Akhir abad ke 17, VOC membawa bibit kopi dari Malabar ke Indonesia. Bibit kopi tersebut kemudian ditanam di Jakarta, namun gagal karena terserang banjir. Di tahun 1700, penanaman kopi kembali dilakukan, dan berhasil. Tapi keberhasilan tersebut tak lama dirasakan. Serangan Hemileia vastatrix di abad ke 19, menjadi bencana terbesar dalam sejarah kopi Nusantara. Ternyata, penyakit karat daun itu, akhirnya melahirkan kekayaan baru yang memikat dunia. "The Heaven Of Coffee", surga kopi, kini melekat sebagai identitas negeri ini, Indonesia.Untuk mempertahankan identitas tersebut dan dalam rangka lebih mengenalkan serta memasarkan varian kopi Indonesia, khususnya kopi Papua, komunitas Kopi dan Pariwisata yang didukung oleh Dewan Kopi Indonesia (DEKOPI), Association Sales Travel Indonesia (ASATI) dan Indonesia Diaspora Network (IDN) SME Export Empowerment & Development menyelenggarakan kegiatan ekspedisi Kopi Nusantara, yang akan dimulai di Wamena Papua pada tanggal 8-20 Agustus 2018. Penggagas kegiatan ini mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan mantan Duta Besar RI untuk Kolombia Niniek Sadmojo.Menurut Anton Apriyantono, selaku ketua pelaksana program yang juga ketua umum Dewan Kopi Indonesia (DEKOPI), Ekspedisi Kopi Nusantara akan menjadi sarana pendokumentasian keragaman kopi Indonesia sekaligus pencitraan parawisata eksotisme kopi , mulai dari kebun sampai ke secangkir kopi dan pariwisata sekeliling perkebunan kopi atau coffee trip.
Kopi di Indonesia, terutama dikenal dengan 2 jenis (spesies) yaitu Arabika dan Robusta, sementara daerah penghasil utama kopi terbaik di Indonesia untuk jenis Arabika adalah Aceh Gayo (Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues), Sumatera Utara (Lintongnihuta, Mandailing, dan Sidikalang), Jawa Tengah (Temanggung, Ungaran), Jawa Barat (Gunung Puntang, Malabar, Garut), Jawa Timur (Malang, Jember, Jampit), Flores (Bajawa, Manggarai), Sulawesi (Toraja dan Kalosi, Kabupaten Enrekang), Papua (Wamena) dan Bali (Kintamani).
Sedangkan untuk penghasil kopi jenis Robusta ada di Lampung (Lampung Tengah, Lampung Barat, dan Tanggamus), Bengkulu dan Sumatera Selatan. Niniek Sadmojo menjelaskan, bahwa keanekaragaman varian tanaman kopi Indonesia dari Aceh sampai Papua merupakan kelebihan kopi Indonesia dibandingkan kopi dari negara-negara penghasil kopi di dunia, seperti Kolombia dan Brasil.
ekspedisi di Papua akan diawali dengan pencanangan program pendakian dan pengibaran Bendera Merah Putih di Puncak Trikora pada Hari Kemerdekaan RI ke-73 pada 17 Agustus 2018, yang dilakukan oleh 2 orang pendaki wanita Indonesia, yaitu Mila Ayu Hariyanti, S.Or dan pemegang rekor MURI perempuan pendaki tercepat yang mampu menyelesaikan 7 summits Indonesia dalam kurun waktu 100 hari, dan Dr. Shelvie Nidya Neyman, M.Si.,S.Kom.
Selain itu disertai pula dengan kunjungan wisata ke kebun kopi atau coffee trip di Wamena, dan partisipasi dalam Festival Lembah Baliem 2018 dengan mengundang komunitas pencinta kopi dari dalam dan luar negeri.Ekspedisi kemudian dilanjutkan ke sebelas daerah penghasil kopi di Indonesi, berturut turut ke Sulawesi, Flores, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara, dan berakhir di Aceh.
Seiring dengan hal tersebut, dilakukan juga pengumpulan data untuk penulisan buku "THE JOURNEY OF INDONESIAN COFFEE" Mahakarya Kopi Indonesia Dari Wamena ke Takengon serta dokumentasi foto dan video di kebun kopi Wamena-Papua.Ira Damayanti selaku Vice President Indonesian Diaspora Network / Diaspora USA, selaku Penggagas Ide dan Pengarah Program Buku dan Video Dokumenter menjelaskan, buku dan video dokumenter "The Journey of Indonesian Coffee" menjadi sarana promosi dan pemasaran kopi Indonesia yang paling efektif di seluruh penjuru dunia, dengan peran perwakilan Indonesia di luar negeri, KBRI, KJRI dan ITPC, bersinergi dengan komunitas Indonesia Diaspora Network yang tersebar di seluruh belahan dunia.
Akhir abad ke 17, VOC membawa bibit kopi dari Malabar ke Indonesia. Bibit kopi tersebut kemudian ditanam di Jakarta, namun gagal karena terserang banjir. Di tahun 1700, penanaman kopi kembali dilakukan, dan berhasil. Tapi keberhasilan tersebut tak lama dirasakan. Serangan Hemileia vastatrix di abad ke 19, menjadi bencana terbesar dalam sejarah kopi Nusantara. Ternyata, penyakit karat daun itu, akhirnya melahirkan kekayaan baru yang memikat dunia. "The Heaven Of Coffee", surga kopi, kini melekat sebagai identitas negeri ini, Indonesia.Untuk mempertahankan identitas tersebut dan dalam rangka lebih mengenalkan serta memasarkan varian kopi Indonesia, khususnya kopi Papua, komunitas Kopi dan Pariwisata yang didukung oleh Dewan Kopi Indonesia (DEKOPI), Association Sales Travel Indonesia (ASATI) dan Indonesia Diaspora Network (IDN) SME Export Empowerment & Development menyelenggarakan kegiatan ekspedisi Kopi Nusantara, yang akan dimulai di Wamena Papua pada tanggal 8-20 Agustus 2018. Penggagas kegiatan ini mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan mantan Duta Besar RI untuk Kolombia Niniek Sadmojo.Menurut Anton Apriyantono, selaku ketua pelaksana program yang juga ketua umum Dewan Kopi Indonesia (DEKOPI), Ekspedisi Kopi Nusantara akan menjadi sarana pendokumentasian keragaman kopi Indonesia sekaligus pencitraan parawisata eksotisme kopi , mulai dari kebun sampai ke secangkir kopi dan pariwisata sekeliling perkebunan kopi atau coffee trip.
Kopi di Indonesia, terutama dikenal dengan 2 jenis (spesies) yaitu Arabika dan Robusta, sementara daerah penghasil utama kopi terbaik di Indonesia untuk jenis Arabika adalah Aceh Gayo (Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues), Sumatera Utara (Lintongnihuta, Mandailing, dan Sidikalang), Jawa Tengah (Temanggung, Ungaran), Jawa Barat (Gunung Puntang, Malabar, Garut), Jawa Timur (Malang, Jember, Jampit), Flores (Bajawa, Manggarai), Sulawesi (Toraja dan Kalosi, Kabupaten Enrekang), Papua (Wamena) dan Bali (Kintamani).
Sedangkan untuk penghasil kopi jenis Robusta ada di Lampung (Lampung Tengah, Lampung Barat, dan Tanggamus), Bengkulu dan Sumatera Selatan. Niniek Sadmojo menjelaskan, bahwa keanekaragaman varian tanaman kopi Indonesia dari Aceh sampai Papua merupakan kelebihan kopi Indonesia dibandingkan kopi dari negara-negara penghasil kopi di dunia, seperti Kolombia dan Brasil.
ekspedisi di Papua akan diawali dengan pencanangan program pendakian dan pengibaran Bendera Merah Putih di Puncak Trikora pada Hari Kemerdekaan RI ke-73 pada 17 Agustus 2018, yang dilakukan oleh 2 orang pendaki wanita Indonesia, yaitu Mila Ayu Hariyanti, S.Or dan pemegang rekor MURI perempuan pendaki tercepat yang mampu menyelesaikan 7 summits Indonesia dalam kurun waktu 100 hari, dan Dr. Shelvie Nidya Neyman, M.Si.,S.Kom.
Selain itu disertai pula dengan kunjungan wisata ke kebun kopi atau coffee trip di Wamena, dan partisipasi dalam Festival Lembah Baliem 2018 dengan mengundang komunitas pencinta kopi dari dalam dan luar negeri.Ekspedisi kemudian dilanjutkan ke sebelas daerah penghasil kopi di Indonesi, berturut turut ke Sulawesi, Flores, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara, dan berakhir di Aceh.
Seiring dengan hal tersebut, dilakukan juga pengumpulan data untuk penulisan buku "THE JOURNEY OF INDONESIAN COFFEE" Mahakarya Kopi Indonesia Dari Wamena ke Takengon serta dokumentasi foto dan video di kebun kopi Wamena-Papua.Ira Damayanti selaku Vice President Indonesian Diaspora Network / Diaspora USA, selaku Penggagas Ide dan Pengarah Program Buku dan Video Dokumenter menjelaskan, buku dan video dokumenter "The Journey of Indonesian Coffee" menjadi sarana promosi dan pemasaran kopi Indonesia yang paling efektif di seluruh penjuru dunia, dengan peran perwakilan Indonesia di luar negeri, KBRI, KJRI dan ITPC, bersinergi dengan komunitas Indonesia Diaspora Network yang tersebar di seluruh belahan dunia.
Pada edisi pelangi nada kali ini, hadirkan lagu-lagu Melayu.
anda baru saja mendengarkan lagu berjudul HANG TUAH yang dinyanyikan oleh Iyeth Bustami. Lagu Melayu ini diciptakan oleh Husni Thamrin, pencipta lagu melayu terkemuka yang berasal dari Siak Sri Indrapura, Riau. Lagu Hang Tuah bercerita tentang sosok Hang Tuah, laksamana dari kesultanan Malaka. Dikisahkan dalam lagu ini, Hang Tuah adalah sosok laksamana yang setia dan perkasa serta menjadi teladan negeri. Melalui lagu ini, pendengar pun diajak untuk meneladani sosok Hang Tuah. Nuansa musik melayu dalam lagu ini begitu terasa dengan permainan rebana dan akordion, ditambah dengan cengkok Melayu Iyeth Bustami. Diciptakan tahun 1988, lagu Hang Tuah baru dipopulerkan oleh Iyeth Bustami pada tahun 1993. Lagu ini masuk dalam album CIK MINAH SAYANG. Sebelum lanjut mengupas lagu-lagu Melayu Iyeth Bustami lainnya, mari dengarkan lagu berjudul TUANKU TAMBUSAI berikut ini.lagu berjudul TUANKU TAMBUSAI baru saja anda dengarkan. Sama seperti lagu sebelumnya, lagu ini masuk dalam album CIK MINAH SAYANG yang dirilis tahun 1993. Diciptakan oleh Husni Thamrin, lagu ini bercerita tentang sosok TUANKU TAMBUSAI. TUANKU TAMBUSAI adalah seorang pejuang asal Dalu-dalu, Rokan Hulu, Riau. Pada masanya, ia berjuang melawan penjajah Belanda. Ia diberi gelar Paderi Harimau Rokan. Tuanku Tambusai kemudian diangkat sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1995. Musiklagu ini sendu mendayu-dayu dengan cengkok khas Melayu. Mengakhiri pelangi nada melayu kali ini, kami hadirkan lagu Iyeth Bustami lainnya, masih dari album CIK MINAH SAYANG, yakni DATIN SURI PERDANA. Diciptakan oleh Husni Thamrin, lagu ini bercerita tentang Datin Suri Perdana, seorang anak dara Melayu Riau yang diharapkan kelak menjadi Insan yang berguna.
Dalam edisi Warna Warni kali ini informasi mengenai Wonderful Indonesia hadir di Piala Dunia di Rusia. Perhelatan Piala Dunia 2018 berlangsung di Rusia. Perhatian dunia tentunya tertuju pada perhelatan akbar sepakbola ini. Karenanya, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia memanfaatkan momen besar ini, untuk menggaungkan pariwisata Indonesia. Ini terlihat ketika “Wonderful Indonesia” mewarnai jalanan di Rusia saat piala dunia berlangsung. Dua unit Open Great Bus dengan desain destinasi pariwisata Bali dan Borobudur berlogo Wonderful Indonesia dan Asian Games 2018 telah mengelilingi Kota Moskow pada 1 hingga 20 Juni 2018.
Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, olahraga sepakbola paling banyak ditonton orang di dunia. Sehingga media promosi pada industri olahraga ini sangat hidup dan berkembang. Arief menambahkan strategi promosi sangat diperlukan dalam perhelatan sepak bola terbesar di dunia ini. Menurutnya perhatian dunia pada momentum Piala Eropa dan Piala Dunia sangat efektif untuk promosi. Promosi yang efektif diperlukan saat budget promosi terbatas. Pada 2016 lalu, Kementerian Pariwisata juga telah melakukan branding Wonderful Indonesia pada Piala Eropa atau Euro Cup 2016 di Perancis.
Selain Moskow, promosi ‘Wonderful Indonesia’ juga hadir di St Petersburg. Tercatat sebanyak 21 unit bus besar dan 4 unit bus kecil dengan logo yang sama seperti di Moskow mulai bekeliaran di kota tersebut. Bus tersebut telah keliling sejak tanggal 26 Juni 2018 hingga 15 Juli 2018 untuk bus kecil, dan hingga 19 Agustus 2018 untuk bus besar. Disamping promosi melalui bus, Kementerian Pariwisata juga melakukan branding Wonderful Indonesia pada dua billboard digital di Novie Arbat (Moscow) dan Yerevan Plaza (Moskow) selama 16 Juni hingga 15 Juli 2018.