“Bagi kita (diaspora Indonesia) yang ada di luar negeri memang ini sebenarnya ini yang paling ditunggu,” katanya dalam acara “Parlemen Menjawab: Mendongkrak Partisipasi Pemilih Luar Negeri” yang disiarkan RRI Voice of Indonesia pada Minggu (26/11/2023).
Eriko tidak ingin suara yang diberikan masyarakat melalui suatu pilihan dibelokkan pada pilihan-pilihan yang lain. Oleh karena itu, dia melihat perlunya kesiapan teknologi e-voting dalam mendukung pemilu. Eriko juga mengajak para mahasiswa yang hadir untuk memberi masukan pada KPU dan DPR tentang teknologi terkait pemilu.
“Tadi sudah disampaikan oleh bu Betty [komisioner KPU] bahwa ada yang namanya sistem informasi di KPU. Kasihlah masukan-masukan, jangan di pemikiran kita itu (tapi) tidak kita laksanakan… Sama seperti yang di luar negeri (yang) juga sangat memahami yang namanya gadget [gawai], ayo kasih masukan kepada KPU, kepada kami sebagai perwakilan dari parlemen untuk luar negeri,” katanya mengajak.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani menambahkan, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi memperlancar terwujudnya sistem e-voting. Undang-undang ini disahkan pada tahun 2022 lalu, dengan masa penyesuaian dua tahun. Dia meyakini, dengan berlakunya undang-undang ini mulai tahun 2024, infrastruktur keamanan elektronik dapat mendukung e-voting pada pemilu selanjutnya.
“Saya rasa ini one step [satu langkah ke depan] dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Begitu ini nanti implemented [berlaku] 2024, dan segala sesuatunya bisa berjalan lebih baik, baru deh mungkin e-voting kita sudah punya infrastruktur untuk itu,” katanya.
Selain Eriko dan Christina, acara ini juga mengundang Titi Anggraeni selaku Dewan Pembina Perludem. Acara ini juga dihadiri perwakilan di luar negeri, seperti PPI Dunia dan sejumlah panitia pemilihan luar negeri (PPLN).