Suprapto

Suprapto

28
March

Makasar ibukota Sulawesi Selatan mempunyai jajanan khas tempo dulu yang bernama Bubur Bassang. Biji jagung pulut berwarna putih adalah bahan utama Bubur Bassang, dan jagung pulut atau jagung ketan seperti ini hanya ada di Makasar. Selain harga jagung pulut ini mahal, kurang lebih Rp. 9000 per liter, ternyata mencari jagung bahan utama Bubur Bassang ini juga tidak mudah.

Bubur Bassang adalah makanan yang dapat mengenyangkan. Oleh karena itu bubur ini lebih sering disantap sebagai sarapan atau dimakan menjelang senja sambil ditemani secangkir teh atau kopi. Untuk membuat Bassang, biji jagung pulut yang sudah tua dan berwarna putih harus direndam selama satu malam dan kemudian dimasak hingga biji jagung melunak. Jagung ini dimasak bersama dengan air, vanila dan daun pandan, tepung terigu, gula dan garam, kemudian masukkan santan kelapa dan direbus hingga matang.

Bubur Bassang lebih lezat bila dihidangkan dalam keadaan panas dan diberi gula pasir secukupnya. Akan lebih nikmat lagi apabila dalam penyajiannya diberi taburan keju atau meises lalu disiram dengan susu kental manis sesuai selera. Karena selera orang berbeda-beda, ada juga yang menambah dengan taburan   rempah-rempah lain seperti jahe. Tetapi untuk Bassang yang asli, cukup diberi taburan gula pasir di atas bubur Bassang itu.

Bagi anda pecinta kuliner, anda harus mencoba Bubur Bassang yang sekarang mulai susah dicari di Makasar. Dijamin anda akan merasakan kenikamatan yang berbeda dari Bubur Bassang ini.   Pendengar, karena bahan utama Bassang hanya bisa ditemukan di Makasar, Sulawesi selatan, bagi anda yang ingin membuatnya di rumah, sekarang sudah ada bahan utama Bubur Bassang yaitu jagung pulut dalam kemasan, yang bisa dijadikan oleh-oleh untuk teman dengan harga kurang lebih Rp. 10.000.

23
March

Setelah beberapa saat menunda penggunaan vaksin AstraZeneca, terkait keamanan dan kehalalannya, Indonesia kini mulai menyuntikkan vaksin tersebut. Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan vaksinasi perdana AstraZeneca di Pendopo Delta Wibawa Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Senin (22/3). Sejumlah ulama seperti Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Hasan Mutawakkil Alallah dan Ketua MUI Sidoarjo KH Salim Imron serta mantan pesepakbola nasional Uston Nawawi menjalani vaksinasi di hadapan presiden.

Pada 19 Maret, MUI sudah memberikan fatwa diperbolehkannya vaksin AstraZeneca, meski disebut haram karena mengandung tripsin babi. Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh berpendapat bahwa ada lima alasan yang membuat vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca boleh digunakan. Alasan tersebut adalah kondisi terdesak, dinyatakan aman, risiko jika masyarakat tidak menerima vaksin, keterbatasan ketersediaan, serta ketidakleluasaan Pemerintah mendapatkan stok vaksin yang halal dan suci.

Pihak AstraZeneca sendiri menyatakan, vaksin AstraZeneca aman dan diterima serta digunakan di sejumlah negara muslim seperti Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, Pakistan dan Malaysia.

Indonesia termasuk negara yang beruntung, karena dapat dengan cepat memperoleh vaksin Covid-19. Sementara, masih banyak negara di dunia, terutama negara-negara miskin, yang kesulitan mendapatkan vaksin tersebut untuk warganya. Vaksin yang telah berhasil diperoleh, semestinya dimanfaatkan sebaik-baiknya. Berbekal jaminan keamanan dari Organisasi Kesehatan Dunia -WHO dan MUI, masyarakat Indonesia tidak perlu meragukan vaksin Covid-19 yang disediakan oleh pemerintah.

Namun, keraguan biasanya datang karena ketidaktahuan. Sementara kebutuhan akan vaksinasi Covid-19 semakin mendesak, pemerintah juga harus semakin gencar memberi informasi jelas kepada masyarakat tentang keamanan vaksin. Pemerintah harus mampu meyakinkan publik bahwa vaksin yang diperoleh aman secara agama dan kesehatan.

Suksesnya program vaksinasi ini tergantung dari partisipasi masyarakat yang luas. Edukasi publik tentang pentingnya imunisasi virus corona harus terus menerus dilakukan, bahkan ketika pandemi tampaknya akan mereda. Dengan vaksinasi dan protokol kesehatan yang ketat, semoga Indonesia akan segera terbebas dari pandemi Covid-19.

22
March

Umma Bokulu adalah sebutan untuk rumah adat Sumba. Ada yang mengatakan Umma Bokulu berarti rumah besar, sedangkan Umma Mbatangu adalah rumah bermenara. Tetapi keduanya ini benar semua. Karena Umma Bokulu dan Umma mbatangu semuanya menunjuk pada rumah panggung khas Sumba dengan atap menara yang menjulang tinggi. Umma Bokulu ini dibangun di kampung adat Wainyapu, kecamatan Kodi, Sumba Barat. Sedangkan bentuk rumah adat di luar kampung adat umumnya tidak bermenara. Puncak atap Umma Bokulu ini tinggi sekali, kurang lebih 20 meter. Oleh karena itu disebut rumah menara.

Rumah ini dibangun dari bahan-bahan alami. Lantai dan kerangkanya dari bambu. Atapnya dari rumput ilalang atau jerami. Kekuatan bangunan ini terletak pada 4 tiang utama berupa batang kayu gelondongan ukuran raksasa yang disebut Kambaniru Ludungu. Di sekitar tiang utama terdapat 36 tiang pendukung yang disebut Kambaniru. Umma Bokulu dibangun secara bergotong royong melalui upacara adat. Untuk membangun rumah besar tidak mempergunakan paku, tetapi dengan tali rotan. Saat memasang atap ilalang, mereka tidak boleh beristirahat makan sebelum penutupan atap selesai. Keunikan Umma Bokulu adalah bentuk bubungan yang mengerucut yang disebut toko umma. Di dalamnya terdapat ruangan yang digunakan sebagai lumbung untuk menyimpan bibit, bahan makanan dan benda-benda pusaka.

Di lantai atas Umma Bokulu merupakan ruang hunian yang disebut bei uma. Di tengah-tengah ruangan, di antara 4 tiang utama digunakan sebagai dapur. Di depan dapur diletakkan meja makan, dan di depan meja makan ada beranda tempat bapak-bapak bermusyawarah. Pada bagian beranda atau teras biasanya diipasangi tanduk kerbau atau taring babi. Ini sebagai bukti kalau pemilik rumah telah memotong hewan ternak, selain itu juga sebagai tanda si pemilik rumah merupakan orang penting di masyarakat. Tinggal di umma Bokulu sangat nyaman. Udara yang bebas keluar masuk melalui celah-celah lantai dan dinding bambu, membuat udara di Umma Bokulu ini sangat nyaman. Lantainya juga tidak perlu dipel atau disapu, karena di antara batang bambu gelondongan yang ditata menjadi lantai, terdapat celah-celah sehingga debu dan kotoran langsung jatuh ke kolong rumah. Kolong Umma Bokulu ini disebut kali kabunga. Kolong ini biasanya digunakan untuk menyimpan kayu bakar dan juga digunakan sebagai kandang ternak. Pendengar, rumah adat khas Sumba sampai sekarang masih terjaga keasliannya. Rumah-rumah menara beratap ilalang ini bisa di jumpai di desa-desa adat seperti di Wainyapu, Ratenggaro, Tarung, Waitabar, Lamboya, Wanokaka.

18
March

Pemerintah Indonesia telah memutuskan melakukan impor garam tahun 2021 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan bahwa total impor garam akan mencapai 3,07 juta ton pada tahun ini.

Rincian impor garam pada tahun 2021 ini terbagi menjadi 646.000 ton garam aneka pangan dan pertambangan. Lalu, 2.426.000 ton garam industri. Terakhir, 5.501 ton garam untuk farmasi dan kosmetik.

Rencana impor garam ini menuai kritik dari banyak pihak. Karena sampai saat ini, Indonesia belum juga mampu swasembada garam padahal Presiden Joko Widodo telah menargetkan Indonesia swasembada garam tahun 2015. Namun, Indonesia justru masih melakukan  impor garam, terutama untuk kebutuhan industri.

Presiden Joko Widodo berani menargetkan swasembada garam tahun 2015 karena Indonesia memiliki modal untuk mencapai swasembada garam. Indonesia   memiliki garis pantai 99.093 kilometer, terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (202.800 kilometer). Modal garis pantai terpanjang kedua di dunia seharusnya memberikan banyak manfaat  bagi Indonesia, termasuk potensi pasokan garam yang besar sehingga mampu mencukupi kebutuhan garam dalam negeri. Namun, kenyataannya Indonesia masih melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan industri. 

Dalam upaya meningkatkan produksi garam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintah Indonesia harus membenahi metode produksi dan lahan produksi garam. Selama ini, petani garam masih menggunakan metode konvensional dengan  teknik pengeringan dengan cahaya matahari.  Ke depan, penggunaan inovasi teknologi harus betul-betul  dilakukan. Para petani garam perlu diberikan bantuan teknologi yang memadai.

Sedangkan terkait masalah lahan produksi, pemerintah perlu gencar mencari  lahan yang cocok untuk produksi garam.  Walaupun Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, lokasi atau lahan tambak garam masih terbatas.   

Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan untuk tambak garam  juga perlu dilakukan untuk  membantu peningkatan jumlah produksi garam dalam negeri, bahkan dapat melakukan ekspor garam jika kedua permasalahan ini dapat diatasi dengan baik.

Tentu saja, upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam nasional memerlukan dukungan dari berbagai pihak dan penerapan strategi yang tepat dari pemerintah Indonesia.