Hari ini akan memperkenalkan Taman Wisata Puncak Bila.Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo meresmikan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), di Desa Watang Pulu, Sidrap, Sulawesi Selatan. Pada saat peresmian tersebut, Presiden Jokowi kagum akan keindahan alam Perbukitan Watang Pulu dengan 30 kincir angin PLTB. Presiden mengatakan pemandangan tersebut seperti di Negeri Kincir Angin, Belanda. Adanya pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ini menambah potensi keindahan Kabupaten Sidenreng Rappang ( Sidrap) sebagai destinasi wisata di Sulawesi Selatan. Kabupaten ini sebenarnya punya potensi wisata beragam. Salah satunya yang akan kami perkenalkan kali ini adalah Taman Wisata Puncak Bila.
Taman Wisata Puncak Bila terletak di pegunungan Bila, Kecamatan Bila, Kabupaten Sidrap. Lokasinya 215 kilometer arah utara dari ibukota provinsi Sulawesi Selatan dan dari ibukota kabupaten Sidrap, jaraknya sekitar 36 kilometer dari arah timur. Objek wisata ini memadukan wisata modern dengan perpaduan keindahan alam. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin berkunjung. Taman wisata yang telah dinobatkan sebagai Destinasi Wisata Terbaik Sulawesi Selatan 2016 lalu punya beragam wahana wisata yang menarik.
sebelum tiba di Taman Wisata Puncak Bila, anda akan melewati deretan hamparan sawah hijau dan perkebunan. Untuk masuk ke lokasi wisata, anda dikenakan tiket masuk Rp.15.000 untuk hari senin hingga jumat. Untuk hari sabtu dan minggu sebesar Rp.20.000. Sedangkan saat hari libur nasional, wisatawan harus membayar Rp. 25.000. Masuk ke Taman Wisata Puncak Bila, Aneka wahana permainan bisa anda nikmati sepuasnya. Ada waterboom bagi yang suka berbasah-basahan, Flying Fox bagi penyuka tantangan adrenalin, arena grass track untuk motor ATV, dan hamparan lapangan rumput luas yang bisa digunakan untuk perkemahan.Di lokasi Taman wisata Puncak Bila, terdapat pula puluhan gazebo untuk tempat melepas lelah. Juga ada perahu atau kanoe boat yang bisa digunakan menjelajah danau, kolam renang dengan air dari pegunungan, serta kolam pemancingan bagi anda yang hobi memancing.
setiap wahana permainan di Taman wisata Puncak Bila memiliki tarif tersendiri untuk bisa memanfaatkannya. Misalnya saja untuk Flying Fox anda harus membayar tiket sebesar 15.000 per orang dan untuk Motor ATV, tiketnya sebesar Rp.20.000 per orang. Berwisata ke Taman Wisata Puncak Bila saat ini semakin menyenangkan, terlebih ketika pengelola taman wisata ini membuat spot foto menarik, berupa sepeda raksasa dengan panjang 14,71 meter dan tinggi 7,15 meter. Sport foto Sepeda raksasa ini diklaim sebagai sepeda terbesar di dunia dan telah menjadi ikon baru taman wisata Puncak Bila.
Edisi kali ini menghadirkan lagu-lagu bernuansa keroncong yang dibawakan oleh penyanyi-penyanyi wanita Indonesia. Sebagai pembuka kita dengarkan sebuah lagu berjudul Sampul Surat.
demikanlah sebuah lagu keroncong berjudul Sampul Surat yang dibawakan oleh Wiwit Sunarto. Lagu ini bercerita tentang kisah cinta yang berakhir kesedihan. Setelah lama tak berjumpa, sepucuk surat pun datang dari seorang yang dinantikan. Namun apa hendak dikata, surat itu hanyalah sampul surat belaka, tidak ada kabar maupun berita. Walaupun demikian, sampul surat tetap disimpan sebagai kenang-kenangan.
Suaranya yang lembut, sangat cocok dengan irama keroncong yang mendayu. Lagu ini merupakan lagu keroncong asli yang juga pernah dibawakan oleh penyanyi-penyanyi Indonesia lainnya, diantaranya Didi Kempot. Walaupun membawakan sejumlah lagu keroncong, namun tidak terlalu banyak informasi mengenai perjalanan karier penyanyi wanita yang satu ini. Baiklah pendengar kita dengarkan sebuah lagu berikut ini berjudul Langgam Kerinduan yang dibawakan oleh Mamiek Marsudi.
langgam kerinduan adalah sebuah lagu bernada sendu dengan irama mendayu yang dibawakan oleh Mamiek Marsudi. Lagu ini bercerita tentang kerinduan kepada sang kekasih yang sudah lama merantau. Walaupun mencoba melupakan, namun kerinduan itu tetap ada. Itulah sekelumit cerita dalam Langgam Kerinduan.
Mamiek Marsudi atau Prasitoresmi adalah penyanyi wanita yang memiliki suara merdu dan mendayu. Dalam dunia hiburan Mamiek Marsudi lebih dikenal sebagai penari. Kepiawaiannya dalam menari dan menyanyi keroncong telah mengantarkannya ke berbagai negara sebagai duta dalam misi kebudayaan.
Ketertarikannya pada musik keroncong berawal saat Marsudi suaminya, membawakan kaset keroncong yang diberi oleh Manajer Anjungan Jawa Tengah, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada tahun 1983. Mamiek menyukai salah satu lagu dalam kaset itu, yaitu Bunga Sekuntum. Berbekal satu lagu ini dia pun mulai mengikuti lomba lagu keroncong dan meraih juara.
Setelah itu Mamiek bergabungdengan orkes keroncong yang mengiringinya saat lomba. Sejak saat itu bakat terpendam itu semakin terasah. Pendengar, menutup Pelangi Nada edisi kali ini, kita dengarkan lagu keroncong berjudul Melati Pesanku dibawakan oleh Mamiek Marsudi dan Rangkaian Melati dibawakan oleh Wiwit Sunarto.
Warna Warni edisi kali ini akan mengajak Anda untuk mengetahui nasib suku sakai yang tinggal di pedalaman hutan Riau, Sumatera. Indonesia yang terdiri akan pulau-pulau memang merupakan satu tempat strategis untuk beberapa suku di wilayah pedalaman berkembang dengan baik. Namun masih ada beberapa suku yang masih tertinggal atau terkesan meninggalkan era modernisasi yang terjadi di Indonesia. Nenek moyang Suku Sakai diyakini berasal dari Pagaruyung, sebuah kerajaan Melayu yang pernah ada di Sumatera Barat. Dahulu, Suku Sakai memiliki pola kehidupan yang masih nomaden, berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lain. Pola kehidupan yang masih nomaden ini meninggalkan kekayaan budaya yang menarik. Hal tersebut terlihat dari benda peninggalan Suku Sakai yang dahulu digunakan untuk keperluan hidup mereka di pedalaman.
Benda-benda ini terbuat dari bahan baku yang sumbernya seratus persen dari alam, dan memiliki fungsi yang masih sederhana dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kebudayaan Suku Sakai yang bercorak agraris juga ditandai dengan alat-alat yang berfungsi sebagai alat pertanian seperti gegalung galo. Alat yang terbuat dari bambu dan batang pepohonan ini berfungsi sebagai alat penjepit ubi manggalo untuk diambil sari patinya. Suku Sakai juga memproduksi pakaian yang bahannya seratus persen terbuat dari alam. Pakaian orang-orang suku ini dahulu ketika masih hidup dalam sistem nomaden terbuat dari kulit kayu.
Pakaian inilah yang digunakan Suku Sakai untuk bertahan hidup selama berpindah-pindah tempat. Kebanyakan orang Sakai menganut kepercayaan animisme dan meyakini adanya ‘hantu’ atau makhluk gaib. Seiring perkembangan zaman, sebagian suku Sakai mulai memeluk agama lain seperti Islam dan Kristen, hanya saja kebiasaan mereka terhadap hal-hal yang berbau magis kadang masih mereka lakukan. Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi.
Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani. Ciri khas suku Sakai yang hidup di sungai dan mencari ikan sebagai penghidupan memang terkesan primitive. Keadaan hutan yang sudah mulai terkikis lambat laun memaksa suku sakai pedalaman pindah ke wilayah yang lebih baik. Saat ini sebagian suku sakai tinggal di wilayah perkampungan. Inilah yang membuat suku ini terbagi menjadi dua, sakai pedalaman dan sakai luar. Hal ini pula yang membuat keberadaan suku sakai punah secara perlahan tapi pasti. Suku sakai merupakan salah satu kekayaan budaya yang ada di Indonesia, sudah seharusnya pemerintah pusat mulai memperhatikan dan mempertahankan keberadaan mereka.//
Hari ini akan memperkenalkan Gendang Beleq dari Nusa Tenggara Barat. kebudayaan atau tradisi sebuah bangsa merupakan sebuah jati diri bangsa tersebut. Karena dengan adanya budaya, kita tahu siapa kita sebenarnya dan dari mana kita berasal. Budaya dan tradisi Indonesia sangat banyak karena setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dan unik. Seperti Nusa Tenggara Barat yang memiliki Gendang Beleq. Lebih tepatnya Gendang Beleq ini berasal dari Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
kata Beleq berasal dari bahasa Sasak yang berarti besar, karena itu Gendang Beleq berarti gendang yang besar. Pada awalnya, Gendang Beleq dijadikan penyemangat untuk prajurit yang pergi berperang dan yang pulang berperang.
Suara yang dihasilkan dipercaya membuat para prajurit menjadi lebih berani untuk berkorban membela kerajaan. Kini Gendang Beleq digunakan sebagai pengiring dalam upacara adat seperti, pernikahan, khitanan, potong rambut bayi atau aqiqah, dan upacara adat lainnya.
,gendang ini terbuat dari pohon Meranti yang tumbuh subur di Lombok. Gendang Beleq menghasilkan suara yang besar dan bergema. Suara tersebut dihasilkan oleh batang pohon berdiameter 50 cm dan panjang 1,5 m yang bagian tengahnya dilubangi, kemudian dilapisi dengan kulit kambing, sapi, atau kerbau.
Gendang Beleq adalah alat musik tradisional yang dimainkan secara berkelompok. Oleh karena itu, Gendang Beleq biasa dimainkan bersamaan dengan alat musik lain seperti gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Dengan suaranya yang menggelegar, pertunjukan Gendang Beleq menjadi sangat menghibur.
pemain Gendang Beleq disebut “Sekaha”. Sekaha terdiri dari dua orang pemain gendang utama. Para Sekaha tampil dengan menggunakan baju adat tradisional Lombok termasuk “Sapo”, ikat kepala khas Lombok. Meskipun gendang ini berukuran besar, Sekaha tidak kesulitan memainkan Gendang Beleq dengan digantungkan di leher atau bahu.