Jakarta (voinews) : Rangkaian pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dimulai dengan Working Lunch pada Jumat (3/2) di Sekretariat ASEAN Jakarta. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pertemuan tersebut didedikasikan untuk membahas Myanmar secara terbuka, mendalam dan terus terang sebagai keluarga.
“Saya memberi pengarahan pada pertemuan tentang pendekatan Indonesia terhadap Myanmar sebagai Ketua,” katanya dalam keterangan pers, Jumat.
Menurut Retno, Indonesia berpegang pada Five-Point Consensus (5PC) untuk menjadi acuan utama untuk mengatasi krisis Myanmar. Terkait hal ini, menurutnya, Indonesia akan mengedepankan tiga pendekatan.
Pertama, melibatkan semua pemangku kepentingan sebagai langkah pertama untuk memfasilitasi kemungkinan dialog nasional yang inklusif.
“Saya juga berbagi keterlibatan awal saya dengan semua pemangku kepentingan,” katanya.
Kedua, membangun kondisi yang kondusif untuk membuka jalan bagi dialog yang inklusif. Menurut Retno, dua isu penting yang harus diperhatikan untuk menciptakan iklim kondusif di Myanmar, yaitu menghentikan kekerasan dan melanjutkan pemberian bantuan kemanusiaan.
“Kedua kondisi ini sangat penting untuk membangun kepercayaan dan keyakinan,” katanya.
Ketiga, mensinergikan upaya ASEAN dengan negara tetangga yang peduli dan Utusan Khusus PBB dan negara lain. Menurut Retno, seluruh peserta yang hadir dalam Working Lunch memberikan dukungan penuh terhadap pendekatan Indonesia dalam mengatasi situasi di Myanmar.
Selain itu, di dalam Working Lunch tersebut, menurut Retno, seluruh negara peserta berdiskusi dan menyetujui sejumlah poin terkait isu Myanmar.
Pertama, mendesak kemajuan yang signifikan dalam implementasi 5PC untuk membuka jalan bagia dialog nasional yang inklusif di Myanmar. Kedua, dialog nasional adalah kunci untuk menemukan penyelesaian damai atas situasi Myanmar. Dan ketiga, lingkungan yang kondusif harus diciptakan untuk dialog yang inklusif, dengan mengurangi kekerasan, dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan secara tepat waktu dan tanpa hambatan.
“Dalam Working Lunch, para Menlu menegaskan kembali pendekatan bersatu, saya ulangi, pendekatan bersatu dalam menyikapi situasi di Myanmar melalui 5PC,” tandasnya.
(voinews.id) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno membuka secara resmi konferensi internasional Southeast Asia Business Event Forum (SEABEF) yang membahas isu-isu utama pengembangan MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) di kawasan ASEAN dan Indonesia pada khususnya.
"Melalui acara ini kita mendorong lembaran baru dari MICE di kawasan ASEAN dan Indonesia yang sedang memegang keketuaan ASEAN akan membawa satu kepemimpinan agar lebih banyak event-event berkelas dunia di kawasan ASEAN, terutama Indonesia," kata Menparekraf Sandiaga saat membuka "SEABEF 2023" di Hotel Grand Rohan Yogyakarta, Jumat (3/2/2023).
SEABEF mengangkat tajuk “Fostering Southeast Asia Business Event Approaching the Post-Pandemic Era”. Sesuai dengan tajuknya, tujuan dari pelaksanaan SEABEF adalah untuk membahas isu-isu utama dalam pengembangan MICE, khususnya di masa pemulihan pascapandemi.
Secara garis besar, ada tiga poin pada isu utama tersebut yakni sumber daya manusia, manajemen krisis, dan sustainability. Pelaksanaan SEABEF juga menjadi momentum untuk mencanangkan komitmen Indonesia terhadap green meeting.
Forum ini diharapkan semakin memperkuat kolaborasi antara pelaku industri MICE di tanah air dan juga ASEAN untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan MICE di dalam kawasan. Sekaligus menjadikan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan ekonomi melalui penyelenggaraan MICE berskala internasional.
Saat ini ekonomi dunia sudah menunjukkan pertumbuhan positif setelah selama dua tahun terakhir terdampak akibat pandemi. Termasuk Indonesia yang ditunjukkan melalui berbagai capaian.
Dalam catatan World Economic Forum (WEC), daya saing Indonesia dalam indeks pembangunan pariwisata dan perjalanan (TTDI) melompat 12 poin ke peringkat 32 dunia. Dalam hal kontribusi ekonomi, pariwisata dan ekonomi kreatif berhasil mendorong penciptaan 3,3 juta lapangan kerja baru. Melampaui target dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 1,1 juta. Namun demikian, untuk perkembangan dalam cakupan kawasan, Asia Tenggara masih tertinggal dari Eropa dan Amerika.
"Karenanya dengan berada di sini, saya harap kita bisa mulai akselerasi dan mengejar ketinggalan dengan menghadirkan MICE berskala internasional," kata Sandiaga.
Indonesia dikatakan Sandiaga berkomitmen untuk terus mengembangkan sektor MICE sebagai salah satu penopang ekonomi nasional. Di antaranya dengan menyiapkan kemudahan perizinan (deregulasi) dalam perolehan izin penyelenggaraan kegiatan MICE. Selain itu juga menyiapkan desa-desa wisata sebagai lokasi penyelenggaraan MICE.
"Kami akan terus berkomitmen untuk mengembangkan acara MICE di Indonesia dengan melakukan berbagai kolaborasi, dengan semua pemangku kepentingan. Kami percaya MICE mampu menciptakan kegiatan ekonomi, menciptakan investasi dan lapangan kerja," kata Sandiaga.
Menparekraf Sandiaga juga mengajak pelaku industri MICE memperkuat komitmen untuk menghadirkan gelaran MICE yang memperhatikan isu-isu keberlanjutan. Di antaranya dengan mengajak peserta kegiatan MICE menghitung carbon footprint dan melakukan offset dengan kegiatan seperti penanaman pohon mangrove atau berkontribusi dengan melakukan kegiatan wisata yang ramah lingkungan.
"Produk wisata ecotourism menjadi tone utama dalam menjalankan bisnis event dan MICE ke depan. Menjadi gold standard untuk menjadikan event-event ini memenuhi aspek keberlanjutan," kata Menparekraf Sandiaga.
VOI News : Pemilihan Umum yang akan berlangsung di Indonesia pada 2024 harus berjalan demokratis.Dengan berbagai tantangan yang ada, Indonesia harus mampu menjalankan proses demokrasi yang terjadwal. Demikian dikatakan Ketua Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Julian Aldrin Pasha dalam acara “Demokrasi Indonesia Menuju Pemilu 2024 : Wacana dan Praksis“ di The Habibie Center Jakarta Kamis (2/2).
“Sebetulnya ancaman kita ketika melihat kembali reformasi,tujuan kita sebetulnya untuk how to democrate (menjadi lebih demokratis). Apa yang menjadi semboyan kami disini bagaimana agar ini terus berjalan, the democracy must go on harus terus berjalan,” jelas Julian.
Julian Aldrin Pasha juga menjelaskan Indonesia menghadapi tantangan yang belum terpikirkan sebelumnya.Tantangan tersebut lahir dari sebuah pesta demokrasi yang sudah ditetapkan waktunya melalui proses pemilu.
“Tapi masalahnya kita menghadapi tantangan yang tidak pernah kita pikirkan terhadap demokrasi. Bahwa yang menjadi ancaman terbesar sekarang bukan datang dari mereka yang berbaju hijau,bukan dari militer. Tapi dari mereka yang justru terpilih produk satu election terjadwal yang betul - betul resmi legitimate melalui proses pemilu. Tapi kemudian mereka yang disebut dipilih oleh rakyat tadi kemudian sepakat didalamnya untuk membuat suatu perubahan demi perubahan yang dilakukan secara perlahan sedikit demi sedikit dan to the end of the day menjadi suatu yang disebut Autoritari,” kata Julian.
Julian mengharapan agar bangsa Indonesia semua mengawal untuk kepentingan bersama di Pemilu 2024. Menurutnya yang terpilih nanti diharapkan menjadi pemimpin terbaik yang bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik yang dihasilkan dari satu pemilu elektoral di 2024. (AF)
Jakarta (voinews.id) : Sistem demokrasi Indonesia diharapkan terus memberikan banyak manfaat bagi masyarakat untuk menuju kemajuan. Bahkan memberikan dampak positif bagi peradaban bangsa yang moderen. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Habibie Center Mohammad Hasan Anshori dalam acara “Demokrasi Menuju Pemilu 2024 : Wacana dan Praksis“ di The Habibie Center, Jakarta, Kamis (2/2).
“Tetapi dalam visi Habibie Center bahwa demokrasi itu tidak hanya dilihat sebagai political machinery, tetapi menjadi way of living. Demokrasi bukan hanya menjadi alat mencapai dan mendapatkan kekuasaan, tetapi dia harus menjadi cara membangun dan menjadi untuk membangun bangsa, untuk membangun bangsa Indonesia ini yang moderen,” kata Anshori.
Menurutnya, untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia, The Habibie Center juga melakukan kajian melalui Institut untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
“Di Habibie Center kita menjalin dan menerapkan demokrasi dengan berbagai macam aspek, kita punya Institut untuk Demokrasi dan Human Right. Jadi kita menghubungkan demokrasi dan HAM. Kita juga punya Institut for Economics and Ecology, kita melihat demokrasi lewat ekonomi dan ekologi,” kata Hasan Anshori.
Selain itu, Hasan Anshori juga mengatakan bahwa faktanya demokrasi tidak selalu bersangkut paut dengan kesejahteraan manusia. Betapapun demokrasi sintesis mutakhir terkini dari peradaban manusia, tetapi demokrasi bukan sintesis akhir. Oleh karena itu menurut Anshori, demokrasi tidak boleh berhenti karena demokrasi bukan hanya menjadi state of mind, tetapi juga state of action. (AF)