VOI BERITA Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima kunjungan Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj di kantornya, Jakarta, Jumat sore.
Wakil Presiden menemui rombongan Menlu India setelah menghadiri rapat terbatas mengenai peningkatan investasi dan perdagangan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan.
Wakil Presiden yang keluar dari Istana kepresidenan sekitar pukul 16.05 WIB bergegas menggunakan mobil golf menuju kantornya guna menerima rombongan Menlu India.
Wapres dalam kesempatan tersebut didampingi oleh Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Wapres menerima Menlu India sekitar pukul 16.10. Rombongan Menlu India tiba sekitar pukul 15.45 WIB. Dalam kesempatan tersebut, pertemuan berlangsung sekitar 15 menit. Sementara kedua Menlu juga diagendakan akan melakukan pertemuan di Kementerian Luar Negeri pada petangnya.
Direktur Jenderal untuk Urusan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya di Kantor Wapres mengatakan, kunjungan Menlu India ke Indonesia kali ini ingin membicarakan terkait komisi bersama sekaligus membahas hubungan bilateral kedua negara dengan sejumlah pokok bahasan.Ant
VOI BERITA Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan upaya ekstra yang dilakukan oleh otoritas pajak bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan.
"Dari tahun ke tahun, `extra effort` ini dilakukan untuk menciptakan `deterent effect` kepada Wajib Pajak," kata Robert dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Robert menambahkan upaya ekstra yang selama ini dilakukan oleh otoritas pajak seperti tindakan pengawasan, penyidikan maupun penagihan juga ikut memberikan kontribusi kepada penerimaan pajak.
Ia menjelaskan sekitar 15 persen dari penerimaan pajak 2017, yang tercatat sebesar Rp1.151 triliun atau 89,7 persen dari target yang dibebankan dalam APBNP, berasal dari kontribusi upaya ekstra.
Robert memastikan upaya yang "minim" tersebut harus dilakukan untuk menjaga 85 persen kontribusi penerimaan pajak dari kesadaran Wajib Pajak tetap terjamin.
"`Extra effort` ini 15 persen dari realisasi 2017, jadi 85 persen berasal dari kesadaran Wajib Pajak. Tapi yang 15 persen ini penting untuk menjaga 85 persen tetap patuh," katanya.
Meski demikian, ia mengakui upaya ekstra untuk mencari ketidakpatuhan tidak boleh secara masif dilakukan, karena hal tersebut justru memperlihatkan sistem perpajakan yang rapuh.
"Seharusnya tidak boleh `extra effort` dominan, kalau itu dominan, berarti sistemnya masih bolong-bolong," kata Robert.
Ia mengatakan upaya ekstra melalui pemeriksaan intensif akan dilakukan di 2018 melalui tambahan data dari program amnesti pajak maupun yang disampaikan pihak ketiga untuk kepentingan pengawasan perpajakan.
"Di 2018 dengan adanya `assessment` data, seharusnya kemampuan mendeteksi ketidakpatuhan bisa lebih bagus," ujar Robert.
Pemerintah dalam APBN 2018 menargetkan penerimaan dari sektor pajak sebesar Rp1.424 triliun. Target ini meningkat sebesar 20 persen dari realisasi 2017 sebesar Rp1.151 triliun. Ant
VOI BERITA Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah harus menjemput bola untuk bisa mendorong realisasi investasi masuk ke Indonesia.
Luhut seusai acara perayaan Natal dan Tahun Baru di Gedung BPPT, Jakarta, Jumat, mengatakan pesan itu merupakan hasil rapat terbatas kabinet yang digelar di Istana Merdeka membahas peningkatan investasi dan perdagangan.
"Rapat di istana tadi mengenai investasi. Sebenarnya berkali-kali Presiden menyampaikan supaya jangan terlalu banyak birokrasi dalam pengurusan-pengurusan. Kita harus jemput bola," katanya.
Luhut mengatakan pejabat pemerintah maupun menteri tidak boleh merasa seperti raja yang harus didatangi tapi justru harus memberikan pelayanan maksimal.
"Tanya masalahnya apa, apa yang harus diselesaikan, begitu," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas yang membahas peningkatan investasi dan perdagangan ditengah momentum positif ekonomi Indonesia.
VOI BERITA Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengemukakan industri nasional berperan di lima kelompok manufaktur global, yaitu yang berbasis inovasi untuk pasar domestik, memanfaatkan energi dan sumber daya alam, melakukan pemrosesan di tingkat regional, menggunakan teknologi tinggi, serta padat karya.
“Pemerintah tengah fokus mengembangkan industri pengolahan nonmigas yang menitikberatkan pada pendekatan rantai pasok agar lebih berdaya saing di tingkat domestik, regional, hingga global,” demikian keterangan resminya di Jakarta, Jumat.
Berdasarkan laporan IHS Global Insight, kelompok pertama yang terdiri dari industri kimia, otomotif, komponen kendaraan, mesin elektrik, serta permesinan dan peralatan lainnya memberikan nilai tambah terhadap sektor manufaktur di dunia hingga 35 persen.
Capaian bernilai besar itu, dikemukakannya, karena industri ditopang dari kekuatan modal atau investasi serta aktivitas penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) yang tinggi.
“Triwulan III tahun 2017, pertumbuhan industri mesin dan perlengkapan kita mencapai 6,35 persen serta industri alat transportasi sebesar 5,63 persen,” ungkap Airlangga.
Kinerja kedua sektor tersebut mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,06 persen di periode yang sama.
Kelompok kedua, menurut dia, meliputi industri produk kayu, pengolahan minyak bumi, batu bara, dan nuklir.
Kemudian, industri pulp dan kertas, produk berbasis mineral, dan logam dasar. Sektor-sektor tersebut menyumbangkan nilai tambah terhadap sektor manufaktur di dunia sebesar 27 persen.
Kekuatan kelompok itu berada pada pemanfaatan sumber daya alam dan energi serta padat karya. Indonesia adalah produsen nomor enam di dunia untuk penghasil pulp dan kertas. Bahkan, industri logam dasar merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan III/2017 sebesar10,60 persen.
“Indonesia juga tengah menargetkan produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025. Selain itu akan menghasilkan stainless steel sebanyak empat juta ton pada 2019," catat Airlangga.
Lebih lanjut, dinyatakannya, untuk kategori yang melakukan pemrosesan secara regional, antara lain industri produk karet dan plastik, produk metal terfabrikasi, makanan dan minuman, tembakau, serta percetakan dan publikasi.
Kelompok itu ikut memberikan kontribusi nilai tambah terhadap sektor manufaktur di dunia yang mencapai 23 persen. Kekuatan di sektor-sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Kementerian Perindustrian RI mencatat, sumbangan industri makanan dan minuman kepada PDB industri nonmigas mencapai 34,95 persen pada triwulan III/2017. Hasil kinerja sektor tersebut sebagai kontributor PDB industri terbesar dibanding subsektor lainnya.
“Pelaku industri ini sangat banyak di Indonesia, tidak hanya skala besar, tetapi juga telah menjangkau di tingkat kabupaten untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM). Bahkan, sebagian besar dari mereka sudah ada yang go international,” jelasnya.
Pada kelompok keempat, yang menggunakan teknologi tinggi di antaranya adalah industri komputer dan mesin perkantoran, industri semikonduktor dan elektronik, serta industri alat kedokteran, pengukuran dan optik.
“Nilai tambah dari sektor ini secara global sekitar delapan persen. Kekuatannya ada di R&D, modal, trade intensity, dan value intensity,” dikemukakan Airlangga.
Pemerintah RI juga tengah gencar menekankan pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). Hal ini dikuatkan dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Sementara itu, untuk kategori padat karya, meliputi seperti industri tekstil, produk pakaian dan kulit, furnitur, perhiasan, dan mainan.
“Sektor ini menyumbangkan nilai tambah hanya tujuh persen, karena seiring kemajuan teknologi yang pesat, seperti otomasi di sektor manufaktur," ungkapnya.
Oleh karena itu, Kemenperin tengah memacu sektor tersebut melalui program pengembangan industri padat karya berorientasi ekspor. Upaya yang telah dilakukan adalah mengusulkan agar sektor ini mendapatkan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi.
“Fasilitas tax allowance yang akan diberikan untuk sektor padat karya, dihitung dengan basis jumlah tenaga kerjanya. Kalau mereka mempekerjakan sebanyak 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja itu akan diberikan skema tax allowance tersendiri. Ini sedang kami bahas dengan Kementerian Keuangan, yang diharapkan industri padat karya kita semakin kompetitif di tingkat global," paparnya.
Bahkan, Airlangga menambahkan, pihaknya juga telah mengajukan pemberian insentif fiskal bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan pusat inovasi.
Untuk industri yang melaksanakan program vokasi, akan mendapat insentif pajak 200 persen. Sementara, industri yang membangun pusat inovasi akan mendapat insentif pajak 300 persen.
Strategi pembangunan industri yang berkelanjutan difokuskan pada peningkatan nilai tambah melalui inovasi dan pengembangan teknologi industri, pengembangan pola produksi yang dapat mengurangi pemborosan sumber daya, serta mengintegrasikan industri nasional dalam global value chain, demikian Airlangga Hartarto. Ant