Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, pada Jumat (17/7) menandatangani Nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) tentang kerja sama diplomasi ekonomi untuk mendukung ‘BUMN Go Global’.
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa program diplomasi ekonomi BUMN Go Global yang bekerjasama dengan Kemenlu bukan sekedar gaya-gayaan. Program BUMN Go Global, menurutnya, memiliki dua tujuan. Pertama, produk-produk BUMN yang saat ini sudah diakui oleh banyak negara akan dipasarkan secara luas. Kemudian tujuan kedua adalah memperbaiki rantai pasok yang ada di Indonesia.
BUMN Go Global memiliki peran strategis dalam pengembangan dan ekspansi pemasaran produk-produk BUMN. Contohnya adalah produksi vaksin yang dilakukan oleh Bio Farma dan produk industri pertahanan telah mendapatkan pengakuan di beberapa negara Asia Tenggara.
Saat ini, sejumlah BUMN sudah memiliki jaringan operasional di luar negeri, seperti perbankan dan konstruksi. Tiga bank milik negara, yakni BNI, BRI, dan Bank Mandiri memiliki beberapa kantor cabang di mancanegara. Sedangkan, PT Semen Indonesia (Persero) memiliki unit operasi di Vietnam. Di bidang energi, PT Pertamina memiliki wilayah operasional di 12 negara melalui Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi. Di bidang konstruksi, PT Wijaya Karya menjadi kontraktor nasional kawakan yang telah mengerjakan banyak proyek di luar negeri.
Jumlah BUMN yang sudah memiliki jaringan operasional di luar negeri masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah total BUMN yang mencapai lebih dari 100 BUMN yang ada saat ini. Sehingga dengan adanya program BUMN Go Global ini, diharapkan semakin banyak BUMN yang melakukan upaya perluasan usaha ke luar negeri.
Untuk merealisasikan BUMN Go Global, Kementerian BUMN perlu membangun BUMN yang sehat dan berkinerja bagus, serta berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara. Dari data tahun 2018, total pendapatan dari 142 BUMN mencapai Rp210 triliun dimana 76% berasal dari 15 BUMN. Ini artinya banyak BUMN yang belum beroperasi secara optimal.
Menteri BUMN, Erick Thohir perlu segera menuntaskan upaya memperbaiki tata kelola seluruh BUMN agar sehat dan berkinerja bagus. Hanya BUMN sehat dan bagus mampu berekspansi dan bersaing di kancah global.
Dukungan dari Kementerian Luar Negeri sangat penting dalam upaya mewujudkan BUMN Go Global. Pihak Kemlu harus menempatkan diplomat-diplomat handal dan memberikan penugasan lebih konkret kepada para kepala perwakilan RI di mancanegara untuk mendukung program BUMN Go Global.
Setelah melewati diskusi dan argumentasi empat hari, Para Para pemimpin Uni Eropa akhirnya menghasilkan kesepakatan penting untuk mengatasi pandemi Covid 19. KTT pemimpin Uni Eropa yang berakhir Selasa 21 Juli menyepakati pengumpulan dana sekitar 2 trilyun Euro. Meski sempat terkendala karena Hungaria dan Polandia berusaha menghambat kesepakatan, Presiden Dewan Eropa Charles Michel menyatakan KTT itu berlangsung dengan sukses. Diskusi maraton 4 hari akhirnya berhasil memberikan harapan baru bagi penanganan dampak Covid 19. Presiden Perancis Emanuel Macron bahkan mengatakan bahwa penetapan hasil KTT kali ini merupakan momen bersejarah bagi Uni Eropa.
Dana sekitar 2 trilyun Euro yang merupakan kesepakatan para Pemimpin Uni Eropa akan disalurkan dalam bentuk hibah dan pinjaman, bagi anggota Uni Eropa yang memerlukan karena mengalami dampak signifikan dari pandemi Covid 19. Walaupun demikian, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen sempat mengemukakan kekecewaan karena adanya pemotongan anggaran guna keperluan penelitian dan inovasi,
Komitmen dan kesepakatan para pemimpin Uni Eropa ini patut dicatat sebagai keberhasilan bersama dalam menangani Covid 19 dan dampaknya. Para pemimpin telah memanfaatkan organisasi yang mereka bentuk untuk mendiskusikan masalah mendesak dan penting yaitu pandemi Covid 19. Ketetapan dalam KTT itu dapat menjadi contoh bagi organisasi regional lainnya dalam memandang dan menyelesaikan persoalan. Bagi organisasi di luar Uni Eropa, ketidak paduan pandangan dan komitmen yang berbeda sering menjadi masalah bagi dicapainya kesepakatan. Uni Eropa beruntung karena negara anggotanya tidak ada yang terlibat konflik, apalagi perang saudara, sebagaimana yang ada di kawasan lain di dunia ini. Kondisi ekonomi negara penyangga utama Uni Eropa, seperti Jerman dan Perancis pun cukup mampu untuk ikut mendorong terwujudkan komitmen pendanaan dan upaya bersama.
Covid 19, di beberapa negara Uni Eropa memang sudah mulai dianggap mereda, namun mengantisipasi dampak di masa depan, khususnya di bidang ekonomi memang harus dipikirkan. Itulah yang dilakukan para pemimpin Uni Eropa.
Presiden Joko Widodo membentuk Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Komite ini dibentuk melalui peraturan pemerintah yang ditandatangni oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (20/7). Sesuai namanya, komite ini akan mengoordinasikan kerja dua satuan tugas-satgas, yakni Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjabat sebagai ketua komite. Enam menteri lainnya menjabat sebagai wakil ketua komite, yakni Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi -Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan -Mahfud MD, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan -Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan -Sri Mulyani, Menteri Kesehatan -Terawan Agus Putranto dan Menteri Dalam Negeri -Tito Karnavian. Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir ditunjuk sebagai ketua pelaksana komite. Dia mengoordinasikan Ketua Satgas pemulihan ekonomi dan Ketua Satgas penanganan Covid-19. Ketua Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 tetap dijabat oleh Doni Monardo, sementara, Wakil Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin menjadi Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi.
Dalam jumpa pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/7), Menteri Airlangga mengatakan, komite ini sengaja dibentuk agar penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan dan ekonomi dapat berjalan beriringan. Sementara itu, Menteri Erick Thohir berharap pekan ini juga timnya dapat segera menyusun dan menyelesaikan program yang akan menyinergikan penanganan Covid-19 dari sisi ekonomi dan kesehatan. Dia berpendapat bahwa pembentukan komite ini memberikan sinyal positif penanganan Covid-19 dan perekonomian akan berjalan beriringan.
Sudah hampir enam bulan Indonesia diterpa pandemi Covid-19. Tak dapat dipungkiri, wabah ini berdampak buruk bagi perekonomian. Pekerja dan pengusaha kecil sangat terpukul atas dampak buruk pandemi Covid0-9. Namun, Indonesia tidak sendiri. Kelesuan ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh kelesuan ekonomi dunia akibat pandemi ini. Bahkan, negara tetangga, seperti Singapura resmi menyatakan diri jatuh ke dalam resesi ekonomi.
Perkembangan inilah yang mungkin membuat pemerintah Indonesia mencari cara bagaimana memulihkan ekonomi sementara pandemi masih terus berlangsung. Pembentukan komite untuk memulihkan ekonomi sekaligus menangani Covid-19 diharapkan dapat memenuhi harapan banyak orang agar Indonesia luput dari resesi ekonomi.
Apapun yang dibentuk oleh pemerintah, tujuannya adalah untuk kepentingan rakyat. Kini yang dibutuhkan adalah gerak cepatnya. Berapapun banyaknya satgas yang dibentuk, yang penting adalah kecepatan pelaksanaannya di lapangan. Semakin tertunda pelaksanaannya, semakin sulit pemulihannya, bahkan mungkin terlalu terlambat untuk memulihkannya.
Negara-negara G20 sepakat untuk meningkatkan kerja sama dan melanjutkan implementasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan di tengah pandemi COVID 19. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengatakan peningkatan kerjasama dilakukan untuk melindungi nyawa, menjaga lapangan pekerjaan, membantu masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, dan meningkatkan ketahanan sistem keuangan.
Langkah ini merupakan respons terhadap penyebaran pandemi COVID-19. Dalam siaran pers terkait hasil pertemuan virtual menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 yang dirilis pada Senin (20/7, Onny Widjanarko menjelaskan peningkatan kerja sama tersebut dilakukan untuk mengatasi penyebaran virus dan memperkuat respons kebijakan untuk pemulihan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, berimbang dan inklusif. Dalam pertemuan yang dilaksanakan pada 18 Juli 2020, Indonesia diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo.
Pada kesempatan tersebut, Bank Indonesia menekankan peran penting lembaga keuangan internasional dalam mendukung upaya peningkatan resiliensi ekonomi dan stabilitas sistem keuangan global.
Onny Widjanarko mengatakan, Bank Indonesia bersama pemerintah dan lembaga serta instansi terkait akan terus berupaya memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi COVID-19.
Dalam pertemuan G20 tersebut Dana Moneter Internasional-IMF menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 diprediksi berskala lebih besar dan berdurasi lebih lama dari perkiraan. Kondisi tersebut menyebabkan perekonomian global akan terkontraksi pada 2020.
Perbaikan indikator ekonomi akibat pembukaan kembali kegiatan ekonomi dan besarnya dukungan kebijakan stimulus moneter dan fiskal di berbagai negara masih relatif lemah. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian global diperkirakan baru akan kembali tumbuh positif pada 2021.
Menurut IMF, dalam kondisi belum ditemukannya solusi medis untuk menangani COVID-19, penguatan kerja sama G20 sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya dampak negatif yang lebih dalam pada perekonomian global.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 juga menyepakati pentingnya perluasan akses ekonomi, pendidikan, dan lapangan kerja bagi perempuan, pemuda, dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah-UMKM, pemanfaatan teknologi dalam pembangunan infrastruktur (infratech), dan penguatan resiliensi sektor keuangan, untuk mewujudkan pemulihan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif.
Forum tersebut juga menyepakati untuk melanjutkan pemberian keringanan pembayaran utang luar negeri (Debt Service Suspension Initiative/DSSI) kepada negara-negara miskin yang terdampak COVID-19, serta menegaskan komitmen untuk mencapai konsensus global terkait perpajakan dalam era ekonomi digital pada akhir 2020.