ofra voi

ofra voi

06
June

Kabupaten Kudus adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah beribukota di Kota Kudus. Terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini berjarak 51 kilometer dari timur Kota Semarang.Kudus dikenal sebagai kota penghasil rokok (kretek) terbesar di Jawa Tengah dan juga dikenal sebagai kota santri. Kota ini adalah pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Hal ini dapat dilihat dari adanya tiga makam wali/sunan, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu. Jika Anda mengunjungi daerah ini, Anda tidak akan menemukan kuliner berbahan dasar daging sapi. Mengapa?

Ciri khas kuliner Kudus seperti sate, soto, pindang dan masakan daging lainnya adalah menggunakan daging kerbau. Hal tersebut tidak lepas dari sejarah panjang kerukunan umat beragama sejak masa Sunan Kudus Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Saat itu Sunan Kudus melihat masyarakat setempat sudah memeluk agama Hindu yang sangat menghormati sapi.untuk menghormati pemeluk agama Hindu, Sunan Kudus melarang para pengikutnya menyembelih sapi, karena menurut kepercayaan agama Hindu, sapi adalah hewan suci. Sejak itu masyarakat Kudus yang ingin mengkonsumsi daging sapi memilih menyembelih kerbau sebagai gantinya. Hingga sekarang walaupun tidak ada larangan, masyarakat Kudus tetap memegang teguh larangan Sunan Kudus untuk tidak menyembelih sapi, termasuk pada perayaan Idul Adha.

Mengikuti jejak Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kudus memberikan dakwah dan petuah melalui kearifan lokal dengan mengapresiasi kebudayaan setempat dan keyakinan-keyakinan Pra Islam.Hal lain, padasan atau pancuran untuk berwudhu berjumlah 8 dan dihias ornament berbentuk relief arca. Angka 8 ini mengacu pada ajaran Buddha, Asta Sanghika Marga atau Delapan Jalan Utama (kepercayaan Budha). Pengambilan bentuk-bentuk dan filosofi Budha ini tentu saja dilakukan dengan alasan toleransi sekaligus mengundang para pemeluk Budha untuk mau datang dan mempelajari agama Islam.Dalam bentuk bangunan, terjadi alkulturasi pada Menara masjid yang berbentuk bangunan candi Hindu dengan arsitektur gabungan Islam, Hindu, dan Buddha. Dengan arsitektur masjid yang mengambil bentuk-bentuk arsitektur Hindu dan Budha, selain terjadi kesinambungan, diwujudkan pula nilai toleransi beragama.bukti sejarah dan berlangsungnya kehidupan masyarakat Kudus hingga sekarang ini, untuk memelihara kerukunan dan kedamaian dengan cara mempraktekkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

06
June

Pada edisi kali ini, akan sajikan beragam religi Indonesia. Sebagai pembuka, berikut satu lagu oleh Audy dengan judul "Lupakah Engkau". Lirik lagu “Lupakah Engkau” mengingatkan bahwa apapun yang terjadi di dalam hidup, termasuk pahitnya nasib bukanlah alasan untuk menyerah. Sebab, masih ada Tuhan yang masih setia menemani dan mengasihi.

demikianlah lagu berjudul “Lupakah Engkau” oleh Audy yang tergabung dalam album bertajuk “Kita untuk Mereka” yang dirilis pada tahun 2005. Album “Kita Untuk Mereka” adalah sebuah album kompilasi berbagai musisi Indonesia yang didedikasikan untuk mengenang korban tsunami di Aceh dan Sumatera Utara pada 2004 silam.

Lagu berikutnya juga terdapat dalam album “Kita Untuk Mereka”, yaitu “Pasrahkan PadaNya”. Sedikit mirip dengan “Lupakah Engkau” oleh Audy, lirik “Pasrahkan PadaNya” menggambarkan bahwa bahagia bisa berganti duka dengan cepat. Terkadang, diri pun tidak sanggup menahannya. Namun, sebagai umat yang percaya, sudah seharusnya tidak menyesali apa yang terjadi, melainkan berserah kepadanya. Sebab, duka nestapa pun akan segera kembali jadi bahagia.

masih ada dua lagu religi yang akan kami hadirkan untuk anda. Pertama, ada lagu “Allah Engkau Dekat” oleh Opick. Lagu ini merupakan salah satu lagu yang ada dalam “Sang Maha Cahaya” yang dirilis di tahun 2016. Opick mengaku album ini berisi perenungan hidupnya. Lirik “Allah Engkau Dekat” menggambarkan bahwa di dalam suka, duka, dan bahkan dosa, Tuhan selalu bersama kita. Tiada satu detikpun Tuhan meninggalkan umat-Nya tanpa berkat dan bimbingan-Nya..

lagu berikut yang akan saya putarkan dalam Pelangi Nada edisi kali ini adalah “Padamu Ya Allah” oleh Vagetoz. Melalui lagu yang terdapat dalam album “Kuatkan Aku” yang dirilis pada tahun 2008, Vagetoz ingin menggambarkan bahwa dunia ini selalu penuh godaan untuk berbuat dosa dan memenuhi nafsu dunia. Hanya Tuhanlah yang bisa membimbing dan memberikan kekuatan untuk melawan semua godaan.Dengan berakhirnya lagu ini, berakhir pula acara Pelangi Nada religi edisi kali ini.

04
June

Keroncong

Published in pop music

Edisi kali ini, akan menghadirkan lagu-lagu berirama keroncong yang dibawakan oleh penyanyi-penyanyi berbakat Indonesia.

Demikianlah lagu berjudul Rangkaian Melati dibawakan oleh Wiwit Sunarto. Sebuah lagu keroncong asli yang diciptakan oleh R. Maladi Arimah Noramin. Bercerita tentang rangkaian melati yang menjadi pengikat hati dua insan. Walaupun sang pahlawan takkan kembali, namun rangkaian melati akan tetap dijaga sampai akhir hayat.

Sebuah lagu perjuangan yang menunjukkan dukungan sepenuh jiwa kepada pahlawan yang berjuang dan berkorban demi bangsa dan negara.

Selain Wiwit Sunarto, lagu ini juga pernah dibawakan oleh penyanyi-penyanyi Indonesia lainnya. Selanjutnya kita dengarkan sebuah lagu keroncong berjudul Kicir-Kicir dibawakan oleh Sumiati.

Demikianlah lagu berjudul Kicir-Kicir yang dibawakan oleh Sumiati. Wanita yang merupakan saudara perempuan penyanyi Mus Mulyadi ini adalah penyanyi keroncong tahun 60an. Sumiati pernah menjuarai beberapa perlombaan lagu bergendre keroncong.

Lagu Kicir-kicir adalah lagu dari Daerah Betawi atau Jakarta, yang sering dinyanyikan pada acara-acara resmi maupun tidak resmi Jakarta. Lagu ini memiliki lirik yang menarik karena bentuknya seperti syair dengan dua larik pertama berupa sampiran dan dua larik selanjutnya berupa isi lagu. Selain di Jakarta, lagu ini juga dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, bahkan sering juga ditampilkan pada acara berkelas internasional. Jika diperhatikan liriknya lagu ini mengandung pesan agar kita tidak bersedih hati dan giat dalam bekerja.//

04
June

Warna Warni edisi kali ini kami akan mengajak Anda untuk mengetahui cerita mengenai wayang klithik, salah satu warisan budaya yang terlupakan. Wayang klithik adalah wayang yang terbuat dari kayu. Berbeda dengan wayang golek yang mirip dengan boneka, wayang klithik berbentuk pipih seperti wayang kulit. Wayang ini diciptakan pada abad ke-17, lebih tepatnya wayang ini diciptakan pada tahun 1648 tetapi siapa penciptanya tidak diketahui.

Pementasan Wayang Klithik diiringi oleh alunan musik gamelan instrumen dan beberapa pesinden, namun tidak menggunakan layar sehingga penonton dapat melihat secara langsung. Wayang ini disebut klitik karena mengandung arti kecil. Tidak hanya ukurannya yang kecil, tapi dimungkinkan karena bunyi klitik yang terjadi saat masing-masing tokoh dalam wayang ini saling beradu. Bunyi benturan terdengar dari wayang yang berbahan dasar kayu ini. Repertoar cerita wayang klitik juga berbeda dengan wayang kulit.Di mana repertoar cerita wayang kulit diambil dari   wiracarita Ramayana dan Mahabharata, repertoar cerita wayang klitik diambil dari siklus cerita Panji dan Damarwulan. Cerita yang dipakai dalam wayang klithik umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan wayang klitik memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari Babad Tanah Jawi sekalipun. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras salendro dan berirama playon bangomati. Ada kalanya wayang klitik menggunakan gending-gending besar.

Wayang Klitik banyak ditemukan di daerah – daerah di Jawa Tengah seperti di Kudus. Disini Wayang Klitik masih berkembang dan biasa ditampilkan saat hajatan perkawinan,upacara bersih desa,dan berbagai upacara desa lainnya. Wayang Klitik sendiri oleh sebagian kalangan disakralkan. Di Kudus kini hanya tinggal satu daerah yang melestarikan kesenian Wayang Klitik tersebut,yaitu di Desa Wonosoco. Seluruh peralatan serta 52 buah tokoh wayang yang ada merupakan warisan turun temurun dari para pendahulunya. Tak banyak yang tahu siapa yang membawa Wayang Klitik hingga ke Desa Wonosoco.

Konon kesenian Wayang Klitik tumbuh seiring masuknya agama Islam di tanah Jawa,khususnya daerah Kudus. Dalam satu kelompok kesenian wayang Klitik, biasanya didukung 18 orang yang dipimpin langsung oleh dalang dengan dibantu dua asistennya. Sisanya dua orang pesinden dan para penabuh gamelan. Seiring dengan perkembangan zaman pula, wayang klitik lambat laun mulai terlupakan. Meskipun sulit mencari seniman wayang klitik, namun yang pasti masih ada pewarisnya di daerah kudus, Jawa Tengah. Baiklah pendengar, demikian informasi mengenai wayang klitik yang mulai terlupakan.