Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB University, Prof Dr Tajuddin Bantacut berhasil mengembangkan gula rendah glikemik. Gula ini dimodifikasi dari polifenol nira tebu dan dibuat minuman untuk menurunkan gula darah. Tajuddin menjelaskan, sebagian besar penggunaan Gula Kristal Pasir dan Gula Kristal Rafinasi adalah melalui pelarutan baik dalam industri makanan, minuman dan lainnya maupun konsumsi rumah tangga. Sedikit sekali gula digunakan dalam bentuk kristal atau tepung. Oleh karena itu, Prof Tajudin mentransformasi gula kristal putih ke gula cair yang bekerjasama dengan pihak swasta.
Tajuddin mengatakan, teknologi gula cair adalah untuk menghilangkan tahapan kristalisasi. Gula cair ini memiliki karakteristik yang sama dengan gula kristal yang dicairkan atau dilarutkan dalam proses produksi makanan dan minuman serta konsumsi rumah tangga. Ada beberapa mandaat dari teknologi gula cair ini. Yaitu, dapat meningkatkan produksi gula karena semua kandungan gula seperti ukrosa, fruktosa, glukosa dapat dimanfaatkan sedangkan pada gula kristal hanya sukrosa saja.
Kini telah dibuat studi kelayakan untuk membangun Pabrik Gula Mini (PGM) nira aren dan nira kelapa di Kabupaten Lebak (Banten), Kabupaten Tanah Karo (Sumatera Utara) dan Kabupaten Minahasa Selatan (Sulawesi Utara) dengan kapasitas 200 ton nira per hari. Bersama dengan PT Gula Energi Nusantara (GEN) Tajuddin berhasil mengembangkan teknologi pintas sehingga gula cair yang dihasilkan memenuhi syarat mutu yang ditentukan. Saat ini telah dihasilkan berbagai varian gula cair dengan peruntukan yang berbeda-beda. Seperti untuk industri makanan, minuman dan konsumsi rumah tangga. Sejalan dengan penelitian dan pengembangan teknologi tersebut juga telah berhasil dikembangkan produk baru yaitu gula rendah glikemik yang telah diuji di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University. Darimodifikasi polifenol nira tebu dihasilkan minuman untuk menurunkan gula darah,
Covid-19 mengakibatkan banyak peserta didik harus melaksanakan kegiatan belajar di rumah, baik melalui sarana dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Namun, tidak semua peserta didik maupun pendidik memiliki kemampuan untuk mengakses platform pembelajaran daring secara optimal. Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan- Kemendikbud meluncurkan Program "Belajar dari Rumah" di TVRI. Program Belajar dari Rumah merupakan bentuk upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat Covid-19, khususnya membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan pada akses internet, baik karena tantangan ekonomi maupun letak geografis. Demikian disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, dalam telekonferensi Peluncuran Program Belajar dari Rumah di Jakarta, pada Kamis, 9 April.
Program Belajar dari Rumah di TVRI, merupakan respons cepat Kemendikbud sejalan dengan semangat Merdeka Belajar. Program Belajar dari Rumah mulai tayang di TVRI pada Senin tanggal 13 April 2020 dimulai pada pukul 08 pagi.Program ini direncanakan dapat terselenggara setidaknya selama 3 bulan ke depan."Nantinya selain diisi dengan program pembelajaran untuk semua jenjang, Belajar dari Rumah juga akan menyajikan program Bimbingan Orang tua dan Guru serta tayangan kebudayaan pada akhir pekan, jelas Mendikbud.
Adapun konten atau materi pembelajaran yang disajikan akan fokus pada peningkatan literasi, numerasi, serta penumbuhan karakter peserta didik. Kemendikbud juga akan melakukan monitoring dan evaluasi mengenai program ini bersama dengan lembaga nonpemerintah. Selanjutnya, dalam situasi di mana kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah terhenti, solidaritas dan gotong royong menjadi kunci penanganan Covid-19 di Indonesia. Oleh karena itu Kemendikbud terbuka untuk kerja sama dan kolaborasi pendukungan penyelenggaraan pendidikan di masa darurat ini
Dengan luas wilayah laut mencapai 2,3 juta kilometer persegi, kekayaan laut Indonesia sangatlah besar. Apabila dikelola dengan benar, Indonesia dapat mandiri dalam memproduksi ikan laut tanpa perlu mengimpor dari negara lain. Melihat hal itu, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Alfian Bimanjaya mencoba membuat terobosan baru bernama Sistem Informasi Potensi Perikanan-SIRIPIKAN pada kompetisi bertaraf internasional Esri Young Scholars Award 2020 pada Maret lalu. Mahasiswa yang akrab disapa Alfian ini berhasil menggaet dua prestasi sekaligus. Ia berhasil keluar sebagai juara dua sekaligus juara favorit diantara para finalis
SIRIPIKAN dibuat dengan tujuan utama untuk memberikan Informasi geospasial tentang potensi perikanan sebagai upaya dalam meningkatkan efektivitas kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan distribusi ikan. Selain itu, SIRIPIKAN juga hadir dengan memberikan beberapa fitur analisis spasial seperti analisis kedekatan, pencari arah, rute, dan waktu tempuh yang masih jarang disediakan oleh aplikasi sejenis lainnya saat ini.Dalam pembuatan SIRIPIKAN, Alfian memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, khususnya citra satelit Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer untuk menentukan Zona Potensi Penangkapan Ikan. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) juga digunakan untuk menganalisis dan menyajikan informasi geospasial pada sebaran Zona Potensi Penangkapan Ikan.
Alfian menjelaskan, dari fitur-fitur yang dimiliki, penggunaan SIRIPIKAN tidak hanya terbatas untuk nelayan saja sebagai penyuplai ikan tangkap, tetapi juga bisa digunakan oleh distributor maupun pedagang ikan. Masyarakat sebagai konsumen ikan juga bisa menggunakan teknologi ini, begitu juga dengan pemerintah sebagai pihak yang mengambil kebijakan. Kedepannya, SIRIPIKAN masih memerlukan banyak pengembangan, terutama dalam hal pembaruan data. Saat ini informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan masih tersedia periodik secara bulanan. Rencana kedepan adalah bisa menyediakan informasi ZPPI untuk setiap minggu, bahkan diperbaharui setiap hari.
Beragam cara kini dilakukan sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Salah satunya ialah upaya membuat bilik atau ruang kecil portable yang berfungsi sebagai disinfektan tubuh dari bakteri, virus dan mikroorganisme lainnya. Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT-UI) mengembangkan bilik serupa namun dengan teknologi yang berbeda. FTUI berkolaborasi dengan Ikatan Alumni FTUI (ILUNI FTUI) mengembangkan Bilik Disinfeksi Cepat (BDC)-04 sebagai bentuk sumbangsih UI dalam mengurangi dampak penularan COVID-19.
BDC-04 mampu membersihkan virus dan bakteri yang menempel pada pakaian dan permukaan tubuh di bawah 10 detik per orang. Cara kerja BDC-04 ini adalah dengan proses penonaktifan mikroorganisme, bakteri dan virus dengan menggunakan sinar ultraviolet yg dikenal dengan Far-UVC, yang memiliki panjang gelombang 207 – 222 nm, akan dengan cepat membunuh virus dan aman bagi tubuh manusia, tutur Dekan FTUI Dr. Ir. Hendri D.S. Budiono, M.Eng. Lebih lanjut Hendri menjelaskan, sinar UV sudah umum digunakan dalam proses sterilisasi alat-alat kesehatan di rumah sakit lebih dari 30 tahun. Dengan penyinaran 5-10 detik efektivitas dalam menonaktifkan mikroorganisme yang menempel pada pakaian atau tubuh manusia mencapai 89-99 persen.
Mengingat permukaan pakaian dan tubuh manusia yang beragam, maka proses penyinaran diharapkan lebih efektif dalam menjangkau setiap bentuk permukaan. Selain menggunakan sinar UVC, lanjut Hendri, BDC-04 dilapisi alumunium foil karena material ini memiliki pengaruh siklus hidup yang paling pendek bagi virus corona. Baca Menariknya, karena menggunakan sinar UV, maka penggunaan bilik ini akan menjaga baju tetap kering. Tak seperti kebanyakan bilik serupa yang telah beredar. BDC-04 dipasang perdana di Rumah Sakit UI (RS UI) bersamaan dengan pemasangan Moveable Hand Washer (MHW) atau wastafel portable, pada Kamis (26/3/2020). Ke depannya, BDC-04 juga akan didistribusikan ke berbagai tempat strategis seperti tempat pelayanan publik seperti rumah sakit, puskesmas, pasar, terminal dan lainnya.