Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mendapatkan 60 petunjuk dari 26 profesor yang berkumpul membahas pertimbangan kebijakan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan. Hal itu disampaikan Siti Nurbaya dalam pertemuan dengan 26 profesor dengan keilmuan kehutanan dan lingkungan hidup dari 11 universitas yang membahas persoalan permukiman di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pertemuan dilaksanakan di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (9/3).
Siti Nurbaya seperti dilansir Antara di Jakarta, Minggu (10/3) menyebutkan, pihaknya akan bersinergi secara internal maupun eksternal dengan kementerian terkait dan para pihak agar masyarakat hutan memperoleh hak-haknya. Dikatakannya, pertemuan itu untuk meminta pertimbangan para ahli terkait langkah korektif kebijakan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan.
Siti Nurbaya menambahkan, pertimbangan untuk menata permukiman masyarakat di dalam kawasan hutan itu diambil pemerintah karena masyarakat yang tinggal dekat sumber daya alam seharusnya tergolong kaya. Faktanya, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa saat ini terdapat 25.863 desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang terdiri dari 9,20 juta rumah tangga. Namun demikian, terdapat sebanyak 1,70 juta rumah tangga yang masuk dalam kategori keluarga miskin. Catatan KLHK juga menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang sejak sistem register hutan hingga kini konsep tata ruang, luas kawasan hutan terus turun. Pada 1978-1999, kawasan hutan Indonesia tercatat seluas 147 juta hektare (ha), kemudian turun pada periode 1999- 2009 menjadi seluas 134 juta ha, lalu menjadi 126 juta ha dari 2009 hingga sekarang.
Sebelum 2014, alokasi perizinan pengelolaan dan pemanfaatan hutan kepada swasta mencapai 32,74 juta ha atau sebesar 98,53%, sedangkan untuk masyarakat terhitung sangat kecil yaitu hanya 1,35%. Langkah korektif kemudian ditempuh pemerintah melalui program perhutanan sosial dan reformasi agrarian untuk memastikan bahwa keberadaan hutan harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam pertemuan tersebut Prof Hariadi Kartodiharjo dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, perspektif penataan permukiman bukanlah tujuan akhir semata, namun sebuah strategi bagaimana memastikan masyarakat berdaulat. Menurut dia, menjadi dilema bagi pemerintah saat masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hutan justru dianggap menduduki atau merambah kawasan hutan.
Industri furnitur dan kerajinan nasional mampu masuk ke pasar internasional melalui berbagai produk unggulannya, yang dinilai memiliki kualitas baik dan desain menarik. Demikian dikatakan Direktur Jenderal Industri, Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian Indonesia, Gati Wibawaningsih, di Jakarta, Minggu (17/3). Gati menambahkan, kekuatan sektor ini didukung oleh ketersediaan sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia terampil, dan keragaman corak dari budaya lokal. Potensi pengembangan industri furnitur dan kerajinan di dalam negeri tercermin dari Indonesia sebagai penghasil 80 persen untuk bahan baku rotan dunia, dengan daerah penghasil rotan di Indonesia yang tersebar di berbagai pulau, terutama di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra. Selain 312 jenis rotan yang dapat dimanfaatkan industri furnitur dan kerajinan, Indonesia juga mempunyai potensi bahan baku kayu yang sangat banyak.
Kementerian Perindustrian mencatat, neraca perdagangan industri furnitur mengalami surplus pada Januari 2019, dengan nilai ekspor sebesar 113,36 juta dolar Amerika. Nilai ekspor tersebut naik 8,2 persen dibanding capaian pada Desember tahun 2018. Sepanjang tahun lalu, nilai ekspor furnitur nasional menembus hingga 1,69 miliar dolar Amerika.
Gati Wibawaningsih berharap, sektor industri kecil dan menengah yang menjadi produsen furnitur dan kerajinan, tetap menjaga kualitas bahan baku dan produknya serta selalu berinovasi. Untuk menghasilkan produk yang kompetitif di kancah global, industri furnitur dan kerajinan perlu memanfaatkan teknologi terkini. Hal ini seiring dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka itu menambahkan, upaya itu telah diterapkan pada pendaftaran peserta pameran Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia -Jiffina 2019. Pameran ini diselenggarakan di Jogjakarta, 13 sampai 16 Maret.
Gati Wibawaningsih menjelaskan, Jiffina merupakan pameran ke-4 terbesar yang masuk ke dalam lingkaran pameran furnitur di Asia. Hal ini menandakan bahwa pasar furnitur Indonesia sangat menarik bagi konsumen dunia.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka terus memfasilitasi keikutsertaan sejumlah Industri Kecil dan Menengah furnitur dan kerajinan dalam negeri, untuk bisa tampil di Jiffina selaku ajang pameran berskala internasional. Upaya ini dapat memacu pengembangan dan kemudahan akses pasar Industri Kecil dan Menengah nasional ke kancah global.
Uni Eropa telah lama mendiskriminasi minyak sawit atau yang lebih dikenal dengan CPO dan produk turunannya, karena dituding masuk kategori bahan bakar minyak yang tidak ramah lingkungan. Kini tekanan mereka bertambah dengan menyasar pada CPO dan produk turunannya untuk kategori makanan dan minuman. Uni Eropa telah membuat studi mengenai bahaya kandungan minyak sawit dalam makanan bagi kesehatan. Studi ini telah disampaikan ke Badan Makanan dan Pertanian FAO milik PBB. Apabila disetujui FAO, kemungkinan besar peredaran produk makanan yang mengandung sawit di dunia akan semakin dipersulit. Padahal, mayoritas ekspor produk turunan CPO asal Indonesia digunakan sebagai campuran bahan makanan.
Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia, Derom Bangun khawatir, apabila FAO menyetujui penelitian yang diajukan Uni Eropa, dampaknya akan lebih masif dibandingkan dengan kebijakan diskriminasi Uni Eropa terhadap CPO untuk sektor energi.
Kekhawatirannya sangat beralasan. Sepanjang 2018 saja total volume ekspor produk turunan CPO Indonesia mencapai 28,14 juta ton. Lebih dari 80 persennya digunakan untuk campuran bahan makanan. Dari tahun ke tahun permintaan dunia akan produk CPO untuk campuran makanan terus meningkat. Bahkan eksportir produk olahan CPO tengah menyasar pasar baru, antara lain Afrika dan Timur Tengah. Bila CPO dan produk turunannya dilarang sebagai bahan campuran makanan di seluruh dunia, maka akan berdampak pada kinerja ekspor non migas nasional. Sebab CPO masih menjadi andalan ekspor non migas Indonesia. Dampaknya dirasakan tidak hanya oleh produsen CPO melainkan juga produsen makanan dan minuman dengan campuran CPO.
Menghadapai situasi ini Indonesia dan produsen CPO lainnya tidak akan dapat menempuh jalur gugatan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), karena ranahnya sudah masuk ke mandatori dunia. Hasil penelitian harus dilawan dengan hasil penelitian. Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen CPO terbesar dunia sudah membentuk studi dan penelitian sendiri. Targetnya, penelitian ini selesai pertengahan tahun ini dan segera dipublikaskan ke jurnal internasional.
Dalam studi Uni Eropa disebut CPO memiliki kontaminasi karsinogen jauh di atas 4 mikrogram per kilogram makanan atau batas yang diizinkan untuk manusia. Sedangkan minyak nabati lain digolongkan dalam level rendah. Kini tugas produsen CPO seperti Indonesia untuk membuktikan bahwa dengan teknologi terbaru, sebenarnya Indonesia dapat memproduksi CPO yang keamanannya setara dengan minyak nabati lain. Indonesia tidak boleh terlambat dalam menangkal serangan Uni Eropa. Jika terlambat, keamanan ekonomi nasional menjadi taruhannya.
VOICE OF INDONESIA dari Indonesia untuk Dunia. Topik program Indonesiaku hari ini yaitu Dewan Keamanan PBB sahkan Resolusi Dukung Afghanistan, Atas Prakarsa Indonesia dan Jerman.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa – DK PBB (15/3), secara konsensus sahkan Resolusi mengenai dukungan kepada Afghanistan, yang disusun bersama Indonesia dan Jerman. Resolusi tersebut perpanjang mandat United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA).
Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB di New York, Duta Besar Dian Triansyah Djani seperti dikutip laman kemlu.go.id mengatakan ini adalah Resolusi pertama dari Indonesia yang berhasil disahkan oleh Dewan Keamanan PBB sejak keanggotaan Indonesia pada DK PBB sejak Januari 2019.
Dalam kesempatan itu juga disampaikan arti penting dari resolusi yang memberikan mandat kepada badan PBB, yaitu untuk melanjutkan berbagai kegiatan yang mendukung Afghanistan dan untuk mencapai kemajuan dalam proses perdamaian yang sedang berlangsung, termasuk pembangunan yang menjadi prioritas Pemerintah Afghanistan.
Resolusi antara lain berisikan peran PBB dalam mendukung perdamaian dan stabilitas di Afghanistan, serta komitmen DK PBB akan kedaulatan, kemerdekaan, integritas wilayah dan kesatuan dari Afghanistan. Resolusi tersebut juga memberikan dukungan kepada Pemerintah Afghanistan untuk membangun negaranya dan memperkuat demokrasi.
Resolusi itu juga menggarisbawahi tentang sentralitas dan proses politik yang komprehensif, inklusif bersifat Afghan-leddan Afghan-owned dan menjadikan Afghanistan sebagai platform untuk kerjasama internasional. Perpanjangan mandat UNAMA ini penting untuk koordinasi berbagai bantuan internasional termasuk memberikan dukungan yang diperlukan dalam persiapan Pemilu Presiden tahun 2019 di Afghanistan.
Resolusi tersebut diapresiasi oleh negara Anggota DK PBB lainnya dan Afghanistan yang menyampaikan keberhasilan Indonesia dan Jerman dalam menyusun resolusi yang dapat didukung secara konsensus oleh seluruh Anggota DK PBB.
Selain itu, Dubes Dian Triansyah Djani juga mengatakan kesatuan dari DK PBB penting untuk memberikan sinyal kepada Afghanistan bahwa komunitas internasional mendukung Afghanistan secara penuh. Resolusi disahkan DK PBB pada pertemuan yang dipimpin oleh Perancis sebagai Presiden DK PBB bulan Maret 2019.