Akbar

Akbar

07
October

 

(voinews.id)- Ketua DPR RI Puan Maharani berharap hubungan bilateral Indonesia-India semakin dipererat karena kedekatan kedua negara sudah terbangun selama 73 tahun. “Seperti persahabatan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno dengan Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehr, yang dekat secara ideologi dan fisik bagaikan kakak dan adik, sering bergandengan tangan saat bertemu,” kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Hal itu dikatakan Puan saat bertemu dengan Ketua Lok Sabha India Om Birla, di sela-sela “the 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit” (P20), di Jakarta,

Puan berharap Indonesia dan India yang telah bekerjasama dalam berbagai sektor strategis, dapat terus meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara. Menurut dia, nilai perdagangan antara kedua negara ditargetkan mencapai 50 miliar dolar AS pada tahun 2025.

Dia juga mendukung India yang akan menggantikan presidensi Indonesia untuk perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di tahun 2023. Parlemen India juga akan menjadi tuan rumah untuk pelaksanaan P20 tahun 2023.

“Kami menyambut baik kepemimpinan India di G20, dan saya juga mendoakan semoga Yang Mulia Om Birla diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan Keketuaan P20,” ujarnya. DPR RI menyelenggarakan acara P20 di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu-Jumat (5-7 Oktober 2022).

Dalam acara P20, DPR mengusung tema "Parlemen Kuat untuk Pemulihan Berkelanjutan", yang sejalan dengan tema Presidensi G20 yaitu "Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat". Ada empat isu utama yang akan diangkat dalam pertemuan P20 yaitu, pertama, pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau. Kedua, ekonomi inklusif dan ekonomi kuat untuk menghadapi tantangan terkini yaitu krisis pangan, energi, dan stagnasi.

Ketiga, parlemen efektif dan demokrasi dinamis; keempat, kesetaraan jender, dan pemberdayaan perempuan. Pelaksanaan P20, yang menjadi satu rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, diselenggarakan di Gedung Nusantara atau yang lebih dikenal dengan "Gedung Kura-Kura".

 

antara

07
October

 

(voinews.id)- Perdagangan dunia diperkirakan akan kehilangan momentum pada paruh kedua 2022 dan akan tetap lemah pada 2023, menyusul berbagai guncangan yang membebani ekonomi global, kata Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam pernyataannya.

Para ekonom WTO mengatakan dalam pernyataan tersebut bahwa volume perdagangan barang global akan tumbuh 3,5 persen pada 2022, sedikit lebih tinggi dari 3,0 persen yang diperkirakan pada April.

Namun, untuk 2023 mereka memperkirakan akan ada kenaikan 1,0 persen, yang berarti turun tajam dari perkiraan sebelumnya, yaitu 3,4 persen. Kesimpulan baru WTO memperkirakan produk domestik bruto (PDB) dunia pada nilai tukar pasar akan tumbuh sebesar 2,8 persen pada 2022, sementara pada 2023 akan tumbuh 2,3 persen atau 1,0 poin persentase lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Namun, pada Rabu para ekonom WTO menyatakan perkiraan April untuk 2023 saat ini tampak terlalu optimistis. Sejak April, harga energi meroket, inflasi semakin meluas, dan konflik Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Para ekonom menjelaskan bahwa permintaan impor diperkirakan akan melemah, akibat melambatnya pertumbuhan di ekonomi-ekonomi besar karena berbagai alasan. Lonjakan harga energi akibat konflik Rusia-Ukraina akan terus menekan pengeluaran rumah tangga dan meningkatkan biaya produksi di Eropa.

Sementara itu, pengetatan kebijakan moneter dilihat akan menghantam pengeluaran yang sensitif terhadap bunga (interest-sensitive spending) di berbagai bidang seperti perumahan, kendaraan bermotor, dan investasi tetap di Amerika Serikat. Kenaikan biaya impor untuk bahan bakar, makanan, dan pupuk serta berpotensi menyebabkan kerawanan pangan dan tekanan utang di negara-negara berkembang.

"Para pembuat kebijakan dihadapkan pada pilihan sulit saat mencoba menemukan keseimbangan optimal antara mengatasi inflasi, mempertahankan lapangan kerja penuh (full employment), dan memajukan target-target kebijakan penting seperti transisi ke energi bersih," kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala.

"Perdagangan merupakan instrumen penting untuk meningkatkan suplai barang dan jasa global, serta menurunkan biaya untuk mencapai emisi karbon net zero," lanjutnya.

 

antara

07
October

 

(voinews.id)- Presiden Rusia Vladimir Putin menginstruksikan adanya langkah-langkah ekonomi untuk merespons sanksi Barat yang diperkirakan akan meningkat. "Penting untuk dipahami bahwa tekanan sanksi terhadap Rusia hanya akan bertambah.

Terkait hal ini, perlu untuk merencanakan tindakan yang fleksibel dan efektif baik untuk jangka pendek maupun menengah dan dilaksanakan secara konsisten," kata Putin dalam sebuah video tentang isu-isu ekonomi.

Putin meminta jajarannya dan bank sentral Rusia untuk memastikan pemulihan berkelanjutan indikator ekonomi makro. Sektor-sektor yang berorientasi pada ekspor masih berada di bawah tekanan, terutama yang menargetkan negara-negara Eropa. Para eksportir Rusia juga memerlukan waktu untuk beralih ke pasar lain, kata Putin.

Sementara itu, sejumlah tren positif yang muncul antara lain saat produksi industri telah kembali ke tingkat yang sama seperti tahun sebelumnya. Industri-industri yang paling terdampak, seperti otomotif dan metalurgi, berangsur-angsur pulih, serta industri pertanian juga menunjukkan dinamika yang baik, ujar Putin.

 

antara

07
October

 

(voinews.id)- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyambut baik tema yang diusung pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ketua Parlemen G20 yang ke-8 (P20) di bawah presidensi Indonesia, yakni stronger parliament for sustainable recovery (parlemen yang lebih kuat untuk pemulihan yang berkelanjutan).

Hal tersebut disampaikan Guterres dalam pesan melalui rekaman video yang disampaikan pada sesi pembukaan KTT P20 ke-8 di Jakarta, Kamis. “Saya menyambut fokus Anda untuk parlemen yang lebih kuat untuk pemulihan yang berkelanjutan.

Ada bukit curam yang harus dipanjat,” katanya. Dia melanjutkan bahwa saat ini alih-alih pemulihan, yang tampak siap “menyambut” dunia adalah resesi yang dapat mendatangkan berbagai tantangan lainnya, termasuk inflasi, hutang yang mencengkeram, ketimpangan yang melebar, kemiskinan yang semakin dalam, serta konflik dan planet yang kian memanas.

“Masyarakat dunia mengalami hidup dalam krisis, dengan dampak terbesar yang dirasakan oleh perempuan dan generasi muda. Kita membutuhkan respons yang mengusung kepentingan manusia dan tidak unilateral,” ujar Guterres yang juga mengatakan bahwa langkah yang diambil sebagai respon harus mencakup semua masyarakat global.

Dia pun mengajukan tiga hal yang perlu diperhatikan guna mencapai tujuan pemulihan yang berkelanjutan. “Pertama, untuk menyelamatkan iklim, kita harus mengurangi emisi gas rumah kaca secara drastis, mengganti minyak fosil dengan energi terbarukan, meningkatkan pendanaan untuk upaya adaptasi, dan menangani berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh bencana,” paparnya.

Poin kedua yang ia sampaikan yakni terkait stimulus untuk penerapan dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Menurut Guterres, KTT G20 yang akan diselenggarakan di Bali nanti menjadi titik awal yang baik. Stimulus SDG tersebut akan mencakup peningkatan dalam pendanaan concessional untuk negara-negara berkembang, pembebasan hutang yang lebih besar, serta likuiditas yang lebih luas.

“Dan kita membutuhkan pemerintah-pemerintah G20 untuk memberikan mandat terhadap bank-bank pembangunan multilateral untuk menjadikan model bisnis mereka mendukung bagi transisi menuju ekonomi yang memiliki ketahanan iklim dan berbasis energi terbarukan,” tambahnya.

Adapun yang terakhir, dia mengatakan bahwa perlu ada penyetaraan ulang terhadap kuasa dan sumber daya antara negara-negara maju dan berkembang. Ia pun menggarisbawahi pentingnya peran parlemen dalam mencapai berbagai tujuan tersebut.

 

antara