(voinews.id)Ketua DPP Partai Golkar Christina Aryani menegaskan adanya pertemuan 8 pimpinan Partai Politik, termasuk Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto untuk memastikan dukungan
tetap mempertahankan sistem Pemilu proporsional terbuka, merupakan cerminan aspirasi mayoritas rakyat Indonesia.
"Sesungguhnya mayoritas rakyat kita tetap ingin memilih sendiri siapa wakil rakyat yang mereka kehendaki. Golkar menangkap aspirasi rakyat itu dan kami menilai proporsional terbuka tetap jauh lebih baik," ungkap Christina kepada wartawan di Jakarta, Senin (9/1).
Bagi Golkar, pilihan sistem proporsional terbuka adalah bagian dari komitmen menjaga demokrasi yang substansinya adalah ruang partisipasi rakyat yang terbuka lebar. Selain itu dinilai efektif karena sudah digunakan selama tiga kali Pemilu dan sesuai amanat Putusan MK Nomor 22-24/PUU 6/2008. "Di era sekarang cukup mudah bagi masyarakat untuk langsung menilai kapasitas, kinerja atau track record seseorang yang maju sebagai calon legislatif," jelas Christina.
Termasuk kata Christina masyarakat juga bisa memastikan dengan sistem terbuka ini, seorang Calon Legislatif bukan orang yang hanya muncul saat pencalonan tanpa melalui proses berpartai secara matang. "Jangan kita rebut atau batasi ruang partisipasi rakyat ini. Rakyat kita mulai cerdas untuk memilih yang terbaik yang mereka kehendaki, saya meyakini itu," tukas Christina.
Anggota Komisi I DPR RI itu pun mengingatkan saat ini KPU sudah berproses dengan tahapan-tahapan Pemilu dengan anggaran yang sudah disiapkan. "Maka tidak tepat jika tiba-tiba dilakukan perubahan saat KPU sudah memulai tahapannya. Kalau kita flash back ke pemilu sebelumnya di tahun 1999 dengan sistem tertutup, apakah juga ada jaminan kualitas legislatif yang terpilih? Tidak juga. Bahwa baik terbuka maupun tertutup tidak ada yang betul-betul sempurna, tapi dalam konteks berdemokrasi sistem terbuka memberikan hak rakyat menentukan pilihannya sendiri secara langsung, sebagai kehendak mereka dan bukan elit partai," pungkas Christina
voinews.id
(voinews.id)- Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan gencatan senjata di Ukraina untuk merayakan Natal Ortodoks negara itu, menurut laporan media Rusia. Namun, langkah gencatan senjata yang ditawarkan Putin itu segera ditolak oleh Kiev. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan kepada militer untuk menghentikan serangan selama 36 jam, dari Jumat siang hingga Sabtu tengah malam, menurut kantor berita Tass dan Interfax.
Kepala Gereja Ortodoks Rusia Patriark Kirill juga menyerukan gencatan senjata di Ukraina pada kesempatan Natal (Ortodoks) yang jatuh pada Sabtu (7/1). Kirill dikenal memiliki hubungan dekat dengan Putin dan telah mendukung invasi ke Ukraina, yang dimulai hampir setahun lalu. Dalam sebuah pernyataan, Putin mengatakan dia memutuskan untuk memerintahkan gencatan senjata dengan mempertimbangkan permohonan dari sang kepala gereja, kata Tass.
"Berdasarkan fakta bahwa sejumlah besar penduduk di zona pertempuran adalah Kristen Ortodoks, kami mendesak pihak Ukraina untuk mengumumkan gencatan senjata agar mereka (dapat) menghadiri kebaktian pada Malam Natal dan juga pada Hari Natal," kata Putin.
Mykhailo Podolyak, penasihat kepala kantor Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, langsung menolak usulan Putin tersebut. Rusia "harus meninggalkan wilayah pendudukan ... baru setelah itu akan ada 'gencatan senjata sementara'," kata Podolyak melalui akun Twitter-nya. Juru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan kepada wartawan: "Kemungkinan untuk masa suci ini dihormati dengan penghentian semua permusuhan selalu disambut baik oleh sekretaris jenderal." Sementara Presiden Amerika Serikat Joe Biden tidak mempedulikan perintah gencatan senjata Putin itu.
Biden mengatakan kepada wartawan di Washington: "Saya enggan menanggapi apa pun yang dikatakan Putin." "Menurut saya itu menarik. Dia siap mengebom rumah sakit, tempat penitipan anak dan gereja pada saat liburan lain baru-baru ini. Saya pikir dia (Putin) sedang mencoba mencari oksigen dulu," kata Biden menambahkan.
antara
Sumber: Kyodo-OANA
(voinews.id)- Jerman mengubah aturan masuk bagi para pengunjung dari China dan akan mewajibkan setidaknya tes cepat COVID-19 pada mereka sebelum memasuki Jerman, kata Menteri Kesehatan Karl Lauterbach, Kamis. Pemeriksaan acak untuk mendeteksi varian COVID-19 juga akan dilakukan, selain peningkatan pemantauan terhadap air limbah, kata Lauterbach dalam pernyataan. Langkah-langkah itu sesuai rekomendasi yang dirilis para pejabat pemerintah Uni Eropa pada Rabu malam.
"Eropa telah menemukan respons bersama terhadap situasi pandemi di China. Inilah yang sedang kami kerjakan sebagai pemerintahan federal," ujar Lauterbach. China berencana melonggarkan pembatasan perjalanan pada Minggu meskipun gelombang infeksi baru membuat rumah sakit dan rumah duka di negara itu kewalahan. Petugas di bandara Frankfurt telah memeriksa air limbah pesawat, kata juru bicara kementerian kesehatan, Rabu.
Sumber: Reuters
(voinews.id)Presiden Tiongkok Xi Jinping menarik Qin Gang dari jabatan duta besar untuk Amerika Serikat. Bersamaan dengan hal itu, Xi Jinping juga menunjuk duta besar baru untuk sejumlah negara. Para duta besar yang ditunjuk Xi Jinping untuk mewakili negara Tirai Bambu itu adalah Fu Cong sebagai duta besar untuk Uni Eropa (UE) menggantikan Zhang Ming, Zhu Qingqiao ditunjuk sebagai duta besar untuk Brasil, menggantikan Yang Wanming.
Selain itu, Hou Yanqi ditunjuk Xi Jinping sebagai duta besar untuk Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), menggantikan Deng Xijun dan Yao Wen sebagai duta besar untuk Bangladesh menggantikan Li Jiming. Xi Jinping juga menunjuk Guo Zhijun sebagai duta besar untuk Komoro menggantikan He Yanjun.