Tuesday, 09 January 2018 10:46

Perempuan Dalam Pilkada Serentak 2018

Written by 
Rate this item
(1 Vote)

 

VOI KOMENTAR Tahun 2018, 171 daerah di Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara serentak. Ini merupakan Pilkada serentak ke tiga, setelah pilkada serentak pada tahun 2015 dan 2017. Penyelenggaraan Pilkada tanggal 27 Juni 2018 terasa berbeda dari dua pilkada sebelumnya, karena berdekatan dengan penyelenggaraan Pemilihan Presiden tahun 2019.

 

Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, ada 158 juta pemilih yang akan berpartisipasi pada Pilkada 2018, hampir 80% dari total pemilih nasional. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan Pilkada 2015 dengan total 96 juta pemilih, dan Pilkada 2017 dengan total 41 juta pemilih.

 

Pilkada serentak tahun ini tidak hanya diikuti kandidat laki-laki, tapi juga kandidat perempuan. Namun,  banyak yang mengatakan bahwa partisipasi politik perempuan dalam pilkada serentak tahun ini kurang menjadi perhatian para elite politik. Partai-partai politik lebih memperhatikan aspek elektabilitas dan kekuatan modal dalam mencalonkan kadernya. Mereka  cenderung menggunakan pilkada 2018 sebagai barometer untuk sukses pada Pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang.  Persyaratan elektabilitas dan kekuatan modal ini diberlakukan sama antara kandidat laki-laki dan kandidat perempuan. Akibatnya, peluang pencalonan perempuan dalam pilkada semakin kecil karena politisi perempuan umumnya kurang dikenal dan tidak mempunyai modal besar.

 

Sebuah diskusi bertajuk  “Peluang Calon Perempuan Dalam Pilkada 2018”, diadakan pada hari Minggu, 7 Januari, di Jakarta. Menurut Lena Maryana, politisi Partai Persatuan Pembangunan yang hadir,  kondisi politik memang  kian meninggalkan perempuan Indonesia. Ini  tercermin dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang keterwakilan perempuan sebesar 30% yang hanya berlaku di tingkat pusat, padahal di UU Pemilu sebelumnya, keterwakilan perempuan sebesar 30% diatur hingga tingkat kabupaten/kota.

 

Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Namun, dalam konteks Pilkada 2018, keterlibatan perempuan belum terwujud sebagaimana diharapkan.

    

Menurut Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol), Yudha Irlang Kusumaningsih, keikutsertaan perempuan dalam pilkada serentak 2018 akan melahirkan banyak kebijakan yang menunjukkan keberpihakan pada perempuan. Khususnya  jika kandidat-kandidat itu terpilih menjadi kepala daerah. Kebijakan yang menunjukkan keberpihakan kepada perempuan diperlukan, mengingat pemberdayaan perempuan adalah satu dari 17 tujuan pembangunan keberlanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) global periode 2016-2030. Yaitu  untuk meningkatkan kesejahteraan secara merata. Poin ke lima dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan. Salah satu caranya, dengan menjamin partisipasi   penuh   dan   efektif, serta kesempatan   yang   sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.

 

Menurut Yudha, pemberdayaan perempuan pada tingkat pemerintah daerah juga dinilai mendesak, karena perempuan saat ini dinilai masih belum setara dari kaum laki-laki. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan, drop out sekolah, penghasilan, hingga gizi perempuan masih buruk dibanding pria. Sangat penting bagi perempuan untuk maju di pilkada, sebagai kepala daerah atau pun wakilnya, entah itu gubernur, bupati, atau wali kota. Dengan demikian apabila ada   masalah yang menyangkut  perempuan, akan  dapat ditangani oleh perempuan pula.

 

Read 2252 times Last modified on Wednesday, 10 January 2018 07:12