(voinews.id)- Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan ekonomi global "sangat dekat" dengan resesi, karena inflasi tetap tinggi, suku bunga naik, dan beban utang yang meningkat menghantam negara-negara berkembang, Kamis (13/10/2022).
"Kami telah menurunkan perkiraan pertumbuhan 2023 kami dari 3,0 persen menjadi 1,9 persen untuk pertumbuhan global, itu sangat dekat dengan resesi dunia," kata Malpass pada konferensi pers selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
"Semua masalah yang diperhatikan orang, masalah inflasi, kenaikan suku bunga, dan pemutusan aliran modal ke negara berkembang sangat memukul orang miskin," katanya, menyoroti penumpukan utang negara-negara berkembang.
"Itu adalah resesi dunia yang bisa terjadi dalam keadaan tertentu," kata Malpass. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada pertengahan September, Bank Dunia memperingatkan bahwa ketika bank sentral di seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi, dunia mungkin akan menuju resesi global pada 2023, dengan perkiraan pertumbuhan hanya 0,5 persen.
Presiden Bank Dunia mencatat pada konferensi pers bahwa pertumbuhan penduduk dunia diperkirakan sebesar 1,1 persen per tahun. "Jadi jika pertumbuhan dunia jauh lebih lambat, itu berarti orang-orang akan mundur," kata Malpass menjawab pertanyaan dari Xinhua.
Mengutip laporan Bank Dunia baru-baru ini, Malpass mengatakan bahwa pandemi COVID-19 memberikan kemunduran terbesar bagi upaya pengurangan kemiskinan global sejak 1990, mendorong sekitar 70 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada 2020, dan perang di Ukraina mengancam akan memperburuk keadaan.
Menurut Laporan Kemiskinan dan Kemakmuran Bersama, pendapatan median global turun 4,0 persen pada tahun 2020, penurunan pertama sejak pengukuran pendapatan median dimulai pada tahun 1990.
"Jadi jika kita mengalami resesi dunia sekarang, itu juga akan menekan pendapatan rata-rata, yang berarti bahwa orang-orang di bagian bawah dari skala pendapatan akan turun," kata Malpass.
Kepala Bank Dunia juga mencatat bahwa ia prihatin dengan konsentrasi modal di dunia di ujung atas negara-negara maju. "Jadi itu, menurut saya, salah satu masalah yang harus dihadapi dunia untuk memungkinkan modal mengalir ke bisnis baru dan ke negara berkembang, yang akan mengubah arah kebijakan fiskal dan moneter di negara maju," kata Malpass.
Dunia menghadapi lingkungan yang sangat menantang dari ekonomi maju, dan itu memiliki implikasi serius, bahaya bagi negara-negara berkembang, katanya. "Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa kondisi dan tren ini mungkin bertahan hingga 2023 dan 2024."
antara
antara
(voinews.id)- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia akan menghadapi dua tantangan besar dalam menjalani keketuaan di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2023.
Menlu Retno dalam wawancara khusus dengan ANTARA pada Kamis menyampaikan bahwa Indonesia akan menghadapi tantangan besar ASEAN, baik secara eksternal maupun internal, saat memimpin perhimpunan itu tahun depan.
"Kita melihat laporan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) dan IMF (Dana Moneter Internasional) yang sudah keluar tentang situasi geopolitik di mana kita dapat mengukur bahwa tahun depan (2023) belum akan menjadi tahun yang aman nyaman bagi dunia," kata Menlu Retno.
Menurut Retno, ASEAN yang terletak di tengah-tengah kawasan Indo-Pasifik, akan menghadapi tantangan eksternal dari segi geopolitik dan geo-ekonomi.
antara
(voinews.id)- Korea Utara pada Jumat menembakkan peluru kendali balistik jarak dekat ke laut dekat pantai timur wilayahnya, menurut militer Korea Selatan.
Penembakan tersebut merupakan yang terbaru dari serangkaian peluncuran yang dilakukan negara bersenjata nuklir itu. Kantor berita resmi Korut, KCNA, mengutip pernyataan militer negara itu bahwa militer "mengambil langkah balasan kuat" setelah Korsel melakukan latihan penembakan artileri pada Kamis (13/10).
Peristiwa itu muncul setelah pada Kamis KCNA melaporkan bahwa pemimpin Korut Kim Jong Un mengawasi peluncuran dua rudal jelajah strategis jarak jauh pada Rabu (12/10). Peluncuran itu, kata KCNA, ditujukan untuk memastikan keandalan senjata nuklir pada unit-unit militer.
(voinews.id)- Parlemen Irak pada Kamis (13/10) memilih politisi Kurdi Abdul Latif Rashid sebagai presiden, dan dengan demikian mengakhiri kebuntuan yang berlangsung sejak pemilihan nasional pada Oktober tahun lalu.
Setelah terpilih sebagai presiden, Rashid langsung menunjuk Mohammed Shia al-Sudani sebagai perdana menteri.
Jabatan presiden, yang biasanya dipegang oleh sosok dari kalangan Kurdi, pada dasarnya lebih merupakan posisi yang bersifat seremonial.
Namun, pemilihan Rashid merupakan langkah utama menuju pembentukan pemerintah baru, yang sejak tahun lalu tidak berhasil diwujudkan oleh para politisi.
Rashid (78 tahun) menjabat menteri sumber daya air Irak selama periode 2003-2010. Insinyur lulusan Inggris itu menang atas mantan Presiden Barham Salih, yang berupaya terpilih untuk periode kedua. Sudani (52 tahun), sementara itu, pernah menjabat menteri hak asasi manusia Irak, juga menteri tenaga kerja dan menteri sosial.
Sudani sekarang punya waktu 30 hari untuk membentuk kabinet dan menyampaikan susunannya kepada parlemen untuk mendapatkan persetujuan.
Sumber: Reuters