Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan pada tahun 2011 melalui Undang-Undang No. 21/2011. OJK sebagai lembaga keuangan independen hadir untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Dengan terbentuknya OJK, maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank beralih ke OJK.
Kehadiran OJK diharapkan oleh masyarakat Indonesia untuk mampu mengawasi sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. Sayangnya, harapan ini akhir-akhir ini sedkiti ternoda setelah muncul masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.
Sebagai akibat masalah tersebut, muncul wacana apakah OJK masih dibutuhkan untuk mengawasi berbagai lembaga keuangan. Wacana pembubaran OJK muncul dari parlemen. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengakui ada wacana OJK dibubarkan. Tugas dan wewenang OJK dikembalikan ke Bank Indonesia (BI). OJK yang berwenang untuk mengawasi perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non-bank seperti perusahaan asuransi dinilai gagal menjalankan tugas pengawasannya. Hal ini terbukti dimana PT Asuransi Jiwasraya gagal bayar terhadap nasabahnya. Timbul pertanyaan apakah OJK perlu dibubarkan (?)
Negara-negara lain juga memiliki lembaga pengawasan seperti OJK. Beberapa lembaga pengawasan keuangan yang sukses beroperasi hingga sekarang adalah misalkan BaFin di Jerman dan Japan Financial Services Agency (JFSA) di Jepang. Namun, ada pula yang dibubarkan setelah gagal menjalankan tugas pengawasannya. Contohnya, Financial Services Authority (FSA) di Inggris.
Melihat pengalaman negara lain seperi Inggris, maka wacana pembubaran OJK bukan tidak mungkin menjadi kenyataan. Walaupun ada kemungkingkinan dibubarkan,tetapi diharapkan OJK tidak dibubarkan.
Ada dua alasan utama mengapa OJK diharapkan tidak bubar. Alasan pertama adalah bahwa OJK baru memasuki usia sekitar delapan tahun. Selama delapan tahun OJK berdiri bukan tanpa pencapaian. Selama itu, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK di perbankan cukup memadai. Terdapat kelemahan di industri keuangan non-bank, seperti diakui oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (22/1/2020). OJK sudah mengakui bahwa pihaknya sedang melakukan reformasi di industri keuangan non-bank. Reformasi di industri keuangan non-bank sudah dilakukan oleh OJK sejak 2018. Sekarang, dengan adanya masalah gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya, maka upaya reformasi di industri keuangan non-bank perlu dipacu. Alasan kedua adalah perkembangan industri keuangan di Indonesia sangat pesat dan kompleks. Dengan demikian, kehadiran sebuah lembaga seperti OJK sangat diperlukan pada pesatnya perkembangan industri keuangan.
Untuk itu, pihak OJK harus menjalankan tugas dan fungsi utamanya untuk mengawasi berbagai lembaga keuangan secara independen dan objektif agar ke depan, tidak ada lagi istilah gagal bayar atau lembaga keuangan fiktif di negeri tercinta ini, Indonesia!
Wabah virus misterius tiba tiba menggetarkan dunia. Virus Corona, demikian sebutannya, membuat Badan Kesehatan Dunia mengadakan sidang darurat membahas kasus itu. Dari China dilaporkan adanya 17 kasus baru. Pejabat China menyatakan bahwa virus Corona telah menyebabkan timbulnya gejala mirip SARS dan menyebabkan penderitanya dalam keadaan kritis. Kecemasan timbul karena hubungannya dengan Severe Acute Respiratory Syndrome-SARS atau Sindrom Pernafasan Akut Parah, yang menewaskan hampir 650 orang di seluruh daratan Cina dan Hong Kong pada 2002-2003.Di China sendiri Corona dinyatakan menyerang orang berusia antara 30 sampai dengan 79 tahun, dan dikabarkan sudah menginfeksi 62 orang, delapan orang di antaranya dalam keadaan kritis. Kantor berita Perancis AFP bahkan melaporkan bahwa virus itu sudah menginfeksi sedikitnya 218 orang.Pejabat resmi China menyatakan bahwa Virus tersebut dapat menyebar dengan cepat ke tiga negara tetangga China.
Perkembangan virus Corona misterius ini membuat WHO menggelar rapat darurat pada Rabu 22 Januari 2020. Kemungkinan besar WHO akan menentukan apakah virus Corona merupakan virus yang dapat menimbulkan keadaan genting dan membahayakan masyarakat, sehingga harus menjadi perhatian nasional bahkan internasional.
Virus yang bernama teknis 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV ini dikonfirmasi oleh pemerintah China dengan menyatakan bahwa kasus pertama ditemukan 20 Januari 2020 di propinsi Guang Dong Selatan.
Jika WHO pada rapat di markasnya di Jenewa menyatakan bahwa virus Corona menimbulkan situasi darurat kesehatan dunia, maka dapat dipastikan bahwa Virus Corona merupakan penyebab pandemi sangat berbahaya.
Sebagaimana virus Ebola yang pernah mencemaskan dunia, maka terhadap Corona pun harus ada upaya sangat serius untuk mengatasinya.
Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi pada pertemuan ASEAN Foreign Ministers’ Retreat di Nha Trang, Vietnam, tanggal 16-17 Januari 2020 mengatakan bahwa pemerintah Indonesia menegaskan dukungan penuh atas kepemimpinan Vietnam tahun ini yang mengusung tema “Kohesif dan Responsif”. Seperti dikutip laman Kementerian Luar Negeri RI, kemlu.go.id, dalam pertemuan tersebut, Retno Marsudi menjelaskan Indonesia dengan senang hati mencatat bahwa ASEAN telah menyelesaikan banyak garis aksi Visi Komunitas ASEAN 2025 dan Cetak Biru Komunitas ASEAN. Tinjauan jangka menengah tahun ini adalah langkah penting untuk memastikan realisasi penuh Visi ASEAN dan Cetak Biru-nya.
Menlu menambahkan, selain itu, sebagai tindak lanjut dari Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, Indonesia menyampaikan akan menyelenggarakan Forum ASEAN-World Economic Forum tentang Infrastruktur dan Konektivitas Indo-Pasifik di Jakarta, 7-9 Juli 2020. Pertemuan ini akan melibatkan pemerintah dan kalangan usaha negara-negara ASEAN dan Indo-Pasifik.
Indonesia juga menekankan bahwa ASEAN harus tetap menjadi mesin perdamaian dan stabilitas. Menurut Menlu Retno Marsudi, ASEAN harus konsisten dalam memastikan bahwa perdamaian dan stabilitas di kawasan itu, termasuk di Laut Tiongkok Selatan. Pada ASEAN Foreign Ministers’ Retreat, ASEAN sepakat untuk memastikan bahwa hukum internasional, termasuk The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, dihormati semua pihak di Laut Tiongkok Selatan.
Disamping itu, Indonesia juga mendorong ASEAN untuk mengarusutamakan masalah perempuan, perdamaian dan keamanan dalam pekerjaannya. Indonesia berencana menyelenggarakan pelatihan regional kedua tentang perempuan, perdamaian dan keamanan pada tahun 2020. Sehubungan dengan prioritas keketuaan Vietnam tahun 2020, Indonesia berharap peninjauan Term of Reference AICHR dapat diselesaikan di bawah kepemimpinan Vietnam. Indonesia juga mendorong ASEAN untuk lebih aktif dan bekerja sama dalam memastikan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) ditandatangani tahun 2020.
Dalam mempromosikan identitas, kesadaran, dan kebanggaan ASEAN, Indonesia mengusulkan adopsi Narasi ASEAN tentang Identitas ASEAN yang saat ini tengah dibahas pada Pilar Masyarakat Sosial Budaya ASEAN dapat dilaksanakan tahun ini.
ASEAN Foreign Ministers’ Retreat merupakan pertemuan pertama yang diadakan Vietnam pada masa keketuaannya. Melalui tema “Kohesif dan Responsif”, ASEAN diharapkan akan dapat memperkuat persatuan dan meningkatkan keberadaannya di tengah masyarakat.
Industri pengolahan masih konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor nasional. Pada Januari hingga Desember 2019, ekspor produk industri pengolahan mampu mencapai 126,57 miliar dollar Amerika atau menyumbang 75,5 persen dari total ekspor Indonesia yang menyentuh angka 167,53 miliar dollar Amerika sepanjang tahun lalu.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis,16 Januari 2020 mengatakan, pemerintah memang sedang fokus mengingkatkan nilai ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan Indonesia. Oleh karena itu, sektor manufaktur memiliki peranan yang sangat penting guna mencapai sasaran tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lima sektor yang memberikan sumbangsih paling besar terhadap capaian nilai ekspor industri pengolahan sepanjang tahun 2019, adalah industri makanan, logam dasar, bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri pakaian serta industri kertas dan barang dari kertas.
Adapun lima negara tujuan utama ekspor produk manufaktur Indonesia pada periode Januari-Desember 2019 adalah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Singapura, dan India. Agus menegaskan, pemerintah terus berupaya memperluas pasar ekspor, terutama ke negara-negara nontradisional.
Menteri Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, berbagai langkah strategis telah dijalankan oleh Kementerian Perindustrian dalam upaya meningkatkan nilai ekspor dari sektor industri pengolahan. Upaya itu di antaranya adalah pembinaan industri melalui peningkatan daya saing dan penyiapan produk unggulan. Kemudian, pemanfaatan free trade agreement (FTA) seperti percepatan negosiasi FTA, perluasan ke pasar nontradisional, dan inisiasi FTA bilateral sesuai kebutuhan industri. Di samping itu, dilaksanakan program promosi internasional melalui pendampingan promosi dan ekspor, peningkatan kapasitas produsen untuk ekspor, serta melakukan link and match dengan jejaring produksi global.
Agus Gumiwang menambahkan, Indonesia sebagai official partner country pada ajang Hannover Messe 2020, dapat menjadi momentum baik untuk memperkenalkan kesiapan industri Indonesia di era industri 4.0, mempromosikan kerja sama investasi dan ekspor sektor industri, serta memperkuat kerja sama bilateral dengan Jerman maupun dengan negara-negara lain yang berorientasi pada inovasi teknologi. Ajang ini penting untuk Indonesia tidak hanya karena sebagai negara pertama di ASEAN yang menjadi Official Partner Country, tetapi juga mendukung upaya national branding atas posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan baru ekonomi dunia dan pemain manufaktur global. Pameran terkemuka itu akan berlangsung di Hannover, Jerman, tanggal 20 hingga 24 April 2020.