Hati bangsa Indonesia sedang berkabut. Sejumlah hutan dan lahan di Kalimantan, Sumatra, Nusa Tenggara Timur dan Jawa mengalami kebakaran. Akibatnya, beberapa daerah terdampak kabut asap.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, sepanjang Januari hingga 15 September 2019, kebakaran seluas 328 ribu hektar terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Jumlah tersebut mencapai 64% dari luas kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun lalu. Adapun kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini terjadi di Nusa Tenggara Timur mencapai 108 ribu hektar, Riau seluas 49 ribu hektar, dan Kalimantan Tengah 45 ribu hektar.
Kabut asap yang menyelimuti sebagian wilayah di Indonesia tentu membuat bangsa Indonesia sedih. Bencana ini menyebabkan kerugian besar seperti gangguan kesehatan, dampak sosial, ekologi, ekonomi dan juga reputasi.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Agus Wibowo dalam konferensi pers pada Senin (23/9) menyebut bahwa bedasarkan catatan Kementerian Kesehatan, sudah 900 ribu lebih orang menderita infeksi saluran pernafasan akut akibat kebakaran hutan dan lahan. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Selain itu, di sejumlah tempat seperti di Pekanbaru, kegiatan belajar mengajar harus berhenti sementara dan sejumlah penerbangan terpaksa dibatalkan akibat kabut asap yang menyelimuti udara.
Kondisi ini tentu harus mendapat perhatian semua pihak. Direktur Konservasi WWF-Indonesia, Lukas Adhyakso menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini sudah cukup memprihatinkan dan perlu ditangani secara serius oleh berbagai pihak, karena hal ini sudah termasuk keadaan darurat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia sudah mengambil tindakan tegas dengan menyegel 52 perusahaan pemegang konsensi yang terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan. Tindakan tegas lain menanggulangi kebakaran hutan dan lahan harus segera diambil oleh Pemerintah Indonesia.
Lebih parah lahi, kabut asap akibat bencana kebakaran sudah menyusup ke beberapa negara tetangga, dan menjadi perhatian beberapa media asing. Al-Jazeera yang berbasis di Timur Tengah menyoroti dampak asap kebakaran hutan Indonesia dari segi ekonomi. Dalam artikelnya yang bertajuk 'By the Numbers: Economic Impact of Southeast Asia's Haze'. Al Jazeera memuat kembali data dari tahun-tahun sebelumnya. World Bank menafsirkan biaya ekonomi langsung akibat kebakaran hutan pada tahun 2015 mencapai Rp221 triliun.
Indonesia tentu saja harus menghindari kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan dan lahan yang mencapai juta hektar. Hal ini seharus tidak terulang. Aksi cepat mengatasi dan menanggulangi harus segera dilakukan oleh berbagai pihak dan pelaku kebakaran hutan dan lahan harus dihukum.
Memang terdengar klise, bila dikatakan sinergi dan partisipasi semua pihak: pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media dan akademisi harus dikuatkan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Tetapi itulah kenyataannya. Karena instansi pemerintah tidak dapat mengatasi kebakaran hutan dan lahan sendirian. Untuk itu, Bencana kebakaran hutan dan lahan membutuhkan tanggung jawab bersama.