ofra voi

ofra voi

04
June

Hari ini akan memperkenalkan Tari Jepen di Kalimantan Timur. Kalimantan Timur adalah provinsi dimana sungai Mahakam mengalir. Di daerah pinggiran sungai Mahakam ini, berkembang sebuah tarian bernama Tari Jepen. Tari Jepen adalah tarian khas Kalimantan Timur yang dikembangkan oleh Suku Kutai dan Suku Banjar yang berada di pesisir sungai Mahakam. Tarian ini memiliki ragam gerak yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Tarian Japen merupakan salah satu tarian yang mempresentasikan kebudayaan Melayu yang dinamis, atraktif, energik dan bersahaja. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari wanita.Seiring perkembangan waktu, Tari Jepen pun mengalami banyak perkembangan, dimana dalam pertenjukannya tari Jepen teridiri dari dua jenis, yakni Tari Jepen Genjoh dan tari Jepen Eroh. Tari Jepen Eroh merupakan tari kreasi jepen yang tidak meninggalkan gerak ragam aslinya, diantaranya ragam penghormatan, ragam gelombang, ragam samba setangan, ragam samba penuh, ragam gengsot, ragam anak, dan lain-lain. Eroh dalam bahasa Kutai berarti ramai, riuh dan gembira. Sedang Tari Jepen Genjoh Mahakam merupakan salah satu tari kreasi dari tari jepen, dimana sebagian besar gerak dalam tari ini bersumber dari tari jepen, misalnya gerak gelombang, samba setengah, samba penuh, ayun anak, jalan kenyak, saluang mudik, dan gerak taktim. Secara umum, dapat dikatakan bahwa tari jepen genjoh mahakam merupakan tari yang merepresentasikan kebudayaan Melayu.Dalam pertunjukan, Tari Jepen diiringi dengan seni musik tingkilan. Musik tingkilan merupakan salah satu seni musik khas Kutai. Dalam musik tingkilan, alat musik yang di gunakan adalah gambus atau semacam alat musik petik, ketipung atau alat musik seperti gendang dengan ukuran yang lebih kecil, kendang, dan juga biola. Saat ini, tarian ini juga diiringi dengan piano. Selain itu, juga diiringi dengan nyanyian yang disebut dengan bertingkilan. Bertingkilan berarti bersahut-sahutan. Nyanyian ini biasanya dibawakan oleh dua orang penyanyi yang saling bersahutan dalam menyanyanyikan syair-syair yang berisi petuah atau pesan moral.Saat pertunjukan, penari Jepen menari dengan balutan busana perpaduan khas melayu yang kental akan nuansa islami dan campuran busana khas Indonesia. Dengan tata rias yang minimalis namun penari terlihat santun dan bersahaja. Saat menari, penari juga di lengkapi dengan selendang. Dahulu, Tari Jepen berfungsi sebagai hiburan dalam rangka penobatan raja dari Kesultanan Kutai Kartanegara di Tenggarong dan sebagai tari pergaulan muda dan mudi, misalnya untuk memadu janji, berkasih-kasihan, dan sebagainya. Kemudian, sejak tahun 1970-an tarian ini umumnya dipergunakan dalam acara penyambutan tamu daerah, upacara perkawinan, dan untuk mengisi acara dalam hari besar lainnya, seperti HUT Provinsi Kalimantan Timur, dan lain-lain.

04
June

Hari ini akan memperkenalkan Tari Jepen di Kalimantan Timur. Kalimantan Timur adalah provinsi dimana sungai Mahakam mengalir. Di daerah pinggiran sungai Mahakam ini, berkembang sebuah tarian bernama Tari Jepen. Tari Jepen adalah tarian khas Kalimantan Timur yang dikembangkan oleh Suku Kutai dan Suku Banjar yang berada di pesisir sungai Mahakam. Tarian ini memiliki ragam gerak yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Tarian Japen merupakan salah satu tarian yang mempresentasikan kebudayaan Melayu yang dinamis, atraktif, energik dan bersahaja. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari wanita.Seiring perkembangan waktu, Tari Jepen pun mengalami banyak perkembangan, dimana dalam pertenjukannya tari Jepen teridiri dari dua jenis, yakni Tari Jepen Genjoh dan tari Jepen Eroh. Tari Jepen Eroh merupakan tari kreasi jepen yang tidak meninggalkan gerak ragam aslinya, diantaranya ragam penghormatan, ragam gelombang, ragam samba setangan, ragam samba penuh, ragam gengsot, ragam anak, dan lain-lain. Eroh dalam bahasa Kutai berarti ramai, riuh dan gembira. Sedang Tari Jepen Genjoh Mahakam merupakan salah satu tari kreasi dari tari jepen, dimana sebagian besar gerak dalam tari ini bersumber dari tari jepen, misalnya gerak gelombang, samba setengah, samba penuh, ayun anak, jalan kenyak, saluang mudik, dan gerak taktim. Secara umum, dapat dikatakan bahwa tari jepen genjoh mahakam merupakan tari yang merepresentasikan kebudayaan Melayu.Dalam pertunjukan, Tari Jepen diiringi dengan seni musik tingkilan. Musik tingkilan merupakan salah satu seni musik khas Kutai. Dalam musik tingkilan, alat musik yang di gunakan adalah gambus atau semacam alat musik petik, ketipung atau alat musik seperti gendang dengan ukuran yang lebih kecil, kendang, dan juga biola. Saat ini, tarian ini juga diiringi dengan piano. Selain itu, juga diiringi dengan nyanyian yang disebut dengan bertingkilan. Bertingkilan berarti bersahut-sahutan. Nyanyian ini biasanya dibawakan oleh dua orang penyanyi yang saling bersahutan dalam menyanyanyikan syair-syair yang berisi petuah atau pesan moral.Saat pertunjukan, penari Jepen menari dengan balutan busana perpaduan khas melayu yang kental akan nuansa islami dan campuran busana khas Indonesia. Dengan tata rias yang minimalis namun penari terlihat santun dan bersahaja. Saat menari, penari juga di lengkapi dengan selendang. Dahulu, Tari Jepen berfungsi sebagai hiburan dalam rangka penobatan raja dari Kesultanan Kutai Kartanegara di Tenggarong dan sebagai tari pergaulan muda dan mudi, misalnya untuk memadu janji, berkasih-kasihan, dan sebagainya. Kemudian, sejak tahun 1970-an tarian ini umumnya dipergunakan dalam acara penyambutan tamu daerah, upacara perkawinan, dan untuk mengisi acara dalam hari besar lainnya, seperti HUT Provinsi Kalimantan Timur, dan lain-lain.

03
June

Pada masa lalu, arloji atau jam tangan masih menjadi aksesoris yang mewah dan hanya dimiliki oleh orang tertentu saja. Semasa kejayaan Keraton Kasunanan Surakarta, masyarakat muslim dapat mengetahui masuknya waktu sholat melalui alat bernama jam istiwa' atau jam matahari. Saat ini, jam istiwa’ tersebut masih dapat ditemui di halaman Masjid Agung Keraton Surakarta. Masjid peninggalan Raja Paku Buwono XI, yang dibangun pada 1733 dan menjadi kebanggaan kota Solo.

meskipun terletak di tempat terbuka, tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan jam istiwa’ ini. Letaknya berada di bagian kiri halaman masjid. Meski sudah berusia seratus tahun lebih, kondisinya masih kokoh, bersih, dan terawat. Jam istiwa' itu diletakkan di atas tembok kokoh dan ditutup dengan kaca bening terbuka. Masyarakat yang sedang melintas dapat dengan leluasa melihat jam kuno itu. Jam ini terbuat dari pelat tembaga ditekuk sampai berbentuk setengah lingkaran. Di permukaannya terdapat guratan garis-garis dan angka-angka penunjuk waktu. Sedangkan sebuah besi berbentuk paku dengan posisi horisontal mengarah ke utara dan selatan terpasang di atas cekungan. Abdul Basyir, takmir masjid mengatakan, jam matahari itu masih berfungsi optimal jika kondisi cuaca cerah. Seperti untuk sholat zuhur. Menurut Basyir, tingkat ketepatan jam istiwa' sebagai penentu waktu shalat bias dipercaya. Namun jika cuaca mendung, jam istiwa’ tidak dapat bekerja efektif.

Selain di Keraton Surakarta, jam istiwa’ masih dapat ditemukan dan digunakan di tempat lain, seperti di Pondok Pesantren Al Mina, Semarang, Jawa Tengah. Di pondok pesantren ini, jam istiwa’ masih dipertahankan sebagai penanda waktu shalat bagi penghuni ponpes dan warga sekitarnya. Dwi Sutoro salah satu pengurus mengatakan karena hal itu penting bagi pesantren untuk melestarikan jam ini. Saat ini jam Istiwa’ ditempatkan di halaman masjid Al Huda. Sebelumnya jam ini telah beberapa kali dipindahkan, karena posisi semula sudah tidak mendapat sinar matahari penuh karena terhalang bangunan serta bayangan pepohonan.Kini penanda waktu ini sudah berada pada posisi yang ideal untuk digunakan sebagai mana fungsinya. Menjelang bulan Ramadhan kemarin, para penghuni pesantren membersihkan kawasan masjid serta jam istiwa’. Perawatan harus dilakukan karena jam itu berada di ruang terbuka tanpa pelindung sama sekali. Sehingga mudah terpengaruh terik matahari atau guyuran hujan pada saat musim penghujan. Agar penanda waktu ini mudah dibaca harus dibersihkan dari debu, jamur dan kotoran lain yang dapat merusak material jam.

pengurus pondok pesantren yang menguasai ilmu falak biasanya juga memeriksa serta membersihkan bagian demi bagian jam istiwa’. Tidak hanya itu, pihak yayasan juga mendatangkan staf Kementerian Agama Kabupaten Semarang untuk menguji akurasi jam istiwa’ ini. Dengan demikian, penanda waktu berbahan kuningan tersebut tetap terawat dan dapat berfungsi secara optimal. Dwi menambahkan, mempertahankan dan melestarikan penggunaan jam istiwa ini bukan tanpa alasan. Selisih waktu masih mungkin terjadi pada jam analog, dalam hitungan menit. Penentuan waktu sholat dengan jam istiwa’ bisa lebih akurat.

03
June

Hari ini kami akan memperkenalkan salah satu tempat wisata di Medan Sumatra Utara. Berkeliling Kampung Madras atau Kampung Keling Medan menjadi aktivitas wisata murah yang dapat dilakukan pada saat berada di Sumatra Utara. Tempat ini banyak dikenal sebagai little India nya Kota Medan. Dan seperti halnya perkampungan India di tempat lain, Kampung Madras pun menjadi destinasi wisata budaya yang menarik di Medan.

Keberadaan Kampung Keling ini juga semakin memperkuat reputasi kota Medan sebagai kota multietnis di Indonesia. Terlebih saat ini, Kampung Keling tidak hanya menjadi tempat tinggal orang-orang India saja tetapi tidak sedikit pula masyarakat Medan dari suku lain yang juga turut mendiami wilayah Kampung Madras. Meskipun begitu, sebutan Little India Medan masih tetap melekat di kampung ini.

keberadaan Kampung Keling Medan ini awalnya pada abad ke 19. Pada saat itu banyak orang-orang India Tamil yang didatangkan dari Negara aslinya untuk bekerja sebagai buruh di lokasi perkebunan tembakau Deli. Para pemilik perkebunan lebih suka menggunakan tenaga impor dari India karena mereka dikenal cukup rajin. Semakin lama semakin banyak orang India Tamil yang bekerja di kota Medan. Selain bekerja sebagai buruh perkebunan, orang-orang India itu juga memperoleh pekerjaan di sektor konstruksi, bahkan banyak juga yang berprofesi sebagai pedagang.

kampung Keling Medan ini mempunyai luas mencapai 10 hektar. Dahulu kampung ini sempat disebut dengan nama Patisah. Ada pula yang menyebut Kampung Keling ini dengan nama Kampung Madras. Tetapi dari banyaknya sebutan, nama kampung Keling menjadi sebutan yang paling popular di masyarakat Medan. Kampung Keling di Medan ini berlokasi di sekitar kawasan Zainul Arifin. Awalnya jalan-jalan di area ini juga memakai nama India. Mulai dari jalan Kalkuta, jalan Bombay, jalan Ceylon, jalan Madras dan lain-lain. Namun sekarang sudah banyak nama yang mengalami perubahan.

Para wisatawan yang ingin menuju ke lokasi kampung Keling Medan dijamin tidak akan menemui kesulitan. Karena untuk menuju tempat ini, wisatawan bisa menggunakan sarana transportasi becak motor .Kampung Keling ini dikenal sebagai pusat kebudayaan India di kota Medan. Kampung ini menjadi wilayah administrative dari Kecamatan Madras. Di sini para wisatawan akan bisa menyaksikan banyak bangunan tua yang berarsitektur khas India. Yang paling dikenal di tempat ini adalah keberadaan kuil Shri Mariaman dan Kuil Subramaniem, selain kedua kuil tersebut ada juga masjid Ghaudiyah yang mempunyai desain arsitektur India yang kental. Ini karena warga Tamil yang berada di kampung keling tidak hanya beragama Hindu tetapi juga ada yang memeluk agama Islam

Selain menjadi lokasi wisata budaya, kampung Keling Medan juga bisa dijadikan sebagai tempat untuk berburu kuliner khas India, seperti yang terkenal adalah martabak India dan juga membeli baju khas India. Bagi wisatawan yang ingin merasakan kehidupan di Kampung Keling, bisa menginap   di penginapan atau hotel yang ada di Kampung Keling ini dengan harga bervariasi.