(voinews.id)
Vaksinasi COVID-19 dengan sasaran anak usia 6-11 tahun di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah untuk dosis pertama sudah mencapai 82,57 persen.
"Vaksinasi anak capaian sebanyak 224.497 anak di Kalteng yang sudah menerima vaksin dosis pertama," kata Perwakilan Tim Komunikasi Publik Satgas COVID-19 Kalteng Agus Siswadi di Palangka Raya, Kamis.
Sementara itu vaksinasi dosis kedua untuk anak sudah mencapai 51,72 persen atau sebanyak 140.614 orang.
Adapun sasaran vaksinasi anak sebanyak 271.873 orang.
Dakuinya, jika dibagi jumlah sasaran vaksinasi anak per kabupaten, maka terbanyak rinciannya yakni Kotawaringin Timur sebanyak 44.295 orang, Kapuas sebanyak 40.084 orang, Palangka Raya sebanyak 29.300 orang serta kabupaten lainnya.
Untuk realisasi capaian per kabupaten dan kota pada dosis pertama, menurut Agus, rata-rata sudah berada di atas 70 persen bahkan untuk Kotawaringin Barat sudah 106,47 persen atau 29.083 orang.
Agus menyebut, hanya Katingan yang realisasinya masih 67,36 persen atau 12.382 orang.
"Pemprov melalui satgas terus memacu percepatan dan peningkatan capaian target vaksinasi di Kalteng, termasuk untuk anak usia 6-11 tahun," katanya.
Capaian vaksinasi yang baik untuk anak, diharapkan semakin memberi manfaat khususnya dalam peningkatan perlindungan mereka pada kegiatan pembelajaran, sehingga aman dari ancaman COVID-19.
Agus menyampaikan untuk capaian vaksinasi secara keseluruhan meliputi semua sasaran, baik anak, lansia dan lainnya di Kalteng, pada dosis pertama sudah mencapai 95,62 persen atau 1.946.940 orang.
Kemudian dosis kedua sudah mencapai 75,88 persen atau 1.544.984 orang, serta dosis ketiga atau booster mencapai 8,36 persen atau 170.203 orang.
Selama ini satgas bersama berbagai instansi terus berkolaborasi dalam upaya percepatan vaksinasi, mulai dari menyediakan gerai vaksin pada agenda-agenda strategis misalnya car free day hingga keliling daerah dengan menyasar hingga wilayah pedesaan.
Terbaru, dalam sejumlah kegiatan vaksinasi, Pemprov Kalteng memberikan bingkisan berupa minyak goreng kepada masyarakat yang mengikuti vaksinasi.antara
(voinews.id)Sebuah rancangan resolusi (ranres) yang diajukan Rusia dan berisi seruan soal akses bantuan dan pelindungan warga sipil di Ukraina, terjegal di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemungutan suara pada Rabu (23/3).
Dari total 15 negara anggota Dewan Keamanan, hanya Rusia dan China yang menyetujui ranres tersebut sementara sisanya memilih abstain.
Resolusi rancangan Rusia itu tidak menyebut-nyebut soal peranan Moskow dalam krisis Ukraina.
"Kalau Rusia memang peduli soal kondisi kemanusiaan, seharusnya mereka berhenti mengebom anak-anak dan berhenti melancarkan taktik pengepungan. Tapi ternyata tidak demikian," kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward di Dewan pascapemungutan suara.
Rusia selama ini membantah menjadikan warga sipil sebagai target serangannya.
Untuk dapat disahkan, rancangan resolusi Dewan Keamanan harus mendapatkan sedikitnya sembilan suara dukungan serta tidak ada veto dari salah satu negara ini: Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China, dan Rusia.
Moskow sebelumnya membatalkan pemungutan suara di Dewan Keamanan yang dijadwalkan Jumat (18/3) pekan lalu, setelah menuding negara-negara Barat melancarkan "tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya" terhadap langkah itu.
Rusia mengajukan ranres setelah Prancis dan Meksiko menarik rancangan versi mereka ke Dewan Keamanan karena yakin dokumen itu akan diveto oleh Moskow.
Dokumen rancangan Prancis dan Meksiko berisi kritik terhadap Rusia, yang dianggap sebagai penyebab kemunculan masalah kemanusiaan di Ukraina.
Ukraina dan negara-negara sekutunya, sementara itu, berencana mengajukan ranres ke forum pemungutan suara di Majelis Umum PBB.
Di majelis beranggotakan 193 negara itu, tidak ada negara yang punya veto (hak membatalkan).
Afrika Selatan juga mengajukan ranres tandingan ke Majelis Umum menyangkut Ukraina, tapi tidak menyebutkan soal Rusia.
Ranres yang diusung Ukraina saat ini mendapat dukungan dari 88 anggota Majelis, sementara ranres versi Afrika Selatan didukung oleh enam negara, termasuk China, kata beberapa diplomat.
Ukraina dan negara-negara sekutunya berupaya menambah jumlah 141 suara dukungan yang didapat pada 2 Maret, saat Majelis Umum mengesahkan resolusi yang menyesalkan "agresi" Rusia ke Ukraina dan mendesak Moskow menarik pasukan dari Ukraina.
Resolusi 2 Maret itu ditolak oleh Rusia, Belarus, Korea Utara, Suriah, dan Eritrea. Sebanyak 35 negara, termasuk China, abstain.reuters
(Voinews.id)Tingkat radiasi di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Chernobyl berisiko meningkat karena sistem pemantau radiasi dan pemadam kebakaran hutan tidak berfungsi, kata Energoatom, perusahaan nuklir negara Ukraina, Senin.
Segera setelah melancarkan invasi di Ukraina pada 24 Februari, pasukan Rusia merebut kendali wilayah di sekitar PLTN tak berfungsi yang pernah mengalami kecelakaan nuklir terburuk di dunia pada 1986.
Akibat pendudukan itu, sistem yang memonitor tingkat radiasi dalam zona terlarang seluas 30 km di hutan sekitar pembangkit saat ini tidak berfungsi, kata Energoatom lewat sebuah pernyataan.
"Tak ada data tentang status polusi radiasi dari lingkungan zona terlarang, sehingga tak mungkin bisa merespons ancaman," kata perusahaan itu.
Energoatom mengatakan kebakaran hutan musiman, yang lebih sering terjadi di musim semi dan panas, membawa ancaman tersendiri karena petugas pemadam kebakaran di zona itu tak bisa bekerja.
"Tingkat radiasi di zona terlarang dan sekitarnya, yang tak hanya mencakup Ukraina tapi juga negara-negara lain, bisa memburuk secara signifikan," kata perusahaan itu.
Terlepas dari keberadaan pasukan Rusia, petugas lokal terus bekerja di fasilitas limbah radioaktif Chernobyl, meski khawatir mengalami kelelahan akibat tidak adanya petugas baru untuk bekerja secara bergiliran.
Pada Minggu, pengawas nuklir PBB mengatakan sejumlah staf baru sudah datang sehingga separuh dari jumlah petugas bisa meninggalkan Chernobyl.Reuteurs
(Voinews.id)Komisioner migrasi Uni Eropa Ylva Johansson Senin memperingatkan anak-anak Ukraina dalam bahaya diperdagangkan saat mereka melarikan diri dari invasi Rusia. Johansson dalam konferensi pers di Estonia dikutip Reuters mengatakan sekitar setengah dari 3,3 juta orang Ukraina yang telah melarikan diri ke negara-negara Uni Eropa sejak awal perang adalah anak-anak dan "jutaan lagi" diperkirakan akan datang. Johansson menambahkan Ukraina memiliki sejumlah besar anak yatim dan anak-anak yang lahir melalui ibu pengganti yang tidak dijemput oleh orang tua mereka. Itu meningkatkan risiko diculik atau menjadi korban adopsi paksa. Ada risiko besar anak-anak yang rentan diperdagangkan. Dia mengatakan risiko dapat muncul di perbatasan di mana penjahat yang menyamar sebagai penolong dapat mengambil keuntungan dari orang-orang rentan dengan menawarkan perlindungan kepada para migran yang tiba. (reuters)