Menghabiskan akhir pekan atau melakukan sebuah petualangan mungkin menjadi keinginan setiap orang. Tidak jauh dari Ibukota Jakarta, Ada sebuah desa bernama Malasari. Bentang Alam nan indah serta formasi vegetasi yang menutupi kawasan konservasi sumber daya alam hutan Halimun menyimpan beragam flora dan fauna nya dan menampilkan keindahan dan keunikan tersendiri dengan berbagai karakternya. Kondisi geografi dan fisik Desa Malasari yang dikelilingi oleh sungai Cikaniki dan Sungai Cidurian serta memiliki banyak air terjundengan berbagi variasinya. Itulah Kekayaan alam yang menjadi daya dukung lingkungan permanen terhadap pariwisata di Desa Wisata Malasari.
Selain itu terdapat tempat bersejarah yang dianggap penting dan telah menjadi simbol-simbol berartinya Malasari dalam sejarah peradaban manusia pada masa lampau, seperti halnya Pendopo Bupati 1947 yang menjadi cikal bakal berdirinya Pemerintah Kabupaten Bogor provinsi Jawa Barat dan beberapa benda peninggalan yang cukup tua. Hal tersebut menjadi daya dukung warisan budaya sebagai pembangkit pariwisata Desa Wisata Malasari. Pesona keramahtamahan yang masih menjungjung tinggi nilai adat dan budaya merupakan salah satu aset terbesar dalam daya tarik wisata karena keramahtamahan adalah pesona. Masyarakat setempat yang sadar akan pitensi wisata yang di miliki wilayahnya ini menjadi sumber daya manusia yang handal dalam mempersiapkan desanya sebagai objek wisata. Berbagai kegiatan pun di ciptakan untuk wisatawan yang datang.
Salah satunya adalah Halimun Adventure Journey atau lebih dikenal dengan sebutan HAJO. Kegiatan ini merupakan sebuah rangkaian kegiatan perjalanan petualangan di alam bebas yang diikuti proses pengkayaan pengetahuan dengan belajar Dan memperkaya wawasan. Program wisata ini berpijak pada metode adventure learning based di mana aktivitas fisik, olah emosi dan pikir mendominasi setiap sesi pada alur kegiatan. Aktivitas hajo lebih memanfaatkan potensi sumber daya dukung permanen dan buatan seperti hutan Halimun, persawahan dan perkebunan teh Nirmala Agung.
Selain itu masyarakat Malasari juga menyediakan Halimun Lembur Experience atau lebih populer dengan sebutan hale, merupakan rangkaian wisata edukasi, di mana wisatawan turut berinteraksi secara langsung dalam aktivitas keseharian penduduk sunda Malasari seperti berkesenian, bertani dan berkerajinan. Wisata ini bertujuan untuk menambah wawasan lingkungan dan pengetahuan suasana pedesaan yang tergambar dalam sistem adat istiadat, pola kebudayaan, kearifan lokal serta kehidupan masyarakat desa yang agraris. Dengan ketinggian 900 – 1250 diatas permukaan laut, Desa Wisata Malasari termasuk wilayah pegunungan yang asri dan sejuk. Dengan daerahnya yang lembab dan basah, Desa Wisata Malasari menjadi habitat subur tumbuhnya berbagai macam jenis lumut dan jamur. Jika malam hari disekitar Cikaniki dan pasir banteng dapat melihat jamur yang nyalanya menghiasi bagian hutan, itulah jamur supalumar.
Desa Wisata Malasari yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagai kawasan Hutan Hujan Tropis terluas di Pulau Jawa merupakan habitat alami keanekaragaman dunia fauna. Tidak diragukan lagi, Desa Wisata Malasari dapat menjadi pilihan tepat untuk berlibur bersama keluarga.
Film dokumenter karya anak SD Pangudi Luhur Yogyakarta meraih penghargaan Premio Giovani dalam Cortocircuito-Savigliano Film Festival di Italia, akhir tahun lalu. Siswi kelas 5 yang bernama Anindyah Cintya Laksita, sukses meraih penghargaan dalam karyanya yang berjudul “Jamilah’s Friend”. Film tersebut menceritakan tentang seorang dokter hewan yang sangat mencintai kucing-kucing yang terlantar. Film tersebut terinspirasi dari Santo Fransiskus Asisi, ia adalah pelindung semua makhluk hidup. Film dokumenter berdurasi 12 menit diproduksi Orca Films Yogyakarta dan dibuat Cintya dengan didampingi mahasiswa perfilman Oktovianus Patintingan sebagai kamerawan.
Penghargaan di Italia tersebut bukan pertama kali diraih film Jamilah’s Friend. Sutradara cilik Indonesia, Andyah Cintya Laksita meraih penghargaan Special Award Viva Film Festival 2018 di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina pada September lalu. Cintya merupakan sutradara termuda dalam festival ini dan karyanya menjadi satu-satunya film Indonesia yang masuk nominasi. Dokumenter berjudul Jamilah's Friends karya Cintya bersaing dengan 1.550 karya lain dari 110 negara. Festival film dokumenter internasional ini menjadi istimewa karena salah seorang perintisnya adalah Al Gore pejuang lingkungan dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat. Al Gore menjabat sebagai Presiden Kehormatan Festival. Selain Viva Film Festival 2018, Jamilah's Friends juga telah terpilih sebagai karya unggulan dalam Saratov International Film Festival of Documentary Drama pada 27-30 September 2018 di Saratov, Rusia dan Festival Cine Animal Bogota yang digelar 4 Oktober-1 November 2018 di Bogota, Kolombia.
Film Cintya mengisahkan seekor kucing terlantar bernama Jamilah yang berkeliaran di celah-celah pasar Kota Yogyakarta. Tanpa tuan yang berbagi pakan kucing-kucing itu bertahan hidup dari sisa-sisa makanan dan sampah. Mereka bisa saja kenyang tapi dengan selalu menyantap panganan asal-asalan maka cacing dan bakteri akan melekat dalam tubuh. Seorang dokter hewan bernama Andre Lisnawan ternyata punya agenda reguler memberikan makanan layak untuk Jamilah dan kucing-kucing gelandangan lainnya. Di tengah malam yang beku Andre berkeliling sudut-sudut pasar menemui satu demi satu kucing, memastikan semuanya makan. Kegiatan kemanusiaan Andre, direkam oleh Cintya, siswa berusia 11 tahun yang bersekolah di SD Pangudi Luhur Yogyakarta.
Saya akan putarkan lagu Sri Langkat. Lagu ini memiliki Alunan khas Melayu yang kental menjadi ciri khas lagu bertempo sedang ini. Sri Langkat merupakan nama sebuah Kerajaan Melayu di Riau dengan Kuala Tungkal sebagai salah satu perlabuhan utama. Lagu ini diciptakan untuk memberi informasi mengenai unsur tradisional pada Masa kejayaan Tanah Melayu dan menunjukkan Kekuasaan Kerajaan Melayu saat itu. Allahyarham Dato' Sudirman bin Haji Arshad dan Zaleha Hamid adalah penyanyi yang mempopulerkan lagu tersebut. Pantun-pantun Melayu yang berisi nasihat dan peringatan bagi manusia menjadi lirik lagu ini. Pendengar, inilah Sri Langkat dinyanyikan oleh Jamal Abdillah dan Amelina
Kementrian Pariwisata Indonesia mulai mengembangkan homestay desa wisata. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementrian Pariwisata bekerjasama dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) dalam menentukan lokasi bersama lembaga dan institusi daerah.
Homestay dan desa wisata itu menjadi salah satu fokus Kemenpar lantaran, Pertama, Indonesia adalah negara besar, area yang sangat luas, kepulauan dan terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kedua, membangun hotel yang fix, membutuhkan waktu yang sangat panjang bisa 4-5 tahun baru jadi. Sementara dengan target 20 juta wisatawan mancanegara di 2019, maka Indonesia harus menyiapkan akomodasi yang cepat dan tetap memiliki daya tarik. Karena itu solusi terbaik adalah dengan mengembangkan rumah penduduk sebagai tempat akomodasi, yang bisa bersentuhan langsung dengan budaya dan adat istiadatnya.
Ketiga, dengan mengembangkan homestay dan desa wisata, itu semakin memperkuat bahwa dampak ekonomi di sektor pariwisata itu menetes sampai ke bawah. Tentu, Kemenpar akan berkolaborasi dengan Kemendes yang memiliki budget untuk pengembangan kawasan pedesaan. Mentri Pariwisata, Arief Yahya juga meminta UNWTO (UN-World Tourism Organization) untuk mendampingi, dan sekaligus memberikan masukan tentang apa yang harus dilakukan oleh Indonesia dalam mengembangkan homestay dan desa wisata itu. Kemenpar bersama Kemendes menargetkan 2000 desa wisata di Tahun 2019 dimana tahun 2018, baru 1.734 desa.
Tahun 2019 ini mentargetkan 10.000 homestay di 10 destinasi prioritas. Selama 2017-2018, sudah menyentuh di 2.938 homestay. Diantaranya, mengubah menjadi homestay 2640 unit, merenovasi 203 unit, dan membangun baru 95 unit. Tahun 2017 ditargetkan 20.000 homestay, tahun 2018 ditambah 30.000 lagi, dan tahun 2019 dibangun 50.000 unit, sehingga total keseluruhan berjumlah 100.000 homestay. Homestay Desa Wisata bakal menjadi portofolio industri baru dalam pengembangan amenitas pariwisata. Indonesia akan menjadi negara dengan homestay terbesar, terbanyak, dan terbaik di dunia.
Program homestay desa wisata yang dilaksanakan mulai tahun 2017 merupakan kontribusi Kemenpar terhadap program satu juta rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dibuat Kementerian PUPR. Pembangunan homestay mempunyai nilai strategis, terutama untuk memperkuat unsur amenitas dalam teori 3A (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas). Indonesia memiliki 74.745 desa yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. Dari jumlah desa yang ada tersebut, sebanyak 1.902 berpotensi untuk dikembangkan sebagai desa wisata sebagai daya tarik wisata.