02
February

 

VOInews.id- Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan pada Rabu (31/1) untuk meninjau putusan sementara Mahkamah Internasional (ICJ) baru-baru ini mengenai tindakan genosida Israel di Jalur Gaza. Melalui putusannya pekan lalu, ICJ memerintahkan Israel melakukan semua upaya untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut di Gaza, sejalan dengan kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida 1948. Pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, itu juga menuntut pembebasan segera seluruh sandera. Wakil Tetap Aljazair untuk PBB Amar Bendjama mengatakan keputusan tersebut menegaskan kembali bahwa masa impunitas telah berakhir.

 

“Kami dalam hal ini menegaskan kembali bahwa Israel, sebagai kekuatan pendudukan, segera mematuhi langkah-langkah yang disepakati oleh pengadilan," ujar dia, dalam pertemuan DK PBB yang membahas situasi di Timur Tengah, termasuk isu Palestina. Baca juga: MUI: Putusan ICJ ke Israel langkah penting secara hukum internasional Dia mengatakan masyarakat internasional wajib memastikan bahwa Israel sepenuhnya mematuhi putusan ICJ tersebut. Dia pun menekankan bahwa perintah sementara ICJ harus dijalankan untuk melindungi rakyat Palestina dari kejahatan genosida.

 

“Sangat penting untuk menjamin akuntabilitas guna melindungi generasi mendatang dari kekejaman seperti yang dilakukan saat ini di Gaza,” katanya. Wakil Tetap Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan, London menyambut seruan ICJ untuk pembebasan sandera segera dan perlunya menyalurkan lebih banyak bantuan ke Gaza, karena Mahkamah mengingatkan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam konflik terikat dengan hukum kemanusiaan internasional. Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengulangi seruannya untuk gencatan senjata di Gaza, mengingat bencana kemanusiaan semakin meningkat. "Putusan sementara ICJ adalah respon kuat terhadap kebutuhan untuk melindungi warga sipil," ujar dia.

 

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia pun mengadvokasi gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza. "Jelas bahwa lingkaran kekerasan di Gaza akan terus berlanjut sampai ketidakadilan yang sudah berlangsung lama yang mendasari konflik tersebut, dihilangkan dan rakyat Palestina dapat memperoleh hak untuk mendirikan negara merdeka mereka sendiri," katanya.

 

Antara

01
February

 

VOInews.id- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Rabu, mengatakan bahwa blok ekonomi BRICS tidak bermaksud menciptakan mekanisme untuk "kediktatoran baru mayoritas dunia." "Dalam semua tindakan, pernyataan, deklarasi dan praktik kami, semua negara kami selalu menekankan bahwa kami terbuka kapan saja untuk melakukan dialog yang jujur dan setara," kata Lavrov dalam pidatonya pada pertemuan pejabat negara-negara BRICS di Moskow. BRICS terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, Iran, Mesir, Arab Saudi dan Ethiopia. Menurut Lavrov, pendekatan jujur sudah lama tidak terlihat dari para pemimpin negara-negara Barat.

 

Kesetaraan adalah "kualitas langka yang jelas-jelas tidak banyak tersedia," katanya, menambahkan. Lavrov lebih lanjut mengatakan bahwa AS, serta pihak-pihak yang "mengendalikan sistem moneter dan keuangan global," telah membuktikan "ketidakmampuan mereka bernegosiasi dan tidak dapat diandalkan." "Ternyata semua prinsip suci pasar bebas bisa direnggut dalam semalam dan diubah menjadi instrumen pemaksaan bagi mereka yang tidak disukai Washington saat ini. Nasib seperti ini bisa menimpa negara mana pun," kata Lavrov. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa proses integrasi regional seperti BRICS telah meningkat dalam kondisi tersebut.

 

Lavrov juga menambahkan bahwa blok itu adalah "sesuatu seperti jaringan kerja sama" yang akan "memajukan harmonisasi dan pengembangan integrasi di negara-negara mayoritas di dunia pada tingkat global." Ketika mengomentari kepemimpinan Rusia di blok tersebut tahun ini, Lavrov mengatakan Moskow akan memberi perhatian besar kepada negara-negara yang telah memutuskan untuk menjalin kemitraan dengan organisasi tersebut.

 

"Aksesi anggota baru ke BRICS memperkuat kemitraan strategis dan posisi internasional asosiasi kami," kata Lavrov. "BRICS sepenuhnya mampu membentuk agenda global, secara konsisten membela kepentingan mayoritas dunia, menawarkan visinya tentang kontur tatanan dunia di masa depan, berdasarkan peristiwa-peristiwa objektif, perkembangan objektif," ujarnya. "... dan bukan pada skema yang dirancang secara artifisial untuk memperlambat perkembangan umat manusia," katanya, menambahkan.

 

Sumber: Anadolu

01
February

 

VOInews.id- Korea Utara pada Rabu menyatakan telah menuntaskan latihan peluncuran rudal jelajah strategis pada Selasa di lepas pantai barat negara itu. Latihan itu dilakukan untuk menguji kemampuan serangan balik cepat militer Korea Utara, kata media pemerintah negara itu. Penembakan Hwasal-2 bertujuan meningkatkan kemampuan serangan strategis militer, kata Kantor Berita KCNA, tanpa mengungkapkan jangkauan terbang atau jumlah rudal yang diluncurkan.

 

Menurut militer Korea Selatan, Korea Utara menembakkan beberapa rudal jelajah ke Laut Kuning dari kota Nampo pada Selasa pagi. Ini menjadi peluncuran rudal jelajah putaran ketiga dalam satu pekan yang dilakukan Pyongyang. Pyongyang menguji rudal jelajah strategis terbarunya, Pulhwasal-3 -31, yang diyakini mampu membawa hulu ledak nuklir, pada Minggu dan 24 Januari. KCNA melaporkan bahwa latihan Selasa tersebut tidak berdampak buruk pada keamanan negara-negara tetangga.

 

 

Antara

01
February

 

VOInews.id- Sultan Johor, Sultan Ibrahim Ibni Almarhum Sultan Iskandar, resmi menjadi Raja Malaysia ke-17 setelah mengucapkan sumpah jabatan dan menandatangani pernyataan dalam sebuah upacara adat di Kuala Lumpur pada Rabu (31/1). Upacara itu menandai dimulainya masa pemerintahan Sultan Ibrahim sebagai Yang di-Pertuan Agong ke-17 selama lima tahun. Dalam Rapat Khusus ke-263 Dewan Penguasa di Istana Negara pada 27 Oktober 2023, dia terpilih sebagai Raja Malaysia menggantikan Al Sultan Abdullah yang telah menyelesaikan jabatannya pada Selasa. Saat mengucapkan sumpah yang juga disiarkan secara daring, Yang di-Pertuan Agong Sultan Ibrahim berjanji akan menjalankan pemerintahan secara adil, bersungguh-sungguh menjaga dan membela kemurnian agama Islam, perdamaian dan kesejahteraan umat.

 

Pada kesempatan yang sama, Sultan Perak Sultan Nazrin Shah juga mengucapkan sumpah sebagai Wakil Yang di-Pertuan Agong. Upacara itu dilakukan dalam Rapat Khusus ke-264 Dewan Penguasa yang dipimpin Sultan Terengganu, Sultan Mizan Zainal Abidin. Bertindak sebagai saksi sumpah jabatan itu adalah Sultan Selangor Sharafuddin Idris Shah dan Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan Tuanku Muhriz Ibni Almarhum Tuanku Munawir. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim membacakan isi pernyataan itu dan menandakan secara resmi Sultan Ibrahim sebagai Kepala Negara Malaysia yang baru berdasarkan hukum dan Konstitusi Federal. Upacara itu dihadiri oleh raja-raja Melayu dari seluruh Malaysia dan para pejabat lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

 

Antara

Page 35 of 1161