12
January

 

VOInews.id- Afrika Selatan pada Kamis meminta Mahkamah Internasional (ICJ) menerapkan tindakan sementara terhadap Israel untuk menghentikan serangannya terhadap Gaza. Dalam sidang kasus genosida oleh Israel yang digelar di Den Haag, Belanda, delegasi Afrika Selatan mengatakan: "Masa depan warga Palestina yang masih ada di Gaza bergantung pada putusan yang diambil pengadilan mengenai masalah ini." Delegasi Afsel menggarisbawahi bahwa pembunuhan massal warga Palestina di Gaza merupakan "pola perilaku Israel yang telah diperhitungkan dan mengindikasi adanya niat genosida." Adila Hassim, salah satu pengacara delegasi, menekankan pada sidang itu bahwa kasus genosida ini "menggarisbawahi esensi bersama kemanusiaan kita sebagaimana disebut pada pembukaan Konvensi Genosida." Hassim menekankan pula bahwa genosida "tidak pernah diumumkan sebelumnya".

 

"Namun, pengadilan ini mendapat manfaat dari bukti-bukti selama 13 pekan terakhir yang menunjukkan secara nyata suatu pola perilaku dan niat terkait yang membenarkan klaim akan adanya kemungkinan tindakan genosida," lanjutnya. Delegasi tersebut juga meminta ICJ untuk tidak ragu menerapkan tindakan sementara, sebagaimana mereka "tidak ragu" dalam kasus genosida terhadap Muslim Rohingya di Myanmar, seraya menegaskan bahwa situasi di Gaza patut diintervensi pengadilan. Dengar pendapat publik mengenai kasus genosida yang dilakukan Israel dimulai pada Kamis di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Pada hari pertama sidang, Afrika Selatan menyajikan bukti kuat dalam kasus yang diajukan pada 29 Desember, dengan menuduh Israel melakukan genosida dan pelanggaran terhadap Konvensi Genosida PBB dalam tindakannya di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.

 

Pihak Afrika Selatan meminta perintah pengadilan tinggi PBB untuk menghentikan serangan militer Israel di Gaza, yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan, dengan jumlah korban tewas meningkat menjadi lebih dari 23.300 orang. Pengajuan gugatan setebal 84 halaman oleh Afrika Selatan itu menuduh Israel telah melakukan tindakan dan kelalaian "yang bersifat genosida, karena tindakan tersebut dilakukan dengan tujuan khusus...untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kelompok nasional, ras, dan etnis Palestina yang lebih luas." Gugatan itu juga mengemukakan bahwa tindakan genosida yang dilakukan Israel mencakup pembunuhan terhadap warga Palestina, serta menyebabkan mereka menderita luka fisik dan mental yang serius, dan melakukan pengusiran massal dari rumah-rumah dan lokasi pengungsian.

 

Selain itu, Israel juga menerapkan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran warga Palestina, serta merampas akses terhadap makanan, air, tempat berlindung, sanitasi dan pendampingan medis yang memadai. Delegasi Afrika Selatan dipimpin oleh Menteri Kehakiman Afrika Selatan Ronald Lamola dan akan didampingi oleh tokoh politik senior dari partai dan gerakan politik progresif di seluruh dunia. Sidang pada Kamis berlangsung selama tiga jam dan akan dilanjutkan dengan argumen pembelaan Israel pada hari berikutnya.

 

Antara

11
January

 

VOInews.id- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (10/1) menyeru rezim pendudukan Israel agar memberikan akses pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan ke Jalur Gaza kepada WHO dan lembaga PBB lainnya, menyebut situasi kemanusiaan di sana “tak bisa terbayangkan”. Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengakui bahwa tim organisasinya harus membatalkan enam misi ke Gaza utara sejak 26 Desember "karena permintaan mereka ditolak dan tidak ada jaminan keamanan perjalanan". Sementara itu, rencana misi pada Rabu juga dibatalkan. “Pendistribusian bantuan kemanusiaan di Gaza terus menghadapi tantangan yang hampir tidak dapat teratasi,” kata Tedros saat konferensi pers di Jenewa.

 

“Pemboman intens, pembatasan mobilitas, krisis bahan bakar dan komunikasi yang terputus membuat WHO dan mitra tidak mungkin menjangkau orang-orang yang membutuhkan bantuan,” katanya. "Kami memiliki pasokan, tim dan rencana. Yang tidak kami miliki yakni akses... Kami menyeru Israel agar menyetujui permintaan WHO dan mitra lainnya untuk mengirim bantuan kemanusiaan." Menurut Tedros, hanya 15 rumah sakit di wilayah Palestina yang beroperasi meski hanya sebagian. Sementara itu, kurangnya sanitasi dan air bersih, serta kondisi hidup yang terlalu sumpek di jalur pantai mendukung penyebaran penyakit. “Warga mengantre berjam-jam untuk mendapatkan sedikit air, yang mungkin tidak bersih, atau roti, yang kurang bergizi,” katanya.

 

Sumber: WAFA

11
January

 

VOInews.id- Lebanon siap membahas stabilitas jangka panjang di wilayah perbatasannya dengan Israel, kata Perdana Menteri Najib Mikati pada Selasa. Menurut kabinet pemerintahan Lebanon, perdana menteri sementara Lebanon itu menyampaikan hal tersebut saat bertemu dengan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Operasi Perdamaian Jean-Pierre Lacroix. "Lebanon siap mengadakan perundingan demi mencapai proses stabilitas jangka panjang di Lebanon selatan” di sepanjang perbatasan dengan Israel, kata kabinet Lebanon. Mikati menandaskan Lebanon terikat menerapkan resolusi PBB, termasuk Resolusi 1701, yang menyerukan penghentian total permusuhan antara Lebanon dan Israel.

 

Resolusi yang diadopsi pada 11 Agustus 2006 itu menyerukan agar Israel mundur ke belakang Garis Biru dan mendemiliterisasi garis itu dan Sungai Litani di Lebanon, sehingga hanya tentara Lebanon dan Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) yang boleh memiliki senjata dan perlengkapan militer di wilayah tersebut. Pada Senin, Menteri Luar Negeri Lebanon Abdullah Bou Habib menyatakan negaranya siap melaksanakan 'sepenuhnya' Resolusi PBB 1701 dengan imbalan penarikan pasukan Israel dari tanah Lebanon dan penghentian pelanggaran kedaulatan negara. Sementara itu Lacroix, menyeru semua pihak agar menghentikan permusuhan, mendukung militer Lebanon di Lebanon selatan dan melanjutkan kerjasama erat militer dengan UNIFIL.

 

Ketegangan meningkat di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel sejak tentara Israel melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober. Ketegangan itu terjadi antara milisi Hizbullah dan pasukan Israel.

 

Antara

11
January

 

 

VOInews.id- Pejabat Israel pada Selasa membantah laporan bahwa negaranya mengadakan pembicaraan dengan negara-negara Afrika mengenai "pemindahan" warga Palestina ke benua tersebut. "Sebagai tanggapan atas publikasi mengenai isu ini, perlu dicatat bahwa Israel tidak terlibat dalam pemeriksaan kelayakan pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara-negara di Afrika," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Haiat pada X. Pernyataan Haiat muncul setelah pejabat-pejabat Israel menyerukan pemindahan paksa warga Palestina dari Jalur Gaza. Pekan lalu, harian Times Israel memberitakan bahwa Israel sedang melakukan pembicaraan dengan Kongo dan negara-negara lain mengenai rencana "migrasi sukarela"

 

. Juru bicara Pemerintah Kongo Patrick Muyaya juga menyangkal adanya perundingan apapun antara Republik Demokratik Kongo (DRC) dengan Israel mengenai kemungkinan menerima imigran Palestina dari Gaza di wilayahnya. Israel telah menggempur daerah kantong Palestina sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 23.210 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai 59.167 lainnya, menurut otoritas kesehatan setempat, sementara sekitar 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

 

Sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi, sementara semuanya berada dalam kondisi rawan pangan, menurut PBB. Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung, dan kurang dari setengah truk bantuan yang dapat memasuki wilayah tersebut dibandingkan sebelum konflik dimulai.

 

Sumber: Anadolu

Page 40 of 1158