Akbar

Akbar

10
October

 

(voinews.id)- Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat berbicara melalui telepon pada Minggu (10/10) sepakat bahwa ancaman terbaru nuklir Rusia "tidak bertanggung jawab" dan mobilisasi parsialnya merupakan "kesalahan serius".

Laporan isi pembicaraan telepon Scholz dan Biden itu dikeluarkan oleh pemerintah Jerman. Pembicaraan antara Kanselir Jerman dan Presiden AS difokuskan membahas persiapan pertemuan negara-negara Kelompok Tujuh (G7) dan Kelompok 20 (G20) mendatang yang akan membahas invasi Rusia ke Ukraina dan konsekuensinya, menurut pernyataan itu. Pembicaraan itu disebutkan berlangsung selama hampir satu jam.

Kedua pemimpin sepakat untuk tidak pernah menerima pencaplokan Rusia atas wilayah Ukraina dan menyebut upaya pencaplokan itu sebagai tindakan yang meningkatkan ketegangan, demikian isi pernyataan pemerintah Jerman tersebut.

Scholz dan Biden setuju bahwa mobilisasi parsial Rusia menunjukkan "harga pahit" yang harus dibayar Rusia atas kesalahan perhitungan Presiden Vladimir Putin.

"Kedua pemimpin mengkritik ancaman nuklir terbaru Moskow sebagai langkah tidak bertanggung jawab dan sepakat bahwa langkah seperti itu akan memiliki konsekuensi yang sangat serius bagi Rusia," bunyi pernyataan itu.

Terkait topik serangan terhadap jaringan pipa gas Nord Stream, kedua pemimpin sepakat bahwa sabotase infrastruktur penting akan ditangani dengan tegas, demikian isi pernyataan pemerintah Jerman itu.

Sumber: Reuters

10
October

 

(voinews.id)- Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawasi dan memandu pelatihan taktis unit operasi nuklir dari 25 September hingga 9 Oktober, kantor berita Korut, KCNA, melaporkan pada Senin. Kim telah menyatakan tekad untuk memperkuat operasi militer negaranya dalam melangkah ke depan.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak perlu berdialog dengan musuh-musuh Korut.

Laporan KCNA menyebutkan rudal balistik jarak menengah (IRBM) yang ditembakkan Korea Utara pada 4 Oktober merupakan rudal hasil pengembangan baru. Pengembangan itu, kata KCNA, ditujukan untuk memberikan peringatan lebih kuat dan jelas kepada musuh. Sumber: Reuters

07
October

 

(voinews.id)- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan penyelenggaraan Konferensi Parlemen G20 (P20) menambah optimisme baru mengenai kekuatan masing-masing negara dalam bekerja sama dan saling berkolaborasi untuk menghadapi tantangan dunia yang kian berat.

"Dalam menghadapi ancaman besar ini, kemampuan dari setiap negara itu berbeda-beda, ada negara yang mampu bertahan dan memiliki resiliensi yang tinggi, tapi banyak juga negara yang terancam menjadi negara gagal yang berdampak pada jutaan warganya serta memperlebar ketidakseimbangan ekonomi global," kata Presiden Jokowi saat membuka Sidang ke-8 Konferensi Ketua Parlemen G20 (P20) di Jakarta.

Jokowi meyakini forum P20 tersebut sangat strategis untuk mendiskusikan agenda-agenda bersama dunia yang memerlukan dukungan politik dari parlemen. Dukungan politik itu diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata yang dihadapi seluruh warga dunia.

Beberapa masalah yang dihadapi dunia saat ini, kata Jokowi, antara lain konflik geopolitik, ancaman krisis energi, krisis pangan, krisis keuangan, hingga perubahan iklim yang menimbulkan gangguan produksi pangan sehingga terdapat ancaman kelaparan.

Di saat semua itu, pandemi COVID-19 pun belum sepenuhnya usai.Jokowi juga mengajak para pimpinan parlemen untuk berupaya keras mengatasi perbedaan dan memperbanyak titik temu dalam memulihkan ekonomi dunia dan menyelesaikan krisis.

"Kita harus menurunkan ego kita masing-masing, kita harus berupaya keras mengatasi perbedaan-perbedaan, memperbanyak dan memperkuat titik temu," kata dia.Menurut Jokowi, kerja sama multilateral atau prinsip multilateralisme menjadi jalan paling efektif untuk mengatasi tantangan-tantangan dunia.

 

antara

07
October

(voinews.id)- Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memprediksi bahwa investasi smelter yang akan mengolah nikel akan semakin marak pada tahun mendatang, dimana hal tersebut mendukung hilirisasi yang tengah digenjot Indonesia.

"Salah satu investasi smelter yang semakin marak untuk tahun ini dan diprediksi tahun-tahun mendatang adalah investasi pengolahan dan pemurnian nikel sampai saat ini," kata Menperin kepada Antara dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menperin menambahkan terdapat 82 industri smelter nikel yang masuk dalam tahap operasi, konstruksi, dan studi kelayakan atau perencanaan Diketahui, salah satu bentuk hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) berbasis mineral adalah penumbuhan dan pengembangan fasilitas pengolahan dan permurnian (smelter).

Dengan maraknya investasi smelter yang dibangun sampai saat ini, lanjut Menperin, membuat nilai ekspor komoditas berbasis nikel semakin melonjak, khususnya untuk feronikel. Nilai ekspor komoditas feronikel terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir lantaran pemerintah memberlakukan pengaturan dan larangan ekspor mineral mentah yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 102.

Untuk komoditas lain pendukung hilirisasi sampai saat ini, lanjutnya, terdapat dua smelter industri tembaga, empat smelter industri aluminium, dan refinery alumina telah beroperasi. Menperin menyampaikan program hilirisasi memberikan dampak luas terhadap perekonomian nasional, khususnya melalui penyerapan tenaga kerja.

"Seiring dengan peningkatan produksi bahan baku besi, baja, tembaga, dan emas dari lapangan usaha pertambangan bijih logam, total smelter yang ada sampai saat ini menyerap tenaga kerja sekitar 200.000 orang tersebar di 15 provinsi," ujar Menperin.

Menperin menambahkan industri smelter juga melakukan proses transfer ilmu pengetahuan dengan mengirimkan pelatihan dan pendampingan terhadap tenaga kerja Indonesia. Adapun beberapa smelter telah bekerja sama dengan pusat pendidikan dan pelatihan industri (vocational training) dan perguruan tinggi khususnya di kawasan industri untuk melatih dan menyiapkan tenaga kerja industri yang kompeten.

Menperin menambahkan smelter menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi dari pada produk hasil tambang. Oleh karena itu diperlukan industri lebih lanjut yang dapat mengolah produk hasil dari smelter sehingga dapat tercipta rantai pasok yang lebih menyeluruh dari hulu ke intermediate hingga ke hilir untuk terciptanya hilirisasi sampai industri hilir untuk produk akhir (end product).

 

antara