Tuesday, 04 September 2018 00:00

Tradisi Deko Ipung Le Sempe

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Deko Ipung Le Sempe. Kolang merupakan salah satu suku yang berdiam di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kehidupan orang Kolang tidak terlepas dari bercocok tanam, antara lain ladang dan persawahan. Leluhur orang Kolang sangat menghormati dan menghargai alam semesta sebagai sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup. Hingga saat ini Orang Kolang sangat ramah dengan lingkungan sekitarnya dan makhluk-makhluk lain, karenanya mereka punya berbagai tradisi untuk menghormati dan menghargai alam semesta. Salah satunya tradisi Deko Ipung Le Sampe yang masih dilestarikan oleh warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.Kata “Deko Ipung Le Sempe” jika diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia, yakni “deko” berarti tangkap, "ipung" berarti ipun, "le" berarti dengan. Sedangkan "sempe" berarti sebuah alat tradisional yang terbuat dari bambu helung yang dianyam secara vertikal, dimana bagian atasnya bulat besar membentuk sebuah lingkaran dan bagian bawahnya berbentuk bulat kerucut atau bulat runcing. Alat ini dipakai untuk menangkap hewan laut. Jadi “Deko Ipung Le Sempe" adalah cara menangkap binatang di sungai dengan peralatan bambu halus yang ramah lingkungan. Tradisi ini biasanya dilakukan saat musim kemarau dengan debit air sungai kecil antara Juni hingga Agustus. Warga dari kampung Ranggu, Tado, Suka dan warga yang tinggal tak jauh dari DAS ( Daerah Aliran Sungai) Wae Impor selalu ke sungai untuk menangkap berbagai binatang yang bisa dimakan.

Tradisi Deko Ipung Le Sempe dimulai saat warga pergi ke sungai dan memasang sempe di aliran sungai yang berarus deras. Kalau pergi menangkap secara perorangan maka sempe diletakkan di aliran arus deras pada pagi hari dan pada sorenya pergi untuk melihatnya. Apabila secara berkelompok maka semua orang masuk di kolam dan mengarahkan binatang itu ke aliran arus air yang deras. Semua binatang itu berlari mengikuti aliran arus deras tersebut dan masuk dalam alat penangkap tersebut. Satu dan dua orang menjaga di sekitarnya. Mereka biasanya seharian berada di Sungai Wae Impor untuk menangkap binatang yang bisa dimakan. Hal ini terus dilakukan dari satu kolam ke kolam lainnya sampai wadah yang digunakan penuh. Hasilnya di bagi secara merata bagi setiap anggota kelompok.

Sebagiannya juga bisa langsung dimasak atau dipanggang di pinggir kolam tersebut untuk menu makan siang. Ada hal-hal yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok saat Tradisi ini berlangsung, yakni dimana anggota kelompok dilarang membawa uang. Jika ada uang di saku celana maka uang itu harus disimpan di rumah sebab ada kepercayaan orang Kolang bahwa apabila membawa uang maka apa yang dicari tidak akan membuahkan hasil. Jika ada anggota kelompok yang sembunyi-sembunyi membawa uang di saku celana maka usaha untuk menangkap hewan di sungai yang bisa dimakan membutuhkan waktu lama dan kadang-kadang tidak membuahkan hasil.
“Deko Ipung Le Sempe” merupakan tradisi yang ramah lingkungan, karena tradisi ini menangkap binatang dengan peralatan-peralatan yang bersumber dari alam itu sendiri. Salah satu peralatan itu berasal dari bambu kecil yang dalam dialek Kolang disebut bambu helung. Bambu helung adalah bambu yang sangat halus dan lembut. Biasanya alat ini digunakan untuk alat tiup seruling atau suling. Jika tidak ada bambu helung ini maka warga biasanya mengambil bambu berukuran sedang yang masih muda, lalu dianyam. Bambu helung dianyam dari beberapa buah bambu kecil lalu disatukan.Selain itu Tradisi ini dianggap ramah lingkungan karena warga yang menangkap binatang melata hanya menangkap binatang yang berukuran besar seperti ikang, ipung, kuhe, dan tuna. Sementara telur, ikang, kuhe, tuna, dan ipung dengan ukuran sedang dan kecil tidak ditangkap dan apabila terjerat dalam wadah sempe maka warga wajib mengembalikan ke air sungai.



Read 1337 times Last modified on Tuesday, 04 September 2018 14:29