Hubungan diplomatik Indonesia dan Maroko sarat dengan nilai romantika historis. Sejumlah fakta mengenai hubungan bilateral kedua negara menarik untuk dikaji. Duta Besar RI di Rabat, Hasrul Azwar pada program Ranah Diplomasi yang tayang pada kanal Youtube Voice of Indonesia pada Senin (29/01) menyampaikan sejumlah catatan penting yang mendasari persahabatan dua negara.
Pertama, Dubes Hasrul Azwar mengatakan, jauh sebelum diresmikannya hubungan diplomatik, Indonesia telah dikenal Maroko pada tahun 1346 M oleh penjelajah besar Maroko yang bernama Ibnu Batutah (w. 1369 M). Rihlah Ibnu Batutah, dalam bukunya yang berjudul Perjalanan Ibnu Batutah, menceritakan perjalanannya dari Maroko ke Mesir, Syria, India, China hingga ia berlabuh di Aceh. Batutah menggambarkan adanya sebuah Kerajaan Islam, yaitu Samudera Pasai, yang menyembah Allah Yang Maha Esa dan kuburan pelaut muslim termasyhur yang terletak di kota Tangier, sebuah kota di tepi laut yang berlokasi di seberang Spanyol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang Maroko-lah yang pertama kali mengunjungi usantara, Indonesia saat itu.
Kedua, Hasrul Azwar melanjutkan Presiden Soekarno mendapat posisi yang mulia di mata Masyarakat Maroko. Soekarno dianggap sebagai tokoh revolusi dunia yang mampu menghimpun kekuatan Asia-Afrika berjuang melawan kolonialisme, puncaknya pada perhelatan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955 di Bandung. Setahun berselang, tepatnya 2 Maret 1956, Maroko berhasil merebut kemerdekaannya dari Prancis. Begitu hebatnya kunjungan Presiden Soekarno, sebagai kepala negara asing pertama yang datang pertama menyambut kemerdekaan Maroko. Raja Maroko mengabadikan kunjungan historis tersebut dengan memakai nama Presiden pertama RI tersebut menjadi nama salah satu jalan utama di kota Rabat, yaitu Syari’ Al-Rais Ahmed Soekarno, sekarang menjadi Rue Soekarno (Jalan Soekarno). Selain itu, Maroko juga mengabadikan kedekatannya dengan Indonesia yang dianggap sebagai saudara kandung melalui penamaan Jalan Indonesia, Jalan Jakarta dan Jalan Bandung.
Ketiga, Hasrul Azwar menambahkan, persahabatan Indonesia dan Maroko juga tampak jelas pada kebijakan konsuler antar kedua negara. Raja Mohammed V memberi oleh-oleh kunjungan Presiden Soekarno berupa pembebasan visa bagi warga Indonesia yang berkunjung ke Maroko. Hebatnya, keistimewaan itu masih berlaku hingga saat ini. Diketahui, warga negara Indonesia dapat berkunjung ke Maroko tanpa visa selama periode waktu tiga bulan atau 90 hari.
Keempat, menurut Hasrul Azwar hubungan bilateral Indonesia dan Maroko ditopang oleh beberapa simpul ikatan budaya dan kerjasama antarbangsa. Di samping mayoritas masyarakat kedua negara yang beragama Islam, umat Islam Indonesia dan Maroko juga sama-sama penganut ahlussunnah wal jama’ah. Baik Indonesia maupun Maroko merupakan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Gerakan Non-Blok, Organisasi Kerjasama Islam, dan keduanya aktif dalam Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Dunia Islam (ICESCO), yaitu organisasi semacam UNESCO yang diprakarsai negara-negara Islam.
Kelima, Indonesia dan Maroko telah menaikkan status hubungan bilateral menjadi strategic partnership sejak Desember 2023. Dubes Hasrul Azwar mengatakan Maroko memandang posisi Indonesia yang strategis sebagai salah satu pendiri perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Sejak keketuaan ASEAN pada 2023, Indonesia mendukung penuh Maroko menjadi mitra dialog ASEAN, sebaliknya Maroko menjadi hub penting bagi produk Indonesia dalam upaya penetrasi pasar Afrika dan Eropa.