Dalam konferensi pers hari Minggu akhir Oktober lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi dalam sebuah serangan malam. Abu Bakar al-Baghdadi yang mengklaim dirinya sebagai Khalifah (Pemimpin/kepala negara Islam) di Irak barat dan utara-timur Suriah, adalah pemimpin Negara Islam Irak dan Levant (ISIL), atau yang umum diterjemahkan sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Sejak 4 Oktober 2011, Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat sudah menyebut al-Baghdadi sebagai Teroris Global Khusus yang Ditetapkan . Bahkan ada hadiah hingga US $ 10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan atau kematiannya. Baghdadi sebelumnya adalah seorang ulama junior yang dikenal dengan sebutan Ibrahim Awad Ibrahim al-Badry. Meskipun pada saat itu itelah dikenal sebagai seorang Salafi radikal yang berkomitmen, Baghdadi tidak menunjukkan gerakan nyata untuk memimpin. Laporan Brookings Institution tahun 2015 di Kamp Bucca menyebutkan Baghdadi kemudian menjadi pemimpin ISIS dan mengeluarkan video-video propaganda penuh kebencian ke seluruh dunia.
Yang menarik adalah, Rusia tampak meragukan informasi tentang tewasnya Al Baghdadi.
Rusia melalui Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov masih mempertanyakan klaim AS soal tewasnya Pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi. Hingga saat ini Kremlin masih belum yakin bahwa Pemimpin ISIS yang menjuluki dirinya "Khalifah" itu benar-benar tewas. Sementara pihak Amerika mengklaim potongan tubuh Al Baghdadi sudah dikuburkan di dasar laut.
Publik Internasional tentu masih mengingat dengan baik, ketika Mantan karyawan di Badan Keamanan Nasional Amerika (NSA), Edward Snowden mengungkapkan, intelijen dari Amerika, Inggris dan dibantu Israel telah bekerja sama untuk menciptakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dokumen tersebut juga mengungkapkan bahwa Baghdadi pernah melakukan latihan militer yang intensif selama satu tahun bersama Mossad, agen rahasia Israel. Selain itu, pemimpin tertinggi ISIS tersebut juga mendapatkan pelajaran teologi serta cara berpidato.
Kalau Amerika mengklaim Abu Bakr al Baghdadi telah tewas, publik tentu menduga-duga, langkah apa selanjutnya yang akan diambil Amerika? Khususnya dalam menghadapi ISIS di tengah banyaknya tuduhan bahwa sejak awal justru Amerika yang terlibat dalam pembentukannya
Simposium Tekstil Tradisional ke-7 (7th ASEAN Traditional Textile Symposiu) berlangsung di Yogayakarta mulai 5 hingga 8 November 2019. Simposium tersebut mengusung tema “Merangkul Perubahan, Menghormati Tradisi”. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Traditional Textile Arts Society of South-East Asia yang merupakan sebuah organisasi pelestarian tekstil di ASEAN.
Presiden Traditional Textile Arts Society of South-East Asia, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam mengatakan, simposium tersebut bertujuan untuk memajukan pengetahuan ilmiah tekstil tradisional dalam hal materi, motif dan teknik.
Upaya peningkatan pengetahuan tersebut sangat tepat dilakukan mengingat produksi tekstil tradisional, khususnya produksi tekstil buatan tangan cenderung menurun.
Menurunnya produksi tekstil tradisional buatan tangan dan meningkatnya produksi tekstil murah bermutu rendah menjadi perhatian serius para pencinta kain tradisional di dunia, termasuk pencinta kain tradisional di Indonesia.
Ada beberapa penyebab menurunnya produksi tekstil tradisional buatan tangan. Pertama, harga tekstil tradisional buatan tangan sangat mahal. Waktu pembuatannya membutuhkan waktu cukup lama. Hal itulah yang membuat harganya menjadi mahal dan ini kurang diminati oleh masyarakat. Masyarakat Indonesia lebih memilih membeli produk tekstil tradisional tiruan impor yang harganya murah. Saat ini, produk tekstil tradisional tiruan impor telah membajiri Tanah Air. Penyebab kedua adalah kain tradisional masih memiliki tekstur kaku dan berat sehingga tidak bisa dijahit untuk dibuat menjadi pakaian sehari-hari. Dengan demikian, pangsa pasarnya pun menjadi terbatas.
Upaya memajukan pengetahuan ilmiah tekstil tradisional dalam hal materi, motif dan teknik seperti yang dilakukan dalam symposium ini perlu terus dilakukan agar tekstil tradisional Indonesia bisa menjadi terdepan di ASEAN.
Tekstil tradisional Indonesia pantas menjadi terdepan dalam dunia pertekstilan tradisional. Sebab, Indonesia kaya akan aneka tekstil tradisional. Karena setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas tekstil tradisional masing-masing.
Para perajin kain tradisional perlu mencari cara untuk memindahkan motif-motif tradisional ke bahan yang nyaman dan sering digunakan untuk pakaian jadi. Dengan semikina, kain tradisional Indonesia diminati oleh banyak orang .
Dalam hal teknologi, diharapkan, pelaku usaha tetap mempertahankan proses pembuatan secara manual (handmade) dan tidak perlu membuat produk massal dengan menggunakan teknologi mesin. Teknologi bisa saja digunakan untuk tujuan efisiensi. Namun diharapakn, perajin tetap menyelesaikan tahap akhir dengan menggunakan sentuhan tangan sehingga nilai kreativitas manusia tidak hilang dalam kain tersebut.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar acara diskusi media bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio dan Wakil Menterinya, Angela Tanoesudibjo, di Jakarta Selasa, (5/11/2019). Dalam diskusi tersebut, Wishnutama menyampaikan bahwa industri Pariwisata dapat menjadi Sumber daya kesejahteraan masyarakat Indonesia jika dikelola dengan baik.
“ Jadi kekayaan alam dan pemandangan indah itu adalah pemberian Tuhan tetapi dengan kemampuan kita untuk mengelola itu semua, mengemas itu semua, membuat daya tarik dan seterusnya itu akan menjadi sustanaible source of welfare atau Sumber kesejahteraan yang Tak terbatas. Ini juga sebuah potensi yang sangat luar biasa karena Pariwisata dan ekonomi kreatif itu sebuah core bangsa ini mendapatkan devisa maupun masa depan yang sangat luar biasa “.
Menteri Wishnutama menambahkan bahwa Kota Ambon merupakan salah satu contoh baik bagi industri Pariwisata setelah ditetapkan sebagai Kota Musik beberapa waktu lalu. Untuk itu Kemenparekraf dapat membantu Kota tersebut dalam pembangunan infrastruktur ke berbagai destinasi wisata di Kota Ambon. Hal ini juga merupakan wujud kolaborasi nyata antara Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif untuk memicu generasi muda Ambon lebih kreatif melestarikan musik tradisional dan budaya mereka dan menarik lebih banyak kunjungan wisatawan mancanegara. NK
Presiden Joko Widodo mengunjungi Papua untuk ertama kali di masa periode ke-2 pemerintahannya pada 2019 – 2024. Kunjungan yang fenomenal disaat situasi memanas usai gejolak di September Oktober ini, setidaknya mampu menjawab situasi dan kondisi aman and terkendali Papua. Presiden Joko WI dodo menyampaikan janji dan komitmennya: membangun infrastruktur jalan, membangun pasar dan rumah sakit, dan membangun bandara. Salah satu daerah yang dikunjungi di Provinsi Papua Barat adalah Kabupaten Pegunungan Arfak. Dalam kunjungan ke daerah tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmen dan janjinya. Selain itu, dia juga meresmikan jembatan terpanjang di Papua yang memudahkan lintas darat ke perbatasan Papua Nugini.
Terkait dengan kunjungan kerja Presiden ke Papua, Adriana Elisabeth dari Tim Peneliti Kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa kunjungan kerja pertama Presiden Joko widodo ke Papua memperlihatkan bahwa Papua tetap menjadi prioritasnya. Cara sama dilakukan ketika President Joko Widodo memasukkan dua orang Papua dalam kabinet. Namun, kunjungan Presiden Joko Widodo akan kurang efektif jika tidak menyentuh baik persoalan kekerasan maupun pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.
Sementara itu, tenaga Ahli Utama dari Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa Papua menjadi pilihan penting Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerja pertamanya, karena Indonesia kawasan timur adalah prioritasnya. Itulah sebabnya, Kawasan pertama yang dikunjungi usai pelantikan adalah Papua.
Wajar jika masalah Papua menjadi prioritas Pemerintah periode saat ini, karena bergolaknya wilayah tersebut merupakan kisah lama yang berulang kembali. Masalah Papua perlu penanganan ekstra hati-hati. Dalam Sidang Umum PBB baru-baru ini, ada perwakilan dari Negara Pasifik yang menyinggung tentang situasi Papua. Permasalahan di PBB dapat dijawab dengan cerdas oleh diplomat muda Indonesia. Selain itu dalam agenda PBB, tidak ada membahas isu Papua. Pembangunan Infrastruktur di Papua selayaknya ditingkatkan agar ekonomi biaya tinggi dapat dipangkas. Namun, pembangunan tersebut membutuhkan biaya besar untuk pelaksanaan. Dengan skema yang pernah ditawarkan dalam pemerintahan saat ini, masalah pendanaan pembangunan sepertinya dapat diatasi. Selain itu, penanganan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dapat diselesaikan dengan bijak dan pendekatan sesuai adat istiadat Papua sehingga gejolak yang terjadi dapat dikurangi bahkan dapat diatas. Sehingga tidak ada lagi pelanggaran HAM dan diskirimniasi di Papua.