VOInews, Jakarta: Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, mengatakan bahwa Indonesia menantikan Resolusi 2720 Dewan Keamanan PBB dapat membuat perubahan dan perbaikan di lapangan, terutama di Gaza, Palestina.
“Di 22 Desember kemarin Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 2720. Kita akan lihat apakah Resolusi Dewan Keamanan PBB 2720 ini akan dapat membuat perbedaan atau perbaikan di lapangan,“ katanya dalam keterangan yang disampaikan di Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Hal itu ia sampaikan mengingat tidak adanya penjelasan didalam resolusi itu terkait gencatan senjata. Padahal, menurutnya, gencatan senjata justru merupakan faktor penting yang harus dimasukkan ke dalam resolusi mengingat kebutuhan yang sangat tinggi terhadap bantuan kemanusiaan agar dapat diterima oleh masyarakat di Gaza.
“But for sure, satu elemen penting yang diperlukan untuk membuat perbaikan di lapangan adalah gencatan senjata, tidak ada didalam resolusi tersebut. Jadi kita akan lihat bagaimana resolusi ini akan dapat membuat perbaikan di Gaza,” katanya.
Lebih lanjut Retno Marsudi menegaskan Indonesia akan terus berkontribusi dalam membela kemanusiaan di Gaza. Namun demikian, menurutnya, untuk dapat memperbaiki situasi, Indonesia tidak bisa sendiri dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Dewan Keamanan PBB.
“Kita akan terus mencoba berkontribusi tapi untuk memperbaiki situasi tentunya Indonesia tidak bisa sendiri karena kita harus bersama-sama dengan yang lain,” katanya.
Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 2720 pada 22 Desember 2023 yang menyerukan peningkatan bantuan untuk krisis kemanusiaan Gaza pada tahun 2023, termasuk penyediaan bahan bakar, makanan, dan pasokan medis. Resolusi juga secara eksplisit menuntut pembukaan seluruh penyeberangan perbatasan Gaza untuk bantuan kemanusiaan, termasuk penyeberangan perbatasan Kerem Shalom, dan mengusulkan penunjukan segera Koordinator Senior Kemanusiaan dan Rekonstruksi untuk Gaza. Resolusi tersebut mendapat persetujuan dari 13 anggota, sementara Rusia dan Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara.
VOInews.id- Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Erick Thohir menyebut Indonesia berada pada peringkat ketiga dalam Global Islamic Economy Indicator Ranking 2022. Erick mengatakan posisi tersebut naik satu peringkat dibanding dengan tahun sebelumnya, yang menempati urutan keempat. Data ini didasarkan pada laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) terbaru pada Selasa. "Alhamdulillah, kemarin ramai dibahas kita di posisi empat, sekarang sudah naik satu peringkat di posisi tiga menggeser Uni Emirat Arab (UEA), ke depan, Bismillah tentu kita ingin jadi nomor satu dunia," ujar Erick melalui keterangan di Jakarta, Selasa.
Menteri BUMN itu mengatakan Indonesia berhasil masuk dalam sepuluh besar pada sejumlah sektor seperti keuangan Islam, makanan dan minuman halal, kosmetik dan obat-obatan halal busana, serta media dan rekreasi bertema Islam. Untuk produk makanan halal, Indonesia berada di urutan kedua. Sedangkan, pada busana halal, meraih peringkat ketiga. Sementara, keuangan Islam berada di urutan ketujuh, media dan rekreasi di posisi enam, serta kosmetik dan obat-obatan halal di peringkat lima.
"Tentu, ini hasil yang membanggakan dan menjadi pelecut untuk kita semua meningkatkan penetrasi produk halal Indonesia," kata Erick. Menurut Erick, sudah sepantasnya Indonesia menjadi raja di industri halal, karena populasi umat Islamnya menjadi yang terbesar di dunia. Ia tak ingin Indonesia hanya menjadi penonton bagi industri halal dunia. Namun demikian, masih ada satu sektor yang belum dikuasai oleh Indonesia dalam Global Islamic Economy Indicator Ranking yakni perjalanan ramah muslim. Erick menyampaikan hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mendongkrak potensi sektor perjalanan ramah muslim di destinasi unggulan Indonesia. "MES sejak awal terus berkomitmen bahu-membahu bersama pemerintah, BUMN, swasta, dan seluruh pihak untuk terus meningkatkan pengembangan industri halal Indonesia," kata Erick.
Antara
VOInews, Jakarta: Tim Palang Merah Indonesia (PMI) di Kairo, Mesir, tengah mempersiapkan pengadaan bahan makanan, selimut, obat-obatan dan peralatan kesehatan sebagai bantuan tahap kedua yang akan diberikan untuk masyarakat di Gaza.
Ketua Tim Misi PMI di Gaza Arifin M. Hadi mengatakan upaya tersebut merupakan hasil pertemuan antara PMI dan otoritas Bulan Sabit Merah Mesir, Bulan Sabit Palestina, Kementrian Kesehatan dan Kependudukan Mesir, dan pihak RS Palestina di Mesir pada Minggu (24/12/2023), di Markas Bulan Sabit Merah Mesir di Kairo.
“Merujuk pada hasil asesmen dan data-data yang diberikan oleh mitra PMI di Mesir seperti Bulan Sabit Merah Mesir, Bulan Sabit Merah Palestina, Kementerian Kesehatan dan Kependudukan Mesir serta RS Palestina di Mesir, kebutuhan pangan, pakaian (selimut), obat obatan serta peralatan kesehatan menjadi kebutuhan prioritas. Oleh karena itu PMI akan menfokuskan bantuannya pada kebutuhan dasar makanan dan kesehatan ini,” kata Arifin dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (26/12/2023) di Jakarta.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PMI AM. Fachir di Jakarta mengatakan bantuan pangan dan kesehatan tersebut merupakan bantuan tahap kedua yang akan PMI salurkan untuk membantu upaya pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat terdampak konflik Gaza.
“Bantuan PMI pada tahap kedua ini melanjutkan bantuan tahap pertama yang sebelumnya telah dilakukan penyaluran bantuan logistik berupa family kit, hygiene kit, baby kits, masker dan peralatan kesehatan melalui pemerintah yang dikoordinasikan oleh Kemenlu,” kata Fachir.
Kondisi konflik yang terus berlanjut di Gaza menyebabkan beberapa rumah sakit kekurangan pasokan medis, obat-obatan, dan kekurangan makanan dan air minum yang signifikan bagi warga pengungsi, staf medis, pasien, dan korban luka.
Selain itu, lebih dari 14.000 pengungsi telah tinggal di lingkungan rumah sakit selama lebih dari tiga minggu. Terdapat peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang hilang karena kesulitan dalam menyelamatkan korban dari bawah reruntuhan.
Selama di Kairo, Tim PMI berkoordinasi intens dengan Bulan Sabit Merah Mesir sebagai pihak yang ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah Mesir untuk menyalurkan bantuan gaza, dan KBRI Mesir di Kairo.