"Kami juga terus terang berempati, dan istilahnya, teman kita sejawat ini menjadi korban," kata Telly usai Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia dan 38 Tahun Bencana Chernobyl di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta, Senin (6/5).
Telly menyebut bahwa wafatnya para wartawan saat bertugas merupakan resiko melakoni pekerjaannya. Oleh karena itu, ia mengatakan keselamatan jurnalis merupakan hal utama. Telly juga mengatakan, Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei kali ini jatuh di tahun yang "cukup berat".
"Di Hari Kebebasan Pers Sedunia (saat ini,) tahun ini merupakan tahun yang cukup berat selama satu tahun terakhir ini, makin berat buat pekerjaan jurnalistik atau kewartawanan di seluruh dunia," katanya.
Menurut Telly, beratnya pekerjaan jurnalis tidak hanya disebabkan oleh meninggalnya wartawan di tengah berbagai peperangan dunia. Kasus-kasus intimidasi pada wartawan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, disebutnya turut memperberat keadaan mereka.
"Banyak kasus teman-teman wartawan, ketika melakukan pemberitaan-pemberitaan investigatif kemudian diintimidasi," katanya melanjutkan.
Dalam diskusi "Wartawan dalam Pemberitaan Isu-Isu Humanisme" yang menjadi bagian dari peringatan tersebut, Telly menyoroti humanisme dan empati. Telly menekankan pentingnya nilai-nilai humanis dan rasa empati dalam pemberitaan, khususnya saat meliput isu perang dan sosial.
Selain itu, ia menekankan bahwa keselamatan wartawan harus diutamakan. Hal ini agar wartawan dapat menolong orang lain yang ditemuinya dan menyampaikan informasi pada masyarakat.
Peringatan ini merupakan hasil kerja sama Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta dengan IWO. Dalam peringatan ini, sebuah film pendek Ukraina "Chornobyl-2022" diputarkan, mengisahkan serbuan Rusia ke pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl. Bagian dari invasi ke Ukraina itu menyasar pembangkit tersebut, yang dipenuhi radiasi akibat kebocoran nuklir di tahun 1986.
