Tuesday, 11 September 2018 00:00

Museum Penyiaran RRI Solo

Written by 
Rate this item
(0 votes)

11 September diperingati sebagai hari Radio nasional, sekaligus merupakan peringatan hari ulang tahun Radio Republik Indonesia (RRI). Tahun ini RRI berulang tahun ke-73. Dalam rangka ulang tahun RRI, edisi pesona Indonesia kali ini mengajak anda lebih dekat lagi dengan Radio Kebanggan bangsa Indonesia dengan mengunjungi Museum Penyiaran RRI Solo di Jawa Tengah. Museum Penyiaran RRI sangatlah bersejarah. Pasalnya, melalui radio, sejarah pengumuman kemerdekaan tersiar ke seluruh wilayah Republik Indonesia pada tahun 1945 silam.

Museum Penyiaran diresmikan bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-68 Radio Republik Indonesia (RRI), 11 September 2013. Museum tersebut didirikan sebagai bentuk penghormatan kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII, yang membentuk Solose Radio Vereniging (SRV) pada 1 April 1933. SRV adalah cikal bakal dari RRI Surakarta sekarang ini. Museum Penyiaran RRI Solo diresmikan oleh Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, Rosalita Niken Widiastuti melalui video streaming dari Jakarta. Berdirinya Museum Penyiaran diharapkan dapat memelihara memori masyarakat tentang sejarah RRI di Surakarta dan penyiaran di Indonesia.

Museum Penyiaran berada di kompleks RRI Surakarta di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 51. Letaknya tak jauh dari pusat kota Solo. Museum ini berada di lantai dua auditorium RRI Solo dengan menempati ruangan dengan panjang sekitar 14 meter dan lebar 4,8 meter. Museum ini buka dari Senin hingga Jumat.

Untuk masuk kedalam, anda tidak perlu membayar tiket masuk. Hanya saja, anda harus izin terlebih dahulu ke pihak RRI Solo.

Masuk ke dalam museum anda akan melihat patung tokoh pelopor radio nasional, Mangkunegara VII. Di dalam museum ini, tertata rapi koleksi radio kuno beserta perangkat pendukung penyiaran dari masa ke masa.

                                    

Ada banyak Benda bersejarah dipajang di museum, seperti radio receiver merek Phillip buatan Belanda tahun 1948, alat perekam yang menggunakan pita reel buatan Belanda pada 1948, pemutar piringan hitam buatan 1948 dari Inggris, alat ukur peralatan studio siaran buatan Jerman pada 1976, dan alat mengukur distorsi peralatan studio siaran buatan Inggris pada 1976. Koleksi lainnya yaitu piringan hitam, kaset siaran, alat pencampur suara atau mixer buatan Jerman pada 1980, dan pemancar radio buatan Indonesia pada 1970. Bahkan masih tersimpan di Museum ini, sebuah alat pembangkit listrik manual yang dulu digunakan untuk menghidupkan pemancar Radio Kambing. Radio Kambing kini diletakkan di Monumen Pers di Solo, sangat berperan besar terhadap penyiaran di masa perang gerilya tahun 1949 terutama saat Serangan Umum Empat Hari di Surakarta. Selain itu tersimpan pula, Kursi penyiar dari rotan dilengkapi poros besi ulir yang bisa berputar 360 derajat yang sudah ada sejak SRV berdiri.

Read 2403 times