27
October

 

VOInews.id- Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) pada Rabu mengatakan blokade Israel selama bertahun-tahun di Gaza telah menyebabkan 80 persen warganya bergantung pada bantuan internasional. “Sebelum krisis saat ini, blokade selama puluhan tahun telah melemahkan perekonomian Gaza, menyebabkan 80 persen penduduknya bergantung pada bantuan internasional,” kata UNCTAD dalam sebuah pernyataan. Badan tersebut mengatakan tingkat pengangguran di Gaza pada 2022 mencapai 45 persen, dibandingkan dengan 13 persen di Tepi Barat.

 

Pernyataan tersebut juga mencatat bahwa pada 2022, Palestina menghadapi sejumlah tantangan yang semakin besar, termasuk pencaplokan tanah dan sumber daya alam oleh Israel, kemiskinan endemik, menyusutnya ruang fiskal, penurunan bantuan luar negeri, dan penumpukan utang publik dan swasta. UNCTAD menyebut tinggal di Gaza pada 2022 berarti terkurung di salah satu ruang terpadat di dunia. Warga Gaza sering kali mengalami pemadaman listrik, kekurangan air bersih, dan sistem pembuangan limbah yang tidak memadai.

 

Jalur Gaza saat ini berada dalam situasi yang sangat sulit. Serangan gencar Israel telah menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang besar, dan lebih dari separuh penduduknya telah mengungsi. Lebih dari 6.546 orang terbunuh dalam serangan Israel di Gaza. Sebanyak 2,3 juta penduduk Gaza mulai kehabisan makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar. Adapun konvoi bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Gaza hanya membawa sebagian kecil dari yang dibutuhkan.

 

Sumber: Anadolu

27
October

 

Voinews.id- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Kamis berbicara melalui sambungan telepon dengan Paus Fransiskus mengenai konflik Israel-Palestina dan meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia. Menurut Direktorat Komunikasi Turki, Erdogan mengatakan serangan Israel di Gaza, yang tidak memiliki dasar pembenaran dalam kitab suci manapun, telah mencapai tingkat pembantaian, dan sangat memalukan bagi masyarakat internasional yang menutup mata terhadap hal tersebut. Dia menekankan bahwa setiap negara harus angkat bicara melawan tragedi kemanusiaan ini. Di wilayah yang menjadi tempat suci tiga agama Ibrahim – termasuk kepercayaan Paus Fransiskus – perdamaian abadi hanya dapat dicapai melalui pembentukan negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan secara geografis berdekatan dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur berdasarkan perbatasan tahun 1967, kata Erdogan kepada Paus.

 

Erdogan lebih jauh menyoroti upaya Turki untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dan obat-obatan ke Gaz dan menyerukan setiap orang untuk aktif mendukung upaya tersebut untuk memastikan pengiriman bantuan bagi warga sipil tak bersalah tidak terganggu. Konflik di Gaza dimulai pada 7 Oktober ketika kelompok Palestina Hamas meluncurkan Operasi Badai Al-Aqsa, sebuah serangan mendadak yang mencakup serangkaian peluncuran roket dan penyusupan ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Hamas mengatakan serangan itu merupakan pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina.

 

Sebagai balasan militer Israel kemudian melancarkan pemboman tanpa henti terhadap sasaran Hamas di Jalur Gaza. Lebih dari 7.900 orang tewas dalam konflik tersebut, termasuk sedikitnya 6.546 warga Palestina dan 1.400 warga Israel. Sebanyak 2,3 juta penduduk Gaza telah kehabisan makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar, dan konvoi bantuan yang baru-baru ini diizinkan masuk ke Gaza hanya membawa sebagian kecil dari apa yang dibutuhkan.

 

Sumber: Anadolu

26
October

 

VOInews.id- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan , Rabu, menyatakan sangat sedih melihat ketidakberdayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dianggapnya mengabaikan pembunuhan brutal terhadap anak-anak dalam konflik Israel-Palestina. "Tidak ada seorang pun yang serius menyikapi suatu struktur yang membiarkan pembunuhan brutal terhadap anak-anak terjadi. Kami sangat sedih melihat gambaran bahwa PBB tidak berdaya," katanya. Erdogan mengeluarkan pernyataan itu pada pertemuan kelompok parlemen Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) di Ankara.

 

Keberatan-keberatan yang selama ini ditunjukkan Turki atas struktur yang tidak adil pada Dewan Keamanan PBB sekali lagi terbukti melalui pemberitaan baru-baru ini, ujarnya. Keberatan yang ia maksud mengacu pada sebuah resolusi Timur Tengah, yang gagal disahkan hanya karena salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan menggunakan veto. Turki telah sekian lama mengkritik struktur seperti itu. Erdogan kembali menyebut slogan yang ia canangkan soal reformasi PBB, "Dunia ini lebih besar, tidak hanya lima".

 

Ia mendasarkan slogan itu terkait struktur Dewan Keamanan PBB yang memiliki lima anggota permanen dengan hak veto. Ia menambahkan bahwa sikap pihak-pihak yang membela dunia dalam perang Rusia di Ukraina tidak terlihat dalam kasus pembunuhan massal di Gaza. Erdogan menganggap pihak-pihak yang memiliki perbedaan sikap tersebut "benar-benar munafik". Ia juga menggarisbawahi bahwa negara-negara di luar kawasan sedang "mengobarkan api" dengan membela Israel.

 

Namun Turki, kata Erdogan, siap menjadi salah satu penjamin dukungan bagi pihak Palestina pada aspek kemanusiaan, politik, dan militer. "Kita mengajukan diri untuk menyelenggarakan sebuah konferensi internasional yang akan diikuti seluruh pihak berpengaruh di kawasan ini," ujarnya. Konflik di Gaza, wilayah yang terus dibombardemen Israel sejak 7 Oktober, mulai berlangsung ketika Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al Aqsa. Operasi tersebut merupakan serangan mendadak yang mencakup tembakan-tembakan roket serta penyusupan kelompok Palestina tersebut ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Hamas menyatakan operasi itu dilancarkan sebagai pembalasan atas serbuan ke Masjid Al Aqsa serta atas peningkatan kekerasan yang dilakukan oleh kalangan pemukim Israel.

 

Militer Israel kemudian melancarkan serangan udara tanpa henti ke Jalur Gaza. Sudah hampir 8.000 orang yang tewas dalam konflik tersebut, termasuk sedikitnya 6.546 warga Palestina dan 1.400 warga Israel. Gaza, yang berpenduduk 2,3 juta jiwa, mulai kehabisan pasokan makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar. Iringan kendaraan yang diizinkan masuk ke wilayah itu mengangkut hanya sebagian kecil dari jumlah yang dibutuhkan.

 

Sumber: Anadolu

25
October

 

VOInews.id- Indonesia mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB untuk segera bertindak guna menghentikan eskalasi konflik Israel-Palestina di Gaza dan mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi. Dalam debat terbuka DK PBB untuk membahas situasi di Gaza, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa setiap detik yang terbuang tanpa adanya aksi nyata dari Dewan Keamanan berdampak mengerikan bagi warga Palestina di Gaza.

 

“Saya ingin mengingatkan bahwa DK memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga perdamaian dan keamanan, tidak membiarkan perang berkepanjangan atau membantu salah satu pihak melanjutkan perang,” kata Menlu Retno, berdasarkan salinan pernyataan Indonesia yang dia sampaikan dalam pertemuan DK PBB yang berlangsung di New York, AS, pada Selasa (24/10). Mengutuk keras kelanjutan agresi Israel terhadap warga sipil di Gaza, dia mengatakan bahwa DK PBB tidak boleh tinggal diam menyaksikan bencana dan kejahatan kemanusiaan yang sedang terjadi di Palestina. Serangan terhadap rumah sakit dan tempat ibadah, blokade listrik, air, bahan bakar, dan pengusiran warga Gaza disebutnya dilakukan oleh Israel atas nama hukuman kolektif. Pada saat yang sama, warga sipil disandera dan nyawanya terancam.

 

“Saya ingin bertanya bagaimana DK akan melakukan tanggung jawabnya? Kapan DK akan menghentikan perang di Gaza, mewujudkan gencatan senjata, membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan, menyerukan pembebasan warga sipil, dan menghentikan pendudukan ilegal oleh Israel?” cecar Retno. Dia kemudian menuturkan bahwa setiap detik yang terbuang karena perbedaan politik dan kegagalan mencapai konsensus merupakan kekalahan bagi kemanusiaan dan memperparah instabilitas.

 

“Berapa banyak lagi nyawa harus dikorbankan sebelum DK mengambil langkah?” ujar Retno. Menlu RI juga menegaskan bahwa Indonesia tidak membuang-buang waktu dalam memobilisasi dukungan internasional. Melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), ASEAN, dan pertemuan ASEAN-GCC, serta Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi D8, Indonesia menyerukan kesatuan suara untuk mendesak dihentikannya kekerasan dan fokus pada isu bencana kemanusiaan.

 

 

ANtara