gerakan, seolah-olah menggambarkan si lutung yang bergerak lincah dari satu tempat ke tempat lainnya.

 

Permainan ini diawali dengan dua pemain yang meletakkan tangan mereka dalam posisi telungkup. Pemain pertama akan mencubit punggung tangan pemain kedua, kemudian pemain kedua mencubit tangan pemain pertama, dan begitu seterusnya. Proses ini berulang sampai semua tangan yang ada dalam permainan tertumpuk satu sama lain, saling mencubit secara bergantian. Yang menarik, tidak ada pemenang atau kekalahan dalam permainan ini. Semua pemain terlibat dalam suasana penuh tawa dan kebersamaan, dan permainan berlanjut hingga pemain yang berada di posisi paling bawah tidak lagi kuat menahan cubitan dari pemain lainnya.

 

Tidak hanya seru, Paciwit-Ciwit Lutung juga memiliki manfaat yang dalam. Meskipun terdengar sederhana, permainan ini mengajarkan banyak hal. Misalnya, bagaimana anak-anak bisa belajar tentang empati dengan merasakan "penderitaan" atau ketidaknyamanan yang dialami oleh pemain lain. Hal ini juga mengajarkan pentingnya bersikap baik dan perhatian terhadap orang lain, karena dalam permainan ini, setiap perbuatan akan berbalik kepada diri kita sendiri. Pemain yang terlalu keras mencubit, misalnya, akan merasakan konsekuensinya saat giliran mereka tiba. Dengan begitu, permainan ini secara tidak langsung mengajarkan tentang keadilan, keseimbangan, dan sikap saling menghargai.

 

Paciwit-Ciwit Lutung dulunya adalah permainan yang sangat populer di kalangan anak-anak di berbagai daerah di Jawa Barat. Tak membutuhkan alat atau ruang yang luas, permainan ini dapat dilakukan di mana saja, baik di halaman rumah maupun di ruang terbuka lainnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan teknologi, permainan tradisional ini semakin jarang dimainkan. Anak-anak lebih memilih bermain game digital atau menonton televisi, sementara permainan yang mengandung nilai-nilai sosial ini mulai terlupakan.

 

Namun, ada harapan agar permainan seperti Paciwit-Ciwit Lutung dapat kembali dikenal dan dilestarikan. Selain menyenangkan, permainan ini memiliki potensi besar untuk mempererat hubungan antar anak-anak, memperkenalkan mereka pada budaya tradisional, dan mengajarkan mereka untuk lebih peka terhadap sesama. Di dunia yang semakin sibuk dan terhubung melalui teknologi, kembali kepada permainan sederhana seperti ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dan empati.

 

Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Paciwit-Ciwit Lutung bukan hanya sekadar permainan. Ia adalah bagian dari identitas budaya Sunda yang mengajarkan kita untuk menghargai setiap tindakan dan interaksi, sambil menikmati kebersamaan dalam tawa. Jadi, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk kembali memainkan permainan ini, tidak hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk mengajarkan generasi muda tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.