(voinews.id)- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan surat edaran yang berisi harapan seluruh gubernur, bupati, dan wali kota memberi bantuan keuangan kepada Pemkab Cianjur untuk menangani korban bencana gempa.
"Sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan mekanisme sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Mendagri dalam surat tersebut di Jakarta, Selasa. Bantuan yang diberikan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing pemerintah daerah (pemda). Surat Edaran bernomor 900.1.1/8479/SJ tersebut perihal bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka penanganan masyarakat terdampak bencana alam.
Surat yang diteken pada tanggal 28 November 2022 tersebut ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota seluruh Indonesia. Dalam surat tersebut, Mendagri menjelaskan berbagai regulasi yang menjadi landasan pemda dalam memberikan bantuan kepada Pemkab Cianjur. Misalnya, peraturan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pada Pasal 28 ayat (4) dinyatakan bahwa pemda dalam keadaan darurat dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran (LRA). Regulasi lainnya berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam Pasal 166 menyebutkan bahwa pemda mengusulkan pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya dalam rancangan perubahan APBD. Terdapat pula Pasal 67 yang menegaskan bahwa belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan tujuan lainnya.
"Tujuan tertentu lainnya adalah dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan. Hal ini termasuk bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur penerima bantuan keuangan untuk penanganan masyarakat terdampak bencana alam," kata Mendagri.
antara
(voinews.id)- Pemerintah berupaya memastikan warga lanjut usia atau lansia terlindung dari keparahan akibat serangan COVID-19 dengan melaksanakan vaksinasi dosis keempat atau dosis penguat kedua pada warga berusia 60 tahun ke atas. "Pemerintah ingin memastikan lansia benar-benar terlindungi dari dampak parah akibat COVID-19," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril di Jakarta, Selasa.
Syahril mengatakan bahwa warga lansia termasuk kelompok yang rentan mengalami keparahan dan kematian akibat infeksi virus corona penyebab COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah sejak 22 November 2022 memberlakukan kebijakan mengenai vaksinasi booster atau penguat kedua untuk memberikan perlindungan tambahan kepada warga lansia.
Vaksinasi penguat kedua dilakukan setidaknya enam bulan setelah warga lansia mendapat suntikan vaksin COVID-19 dosis ketiga atau dosis penguat pertama, yang diberikan kepada mereka yang telah mendapat vaksinasi dosis pertama dan kedua. Pelaksanaan vaksinasi penguat kedua ditujukan untuk menekan risiko keparahan atau kematian akibat COVID-19 pada warga lansia.
"Percepatan vaksinasi baik primer maupun booster perlu dilakukan mengingat pasien COVID-19 yang meninggal sebagian besar adalah masyarakat yang belum divaksinasi, lansia, dan orang dengan penyakit penyerta," kata Syahril.
Dia juga mengemukakan pentingnya penggiatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19, utamanya di daerah-daerah yang cakupan vaksinasi primer maupun penguatnya masih di bawah 70 persen dari target vaksinasi. Ketua Satuan Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia Erlina Burhan sebelumnya mengemukakan bahwa orang yang belum mendapat vaksinasi dosis lengkap lebih rentan terinfeksi virus corona tipe SARS-CoV-2 sub-varian Omicron XBB.
antara
(voinews.id)- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Senin (28/11) menyerukan aksi di tiga area untuk mencegah bencana senjata biologis. Guterres menyampaikan seruan itu dalam pesan video untuk para peserta Konferensi Peninjauan Konvensi Senjata Biologis ke-9 di Jenewa. Area aksi pertama adalah memperkuat ketentuan perihal akuntabilitas konvensi tersebut untuk memastikan bahwa kemajuan ilmiah tidak dieksploitasi untuk tujuan-tujuan permusuhan.
"Mari kita pastikan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk kebaikan umat manusia, bukan kehancurannya, dan bahwa perdamaian tetap menjadi inti dari semua pengembangan dan kerja sama ilmiah," kata Guterres.
Kedua, perbarui pemikiran tentang verifikasi dan kepatuhan agar sesuai dengan ancaman yang ada saat ini. Dunia telah berubah secara dramatis selama lima dekade terakhir. Konvensi pun harus ikut berubah bersama dunia, katanya. Ketiga, berikan konvensi tersebut sumber daya finansial dan manusia yang telah ditingkatkan, yang diperlukan untuk melaksanakan tugas penting ini, kata Guterres. "Dunia dengan murah hati mendukung rezim global yang menentang senjata kimia dan proliferasi nuklir.
Kita harus melakukan hal yang sama untuk senjata biologis dengan peningkatan anggaran konvensi yang signifikan," katanya. "Inilah saatnya untuk menutup semua jalur pengembangan dan penggunaan senjata-senjata ini." Lima puluh tahun yang lalu, ketika Konvensi Senjata Biologis dibuka untuk ditandatangani, komunitas global berdiri sebagai satu kesatuan dan menyatakan bahwa penggunaan penyakit sebagai senjata yang disengaja merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan.
Konvensi itu memperkuat moral umat manusia, kata Guterres. "Pandemi COVID-19 membuat dunia bertekuk lutut. Sekarang bayangkan adanya sebuah penyakit yang berbeda, yang dengan sengaja dirancang dan dapat menyebar ke populasi global dengan lebih cepat lagi," katanya. "Senjata biologis bukanlah produk fiksi ilmiah. Senjata itu adalah bahaya yang jelas dan nyata. Itulah mengapa memperkuat Konvensi Senjata Biologis menjadi lebih penting dari sebelumnya."
antara
(voinews.id)- Gerilyawan Taliban di Pakistan tidak akan lagi mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang telah berlangsung selama berbulan-bulan dengan Pemerintah Pakistan, kata juru bicara kelompok Taliban itu, Senin (28/11). Kelompok Taliban Afghanistan telah memfasilitasi pembicaraan damai antara militan Taliban di Pakistan dengan Pemerintah Pakistan sejak akhir 2021.
Akhir dari gencatan senjata itu disampaikan oleh kelompok Taliban di Pakistan menjelang kunjungan delegasi Pakistan, yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Hina Rabbani Khar, ke Kabul pada Selasa. Juru bicara kelompok militan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) Mohammad Khurasani mengatakan kepada Reuters melalui pesan teks bahwa pihaknya telah memutuskan untuk mengakhiri gencatan senjata dengan Pemerintah Pakistan.
Sebuah pernyataan TTP menyerukan desakan bagi para anggota mereka untuk melanjutkan serangan sebagai pembalasan terhadap kampanye militer berkelanjutan terhadap mereka. Militer Pakistan telah melakukan beberapa serangan terhadap militan TTP di kubu-kubu mereka di distrik-distrik terpencil yang berbatasan dengan Afghanistan. TTP adalah kelompok payung dari beberapa kelompok militan Sunni yang telah menyerang Pakistan selama bertahun-tahun, dengan tujuan menggulingkan pemerintah dan memerintah negara Asia Selatan berpenduduk 220 juta jiwa itu dengan hukum Islam yang ketat dari Taliban.
Sejauh ini belum ada tanggapan apapun dari Pemerintah Pakistan mengenai pengakhiran gencatan senjata itu. TTP telah melakukan beberapa serangan paling berdarah di Pakistan sejak 2007. TTP tidak secara langsung berafiliasi dengan kelompok Taliban Afghanistan, tetapi telah berjanji setia kepada Taliban.
Sumber: Reuters